Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Bila jaksa kehilangan terdakwa

Aparat kejaksaan tangerang diperiksa tim kejaksaan agung gara- gara gagal menghadirkan terdakwa pembunuhan. benarkah tindakan jaksa tangerang itu tak menyalahi kuhap?

15 Mei 1993 | 00.00 WIB

Bila jaksa kehilangan terdakwa
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
KEJAKSAAN Negeri Tangerang tergores aib. Instansi penuntut umum ini gagal menghadirkan terdakwa sebuah kasus pembunuhan dalam persidangan yang digelar April lalu di Pengadilan Negeri Tangerang, Jawa Barat. Padahal, hakim sudah menunda persidangan sampai tiga kali dan memberikan kesempatan kepada jaksa untuk menyeret terdakwa ke kursi pesakitan. Karena gagal, Hakim Marni Emmy Mustafa akhirnya menolak melanjutkan sidang dan mengembalikan berkas ke jaksa. ''Surat tuduhan tak bisa dibacakan tanpa kehadiran terdakwa,'' ujar hakim. Jaksa Fahmi, yang menangani kasus itu, mencoba mengajukan permohonan ke majelis supaya pengadilan mengeluarkan surat perintah penahanan. Hakim menolak. Jika pengadilan mengeluarkan surat itu, menurut hakim, tanggung jawab menahan dan menghadirkan tersangka beralih ke lembaga peradilan. Berita kegagalan jaksa itu mengundang berbagai reaksi. Umumnya mengecam keteledoran jaksa. Sejumlah anggota DPR dari Komisi III (bidang hukum) menyerukan agar kasus itu diusut, dan dibongkar latar belakangnya, mengapa sampai terdakwa kabur. Pihak Kejaksaan Agung pun tergerak untuk memeriksa. Tim Pengusut Kejaksaan Agung sampai pekan lalu masih terus melakukan pengusutan. Sejumlah aparat Kejaksaan Tangerang dimintai keterangan. Terungkap, enam terdakwa dalam kasus pembunuhan itu bisa lepas karena mereka ditahan di luar rumah tahanan. Anehnya, penahanan luar ini tidak disertai jaminan pengacara atau keluarganya seperti yang lazim dilakukan. KUHAP (Pasal 21) mensyaratkan, pelaku kejahatan yang ancaman hukumannya 5 tahun ke atas harus ditahan. Apalagi terdakwa kasus pembunuhan, yang ancaman hukumannya 15 tahun (pembunuhan biasa) atau 20 tahun (pembunuhan berencana). Selama ini hampir tak pernah terjadi seorang tersangka pelaku pembunuhan mendapat keringanan ditahan di luar. Karena itu, masuk akal bila muncul dugaan, ada sesuatu di balik penahanan luar itu. Kasus pembunuhan di balik hilangnya terdakwa itu terjadi pada 10 Maret 1991. Malam itu, para tersangka (Nazar, Mursin, Endang, Nuri, Sahyani, dan Satiri) sedang ronda di kampungnya, Pondok Aren, Tangerang. Tiba-tiba mereka memergoki Simun bin Saman menenteng daun singkong dan pisang. Saat ditanya apa yang dibawanya, dalam penuturan tersangka ke polisi, Saman langsung kabur. Tentu saja para tersangka curiga, dan menganggap Simun pencuri. Dalam kegelapan malam, Simun dikejar dan tertangkap. Lelaki 30 tahun asal Perigi Baru, Pondok Aren, Tangerang itu dihajar ramai-ramai. Simun tewas. Mayat korban kemudian dibenamkan ke sungai di kampung itu. Namun, dalam tempo 48 jam, enam tersangka bisa diciduk. Mereka tak membantah, seperti yang tertulis dalam berita acara pemeriksaan. Dari kepolisian, berkas perkara itu dilimpahkan ke kejaksaan. Namun, ketika kasus ini ditangani kejaksaan, para tersangka tidak ditahan lagi. Sebuah sumber yang layak dipercaya menyebutkan para tersangka dilepas karena permintaan salah seorang anggota keluarga tersangka. Di kejaksaan berkas kasus pembunuhan itu sempat ''beku'' sampai dua tahun. Ini yang mengundang pertanyaan Tim Penyidik Kejaksaan Agung. Kenapa perkara ini tidak segera dilimpahkan ke pengadilan, padahal pembuktiannya tidak rumit, karena tersangka sudah mengakui perbuatannya? Ternyata tidak mudah melacak latar belakang kasus itu. Dalam masa dua tahun, terjadi sejumlah pergantian pejabat di Kejaksaan Negeri Tanggerang. Kepala Kejaksaan Tangerang Gustiar pun baru lima bulan bertugas di situ. Adapun Fachmi, yang membawa perkara itu ke pengadilan, baru Februari lalu bertugas. ''Kasus 1991 ini limpahan tugas, jadi saya sebetulnya tak tahu apa- apa,'' ujar Fachmi kepada Ricardo Indra dari TEMPO. Kendati demikian, Gustiar tidak ingin menyalahkan pendahulunya. Ia mencoba mencari jawaban. Di sisi lain, ia bertahan dengan mengemukakan, ''Tidak ditahannya para tersangka sama sekali tak menyalahi KUHAP. Dalam KUHAP, penahanan itu kan bukan keharusan. Di situ ada kata 'dapat', artinya jaksa boleh saja tidak melakukan penahanan,'' katanya. Sikap berlindung pada penafsiran kata ''dapat'' seperti itu sudah diduga ahli hukum pidana Dr. Loebby Loqman. ''Waktu KUHAP dibuat, saya sudah mengusulkan agar kata ''dapat'' itu dirumuskan secara jelas. Kalau tak jelas, akibatnya bisa ditafsirkan macam-macam seperti sekarang ini,'' ujar dosen Fakultas Hukum UI itu. Terlepas dari perdebatan penafsiran kata itu, Loqman menyayangkan, kenapa jaksa begitu mudah meluluskan permohonan tahanan luar, padahal tak ada yang menjamin. ''Tapi barangkali saja jaksa punya pertimbangan lain,'' katanya. Kalau kemudian terdakwa kabur, siapa yang harus bertanggung jawab? Apakah jaksa, dalam hal ini sebagai instansi yang diserahi tanggung jawab mengawasi terdakwa, bisa dimintai tanggung jawab? Dalam sistem hukum kita, soal tanggung jawab itu memang belum diatur secara tegas. Namun, secara logika, menurut Loqman, sudah sepantasnya jika jaksa yang bertanggung jawab. Paling tidak dalam menghadirkan terdakwa ke persidangan. Tanggung jawab itu pula yang dikait-kaitkan dengan dugaan ada sesuatu di balik hilangnya terdakwa. ''Kalau betul, ya, jaksanya harus ditindak,'' ujar Loqman. Aries Margono dan Andy Reza Rohadian

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus