Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tokoh

Mendapat piagam

Sunahwi, 63, bekas lurah cirikip, mendapat piagam tanda jasa & diberi tugas sebagai penunggu monumen siliwangi. ketika pasukan siliwangi long march, panji siliwangi dititipkan padanya & tersimpan baik. (pt)

10 Juni 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUNAHWI penduduk Kampung Cirikip, Desa Cinyasag. Kabupaten Ciamis. Di tahun 1949, ketika Siliwangi kembali dengan long march dari Yogya, pasukan ini harus berhadapan dengan dua blok musuh. Yaitu Belanda di satu pihak dan DI/TII di pihak lain. Karena serangan-serangan tersebut, dua orang prajurit, Letnan Mung Partadimulya dan Letnan Muda Puspa Lubis menemui Sunahwi yang jadi Lurah Cirikip. "Waktu itu tanggal 2 Januari 1949," kata Sunahwi, "dan keduanya menitipkan panji Siliwangi kepada saya." Semula, panji berukuran 60 x 90 cm itu disimpan di dalam besek. Merasa tidak aman, dipindahkannya lagi. Kali ini ditaruh di pohon kelapa: panji dimasukkan dalam potongan bambu. Setahun kemudian Letnan Kosasih datang ke Cirikip untuk menjemput panji tersebut. Tahun 1957, Sunahwi mendapat undangan Panglima Divisi Siliwangi untuk turut memeriahkan hari ulang tahun Siliwangi yang ke-11. Sebagai imbalan jasanya, Sunahwi menerima sebuah piagam tanda jasa, sebuah jam dinding, sedang isterinya, Nini Arwi, mendapat sebuah mesin jahit. Kini dia bertugas sebagai penunggu monumen Siliwangi -- dibangun di tahun 1975 dengan ongkos Rp 5 juta. "Ini cukup merepotkan," ujar Sunahwi. Bukan karena ongkos perawatan tidak ada. "Itu tidak berat," katanya. "Yang merepotkan ialah kalau ada tamu dari Kodim, Korem atau dari Kodam. Terpaksa saya ngutang dulu di warung untuk suguhan. Juga saya harus menyediakan buku tamu segala. Kalau hidup saya lumayan sih tidak apa." Ada satu keinginannya yang belum terlaksana. "Dari dulu saya mengurus surat veteran, belum berhasil terus." Menurut Sunahwi, semua temannya sudah memiliki surat veteran dan jadi anggota veteran. Dia mengatakan sudah keluar uang Rp 10.000 untuk pergi ke Ibukota mengurus surat-surat itu, tapi tetap macet. "Saya ini sudah tua," kata Sunahwi yang umurnya 63 tahun. "Anak saya 3 orang. Saya ingin mereka bangga terhadap orangtuanya. Juga mereka nanti yang akan meneruskan mengurus monumen tersebut."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus