"SAYA anjurkan orang yang mengeritik musik klasik mau turun
sendiri. Jangan saya dan Orkes Simfoni Jakarta hanya dilihat
waktu penampilan di teve saja. Tapi tengoklah kehidupan
pemainanya. Dengan rumah bilik, lantai tanah kemarin seorang
pemain biola saya meninggal dunia", demikian kata-kata Idris
Sardi. Yang meninggal adalah Soeroto, anggota Orkes Simfoni
Jakarta.
Nasib Idris Sardi (37 tahun) memang tidak seburuk Soeroto
almarhum. Jauh dari itu. Bagai dikejar-kejar waktu, Idris sering
melalaikan kesehatan. Juga lupa makan. Tubuhnya tidak pernah
gemuk (kini berat badannya cuma 49 kg), mukanya pucat dan
pipinya tambah cekung. "Anak-anak saya masih kecil-kecil",
ujarnya, "dan mau bagaimana lagi?"
Ketika penyakitnya parah sekali (berak darah), Idris pernah
bermukim di sebuah rumah sakit. Itu di bulan Desember 1974.
"Selama disuruh istirahat, saya merasa tersiksa", katanya. "Saya
tidak bisa disuruh diam. Perkembangan musik dalam sehari cepat
sekali. Dan saya dikejar waktu".
Dan Ita Zerlyta, isterinya - ibu dari tiga orang anak sering
jengkel. Sering kalau melihat Idris bekerja dalam keadaan sakit,
Ita berkata: "Kau ini cari duit buat siapa?"
Januari kemarin, setelah berhasil menyelesaikan ilustrasi musik
film Sesuatu Yang Indah, Idris mendekam lagi di rumah sakit.
Sebuah gitar ditaruhnya dalam lemari di situ. Setelah minta izin
kepada pasien lain satu ruangan, Idris memetik gitar, mencoba
menciptakan komposisi. Setelah mendekam dua minggu di rumah
sakit, ia kabur. Dan hingga kini belum juga mau kembali ke
dokter yang mengobatinya.
Idris Sardi awal bulan ini meraih piala Citra untuk ilustrasi
musik dalam Sesuatu Yang Indah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini