BAGAIMANA apreasiasi sastra para astronaut? Bisakah mereka membaca puisi? Pertanyaan yang aneh ini akan terjawab Jumat malam tanggal 23 Desember di Graha Bhakti Budaya, TIM. "Saya tertawa terbahak-bahak," ujar Pratiwi Soedarmono, 36 tahun. Calon astronaut Indonesia itu memang geli ketika ditawari Ny. Taufiq Ismall untuk ikut acara Ibu-Ibu Baca Puisi Memperingati Hari Ibu, dengan penata puisi Taufiq Ismail, penata artistik Danarto, pemimpin pentas Arifin C. Noer, dan pembawa acara Ike Soepomo. "Bagaimana saya tidak tertawa. Saya ini seumur hidup belum pernah baca puisi," kata doktor mikrobiologi itu. Untung, dia merasa ada teman, ketika disebutkan nama-nama pendukung lain yang tak masuk barisan penyair. Umpamanya, Kartini Fahmi Idris -- istri pengusaha Lia Aminudin -- ahli merangkai bunga kering Tutty Alawiyah, pemimpin pesantren. Penyelenggaranya, Yayasan Ananda, mengajukan teori "Baca puisi kini bukan monopoli penyair dan pemenang lomba baca puisi". Akhirnya, Pratiwi mengangguk setuju. Apalagi puisi yang disodorkan, sepanjang dua halaman folio, "sesuai" dengan hati Pratiwi. Puisi itu memberi pesan bahwa masih ada Tuhan yang lebih besar, meski manusia bisa mencapai bulan. "Mungkin saya dipilih karena isi puisinya seperti itu, ya," kata ibu seorang anak itu. "Saya senang puisi itu," tambahnya, kendati mengaku belum sempat menyimak, judul dan pengarangnya pun ia lupa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini