RUUD Gullit tak selincah dulu. Penampilannya di Stadion Wembley, London, Rabu pekan lalu, mengecewakan. Di bawah tim nasional Belanda yang berkostum oranye itu, ia bagai kijang kehilangan kaki. Di lapangan, ia yang turun dengan kaki kanan dibalut, ngeri ketemu kaki lawan. Maklum, telah lima kali lututnya dioperasi. Belanda akhirnya bisa membendung Inggris 2-2. Tapi, di luar kondisi tadi, Gullit sebenarnya sedang kesal. Wajahnya tak seramah dulu. ''Saya tak mau membicarakan sepak bola,'' katanya kepada TEMPO. Aneh. Padahal, Gullit pernah menjadi pemain termahal. Pemain setinggi 1,85 meter dengan rambut dikepang kecil-kecil itu pernah diwawancarai TEMPO dengan akrab. ''Walau saya senggang, saya tak mau membicarakan sepak bola,'' sambungnya. Ada apa? Ternyata, ini buntut kekecewaannya lantaran ia tak bisa membela klub AC Milan, ladang periuk nasinya. Gullit ingin memperkuat AC Milan melawan Udine di Italia, hari Minggu. Tapi, peraturan FIFA mengharuskan pemain yang akan bertanding hari Rabu sudah harus bergabung dengan tim nasionalnya hari Sabtu. Gullit pun terbang ke Belanda. Tapi, sesampainya di Hotel Hilton Amsterdam, tak ada yang menyambut. Ia duduk gelisah di sofa lobi hotel, sembari sering melongok ke pintu hotel. Untunglah tak lama, karena seorang dari persatuan sepak bola Belanda menemuinya. Tapi wajah Gullit telanjur masam. Itukah yang membuatnya tampil buruk atau memang ia sudah pudar?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini