DI tengah protes dan kemarahan orang film terhadap putusan juri
FFI 1977 di Kuningan bulan silam, mengapa tidak ada suara Farouk
yang terkenal dalam soal protes, misalnya protes gundulnya
terhadap bioskop dulu?
"Ia lagi kontrak bikin film di Malaysia dengan Sabah Film", kata
seorang sutradara. Dan dari Malaysia lama tidak ada kabar
mengenai Farouk. Tapi surat kabar mingguan Pos Film, pekan silam
menyiarkan berita lengkap dengan tajuk rencana mengenai Farouk
Afero. Ternyata di negeri seberang itu Farouk (bekas petinju)
tidak hanya melancarkan protes, tapi juga melayangkan tinju ke
muka sutradara. Menurut surat kabar pimpinan ketua PWI Harrnoko
itu, Farouk melayangkan tinjunya sebagai protesnya terhadap
hidangan nasi bungkus yang disediakan untuknya. Tak jelas apakah
ia bosan nasi bungkus, mengingat di Indonesia sendiri hingga
kini nasibungkus masih merupakan hidangan tetap para artis yang
lagi dalam pengambilan.
Akibat ulah Farouk tersebut, ia tidak lagi diberi kesempatan
mengisi sendiri suaranya dalam film Pendekar yang dibintanginya
itu. Ekor peristiwa bahkan lebih panjang. Farouk Afero, yang
pernah mendapat peringatan keras dari Parfi lantaran aksi
gundulnya, kali ini pun akan diminta organisasi artis itu untuk
mempertanggungjawabkan perbuatannya di Malaysia. "Kita tidak
ingin orang Malaysia mempunyai kesan bintang film Indonesia itu
sombong dan sok jago", kata seorang pengurus Parfi pekan silam.
Chiang Ching, di masa muda memang berparas cantik dengan sedikit
poni yang dikeriting dan rambut sepanJang bahu. "Saya senang
mengenakan rok", ujar Chiang Ching kepada Roxane Witke. Yang
terakhir ini adalah profesor sejarah Cina Modern pada State
University of New York di Binghamton, yang telah berhasil
menginterviu Chiang Ching selama 60 jam dan bukunya C(mrade
Chiang Ching akan keluar pertengahan April ini.
"Mengenakan rok itu nyaman untuk musim panas", ucap Chiang Ching
seperti dimuat Time. Waktu itu Chiang Ching sedang berada di
kebun anggreknya. Mengenakan rok berlengan pendek, potongan
kemeja dari sutera polos, ia berkata kepada Witke': "Mengapa
anda mengenakan pakaian hitam? Gantilah pakaian yang lebih
terang warnanya, sebelum makan malam nanti". Tetapi, juga
"jangan dengarkan pendapat orang dan ambillah keputusanmu
sendiri. Berpakaianlah yang anda sukai dan dirasa enak dipakai".
Nyatanya, Chiang Ching adalan wanita seperti jamaknya wanita di
dunia: menyukai baju indah, gemar bunga dan bahkan mengagumi
aktris Greta Garbo. "Saya mengaguminya. Apakah dia masih aktif?
Kalau anda bertemu dengannya, kirimkan salam saya. Greta Garbo
adalah Great Garbo".
Pada suatu malam di Kanton, setelah makan malam, Chiang Ching
memutar film Queen Christina di mana Greta Garbo pegang rol
utama. Film MGM ini dibuat di tahun 1933. Sudah tua, suaranya
tidak jelas dan berputarnya juga sudah tidak karuan. Tapi Chiang
Ching menyenanginya. "Film-film demokrasi borjuis harus diputar
dalam lingkungan tertentu saja", ujarnya. Sebab kalau
dipertunjukkan untuk umum, akan mendapat berbagai kritik dan
sambutan. "Dan adalah tidak adil, karena Garbo bukan orang
Cina".
Tidak ada yang tahu bagaimana nasib Chiang Ching kini. Umurnya
kini 63 tahun. Dia menikah dengan Mao Tse-tung ketika baru 24
dan Mao 45 tahun. Senang teater dan tari, gemar memotret,
menurut Witke, Chiang Ching selalu mengalami keterpencilan,
frustrasi dan ketidak-bahagiaan. Pemlainan politiknya yang
terakhir tidak dijalaninya sampai puncak. Dirinya tidak pernah
diterima khalayak ramai, dan banyak yang menyamakannya dengan
isteri seorang kaisar kuno yang gila kekuasaan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini