TAHUN 1971 namanya disanjung tinggi. Nelia Sancho, gadis rupawan
Filipina berambut hitam dan bermata besar indah, memenangkan
kejuaraan pertama kontes Miss Universe Beauty. Dia turut pula
dalam kontes Miss International Pageant. Jadi juara kedua.
Ketika oleh negaranya dikirim ke Melbourne, Nelia menang sebagai
Miss Queen of the Pacific.
Saat-saat itu begitu gemerlapan dunia Nelia. Wajahnya sering
muncul di teve dan majalah. Bahkan sepulang dari Melbourne di
bulan Maret 1971, Nelia diarak barisan motor memasuki Manila -
dan diterima dengan segala kebesaran di istana Malacanang,
langsung beraudensi dengan Presiden Ferdinand Marcos dan Nyonya
Imelda.
Tahun 1972 Nelia mendapat kesempatan keliling dunia, sebagai
salah satu hadiah yang dia peroleh. Tahun berikutnya, Nelia
memasuki universitas dan mengambil jurusan jurnalistik. Dan
Oktober 1973, Nelia ditahan. Lho, di tahan?
Dia, seperti banyak sekali mahasiswa lain, aktif dalam
demonstrasi. Dan sejak itu nasibnya ternyata sudah tersurat.
Ketika dia mencoba cari kerja, sekeluar dari tahanan yang hanya
beberapa minggu, terbukti namanya sudah dalam lis hitam militer.
Dia urung.
Lantas Marcos mengumumkan undang-undang darurat - dan Nelia
kali ini bahkan jadi sasaran sebagai tokoh yang harus
dipenjarakan dalam waktu singkat. Dalam kepungan di bulan
Pebruari 1976, dua dari teman prianya tertembak di tempat. Kini
Nelia - masih meringkuk dalam penjara - kemungkinan besar malah
bisa dijatuhi hukuman mati. Tuduhan baginya: menjadi cukong
gerakan komunis dan memiliki secara tidak sah senapan
Springfield kaliber 30.
Dari tahanan, ada dia menulis surat kepada orangtuanya.
"Kebahagiaan bagi saya" demikian antara lain, "adalah
mengabdikan diri kepada rakyat Filipina yang tertindas". Duhai,
Nelia.
Bekas Ratu Kecantikan 1971, Roos Anwar, Pebruari kemarin
diwisuda. Mengenakan toga hitam dengan kerah leher kuning tua
sebagai warna fakultasnya, Roos bersama seorang mahasiswa
lainnya dicalonkan sebagai Sarjana Teladan mewakili Fakultas
Ilmu-Ilmu Sosial, UI, di mana mereka belajar.
Rupawan dan cerdas, Roos tahun 1971 lulus SMA Negeri 1, Budi
Utomo, Jakarta. Tahun yang sama dia masuk Universitas Indonesia.
Lima tahun kemudian berhasil menggondol gelar sarjana dan
skripsinya berjudul: Peranan dan Pengaruh Televisi di Tiga
Kelurahan Jakarta Timur. Skripsi 208 halaman itu mendapat nilai
8.
"Umumnya mereka yang memasuki tahun kelima, banyak mengalami
kerewelan. Mungkin bekerja cari uang, kawin, atau kesibukan
lain. ehingga jarang yang menyelesaikan kuliahnya dalam waktu 5
tahun", ujar drs. Harsono Suwardi MA, Ketua Departemen
Komunikasi Massa. Tahun ini, ada 35 orang sarjana dari fakultas
Roos diwisuda.
Gadis ini tingginya 163 cm, dengan berat tubuh 52 kg dan umur 25
tahun. Alasannya mengapa mengambil teve sebagai obyek: "Sampai
kini, belum ada pembuktian mengenai pengaruh dan peranan
televisi umum".
Barangkali sudah direncanakan secara rapi, Roos bulan Juni nanti
akan menikah. Dengan "seseorang yang sudah saya kenal selama
tujuh tahun", ujarnya. Sang calon ini herumur sama. Kurus
tinggi, berpotongan rambut mirip penyanyi David Cassidy. Ia
bekerja di salah satu kantor swasta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini