SEPERTI juga Dubes Letjen Alamsyah di Amsterdam, dubes mayjen
ler ning sedang tidak nyaman di posnya yang baru, Australia.
Bukan karena fasilitas para Dubes, Indonesia itu dikurangi
melainkan karena harus melayani serangan-serangan orang-orang di
sana liwat pers terhadap pemerintah Jakarta, Tapi sementara di
Negeri Belanda, Dubes Alamsyah sibuk menghadapi serangan dari
golongan kiri, di Australia serangan itu jnstru -- dan ini agak
di luar dugaan -- datangnya dari golongan kanan yang selama ini
justru dipandang dekat dengan pemerintah Indonesia sekarang.
Serangan paling tajam datang dari D.L. Chipp -- anggota parlemen
dari partai Liberal dan bekas Menteri Bea Cukai yang juga pernah
mendapat penghargaan dari Majelis Ekonomi Indonesia karena
"menunjukkan kekagumannya pada badan peradilan Indonesia yang
telah merrjatuhkan hkuman kepada seorang pemuda Australia yang
tertangkap basah menyelundupkan mariyuhana".
Dalam satu seri artikel terdiri atas 3 bagian yang disiarkan
oleh harian The Age di Melbourne beberapa waktu berselang, Chipp
membandingkan keadaan Indonesia sekarang dengan keadaan di tahun
1970 ketika ia mengepalai delegasi Parlemen Australia ke
Indonesia dan sempat pula diterima Presiden Suharto di istana.
Di samping masalah tahanan politik, Don Chipp -- yang baru
pulang dari mengadakan perjalanan ke berbagai negara Asia
Tenggara termasuk Indonesia -- menuduh bahwa sogok, korupsi dan
sebangsanya di Indonesia sekarang, masih seburuk jika tidak
lebih buruk, daripada di zaman pemerintahan Soekarno.
Menyinggung soal bantuan luar negeri, Chipp menuduh pula bahwa
bagian terbesar dari bantuan luar-negeri yang diterima Indonesia
sekarang mengalir ke dalam kantong pribadi-pribadi para jenderal
yang kini menjadi bagian dari elite penguasa serta
politisi-politisi tingkat atas. Selama 3 tahun antara 1970 --
1973 Indonesia, menurut Chipp, telah menerima bantuan dari
Australia ebesar 50 juta dollar AS - yang menempatkan Indonesia
sebagai penerima bantuan terbesar dari Australia di luar Papua
dan New Guinea. Dan untuk angka waktu antara 1973--1976,
pemerintah Whitlam akan mengalirkan bantun kepada Indonesia,
sebesar 70 juta dollar AS Dan mengingat bahwa bantuan itu
berasal dari pmbayar pajak di Australia, menurut Chipp warga
Australia berhak mendapatkan penjelasan bagaimana penggunaan
bantuan itu oleh Indonesia. Don Chipp juga mengingatkan bahwa
dalam kunjungannya ke Indonesia beberapa waktu yang lalu.
Perdana Menteri Whitlam dan stafnya telah disuguhi dengan
penjelasan yang menarik oleh tuan-rumah. Tapi saya kuatir, kata
Chipp pula, whitlam dan stafnya telah bertemu dengan orang-orang
yang keliru.
Atas tuduhan D.L. Chipp itu, Dubes Her Tasning kontan memberikan
reaksi. Dalam wawancara dengan radio Australia (ABC) ia dengan
tegas membantah semua tuduhan yang dilancarkan Chipp. Dubes Her
Tasning memberikan jaminan kepada rakyat Australia, bahwa semua
bantuan Australia kepada Indonesia tidak akan jatuh ke kantong
pribadi-pribadi kelompok penguasa. Tapi Chipp rupanya tidak
tinggal diam. Atas sangkalan Dubes Her Tasning itu, Chipp
mengusulkan debat terbuka antara dirinya dengan Dubes Her
Tasning, di mana Chipp akan mmpertanggung jawabkan apa yang
telah ditulisnya itu. "Saya dapat menyebutkan nama-nama,
menunjukkan tempat-tempat dan membuktikan bahwa yang saya tulis
adalah fakta-fakta".
Adakah Dubes Her Tasning melayani tantangan bekas Menerima Bea
Cukai Australia itu? Brangkali Dubes Her Tasning menganggap
tidak perlu, tantangan Chipp belum bertimbal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini