Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
ADA yang berbeda pada penampilan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin belakangan ini. Saat menghadiri pengajian, mengunjungi pesantren, bahkan di Masjidil Haram, Mekah, Arab Saudi, dia bersarung batik. "Ini bentuk apresiasi terhadap budaya dan seni bangsa kita," ujarnya kepada Tempo, Rabu pekan lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lukman, 55 tahun, tidak menampik anggapan bahwa gaya berpakaiannya bertujuan mempromosikan Islam Nusantara-penafsiran Islam yang mempertimbangkan budaya dan adat lokal yang diperkenalkan Nahdlatul Ulama. "Silakan saja orang menafsirkan begitu," kata alumnus Pondok Pesantren Gontor, Ponorogo, Jawa Timur, ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Lukman, kain batik pernah menjadi busana umum kaum muslim Indonesia sebelum tergeser sarung hasil mesin cetak. "Corak batik mengalami perubahan menjadi kotak-kotak dan garis-garis, motif yang lebih mudah diproduksi massal sehingga harganya lebih terjangkau," ujar putra Saifuddin Zuhri, Menteri Agama pada akhir era Presiden Sukarno, ini.
Sejak pertama kali sarungan batik sekitar empat bulan lalu, Lukman telah mengoleksi belasan sarung. Dia membelinya di sela kunjungan ke Lasem, Kudus, Mojokerto, dan Lamongan. Koleksi terbanyaknya berasal dari perajin langganannya di Yogyakarta. Sejatinya, penjual tidak menyediakan sarung batik. Lukman membeli jarik, yang lalu dijahit menjadi sarung.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo