RIBUT Cina-Vietnam masih belum berakhir. Orang-orang Cina masih
terus diusiri dari Vietnam. Dan pertentangan Peking-Hanoi tentu
saja makin menjadi-jadi.
Kabar terakhir menyebutkan bahwa Peking sudah mulai melakukan
tindakan balasan lewat penarikan 800 orang teknisi Cina yang
selama ini bekerja di proyek-proyek bantuan Cina di Vietnam.
Tanpa memberi tahu Hanoi, para teknisi Cina itu pulang begitu
saja dari Vietnam dalam dua pekan ini. Bahkan secara sepihak,
Cina telah pula menghentikan bantuannya kepada 20 proyek
Vietnam.
Kabar lain menyebutkan bahwa Cina sedang mempersiapkan suatu
operasi laut untuk mengangkuti para perantau Cina kembali ke
negeri leluhur mereka. Di Hainan, pulau yang termasuk wilayah
Cina dan berdekatan dengan Vietnam, kini sedang dipersiapkan
kapal-kapal buat berlayar ke Vietnam. Diduga bahwa sasaran
operasi penyelamatan itu adalah orang-orang Cina yang berdiam
di bagian selatan Vietnam yang jumlahnya berkisar sekitar 1
juta. Dan sebagian besar dari mereka berdiamdi sekitar Kota Ho
Chi Minh -- yang dahulu namanya Saigon.
Tanpa Dosa
Rencana operasi pengungsian tersebut dalam pada itu diimbangi
pula dengan propaganda RRC tentang kesengsaraan yang diderita
warganya. Baik radio, televisi, koran-koran maupun pernyataan
pemerintah Peking dalam hari-hari terakhir ini penuh dengan
reportase peristiwa itu.
Kantor Berita Hsinhua misalnya memuat laporan tentang keadaan
para pengungsi di Tunghsing, sebuah kota Cina dekat perbatasan
dengan Vietnam. Laporan yang ditulis oleh korespondennya, Ma Li,
mengatakan, antara lain: "Saya menyaksikan sendiri keadaan yang
sangat menyedihkan para pengungsi itu. Mereka adalah
manusia-manusia yang telah diusir oleh para penguasa Vietnam
dengan kekerasan. Dan kalau kita memandang ke seberang sungai
sana, di wilayah Vietnam kelihatan oleh kita bagaimana polisi
dan tentara Vietnam memukuli dan mengejar-ngejar orang-orang
tanpa dosa itu."
Ma Li juga berkisah tentang cara pengungsi itu menyeberangi
perbatasan. Tulisnya: "Di tempat penyeberangan terlihat
beratur-ratus keluarga Cina saling berpegangan menjalani air
sampai sebatas pinggang. Orang-orang tua dan jompo dibimbing
oleh yang lebih muda, ibu-ibu mencoba menenangkan bayi-bayi yang
menangis di pangkuan mereka. Ada juga yang mencoba menyeberangi
sungai dengan menaiki perahu.
Dan di seberang sana, di bawah bayangan pohon-pohon terlihat
serdadu-serdadu Vietnam yang mengawasi orang-orang yang akan
menyeberang dengan muka yang ganas. Beberapa yang jadi korban
dikejar-kejar polisi dan tentara."
Laporan lain yang didapat oleh sumber-sumber Cina di Vietnam
menceritakan tentang bagaimana para penguasa Vietnam melakukan
tindakan-tindakan diskriminatif terhadap orang Cina. Diambilnya
cerita seorang pengungsi yang bernama Su Ping. "Saya dilahirkan
di Haiphong dan sejak umur 25 bertempur bersama dengan
pejuang-pejuang kemerdekaan melawan Jepang dan Perancis. Setelah
pembebasan saya bekerja pada sebuah badan pemerintah yang
memprodusir film. Tapi saya dipaksa untuk dipensiun walaupun
umur saya belum mencapai umur pensiun. Karena pensiun saya tak
cukup, terpaksa saya bertani kecil-kecilan karena saya pun harus
menanggung 6 orang anak. Tapi tahun lalu pemerintah mensita
tanah saya, tidak memberi keluarga kami bahan makanan cukup. Tak
ada pilihan kami selain pulang ke negeri leluhur," demikian
kisah Su Ping.
Menerima serangan propaganda yang dilancarkan Peking itu Vietnam
tentu saja tidak tinggal diam. Namun, sebegitu jauh pernyataan
Hanoi tidak sedramatis pernyataan Peking. Wakil Perdana Menteri
Hoang Bich Son dalam wawancara dengan Kantor Berita Vietnam
hanya mengatakan bahwa ia telah menerima pemberitahuan akan
maksud Peking buat mengangkut warganya dari negeri itu. Di
samping itu ia menyatakan pula bahwa kebijaksanaan pemerintahnya
terhadap masalah Cina di dalam negerinya adalah benar. Ia pun
menyebut tuduhan-tuduhan yang dilancarkan Peking sebagai
"terlalu dibuat-buat."
Tapi cerita-cerita yang dibawa oleh para pengungsi Cina, baik
yang lari ke RRC maupun yang ke Thailand, pada umumnya sedikit
banyak membenarkan perlakuan keras yang dianut oleh pemerintah
Hanoi terhadap mereka. Dari kumpulan wawancara para pengungsi
itu dapat diambil kesimpulan bahwa golongan hoakiao itu
sebenarnya terpukul oleh usaha pemerintah persatuan Vietnam yang
ingin menghapuskan pemilikan perseorangan atas beberapa macam
usaha yang menyangkut kepentingan umum secara langsung.
Salah satu yang terkena adalah distribusi barang kebutuhan
sehari-hari yang sampai saat ini masih dikuasai oleh golongan
pedagang pengecer Cina. Walaupun tak banyak, menurut hasil
penelitian dari wawancara itu, orang Vietnam yang kerjanya
berdagang ada juga yang terkena peraturan tersebut. Gerakan
penghapusan usaha swasta itu dijalankan oleh pemerintah Vietnam
sejak April yang silam.
Pengeras Suara
Tak dapat disangkal pula bahwa dalam gerakan ini, para penguasa
Vietnam terutama para pejabat rendah, polisi dan tentara telah
menggunakan kesempatan ini untuk mengeruk keuntungan pribadi.
Dan yang digunakan adalah ketaksenangan terhadap orang-orang
Cina yang telah berakar sejak berabad-abad yang lalu. Barangkali
dalam hubungan inilah terjadi protes dan perlawanan dari pihak
orang-orang Cina, sehingga timbul berbagai insiden.
Salah satu tindakan yang dijalankan pemerintah Vietnam dalam
kampanye pelenyapan hak milik perseorangan ini alah memindahkan
golongan menengah --termasuk orang-orang Cina -- ke suatu
pemukiman yang baru saja dibuka. Ada dugaan dan kekhawatiran di
kalangan orang-orang Cina itu bahwa yang disebut pemukiman baru
itu terletak di perbatasan Kamboja-Vietnam yang sampai sekarang
masih hangat. Orang-orang Cina ini curiga bahwa pemerintah Hanoi
akan menjadikan mereka umpan peluru Khmer Merah. "Orang Vietnam
benci kami, karenanya kami tak punya hari depan lagi kalau terus
berdiam di negeri itu," ujar seorang Cina, bekas pemilik toko,
yang berhasil mencapai perbatasan Kamboja.
Berita terakhir yang berhasil dimonitor TEMPO mengenai insiden
RRC-Vietnam ini berasal dari Radio Australia dan BBC London.
Menurut kedua sumber tersebut, nampaknya persengketaan ini
bertambah panas. Di tepi sungai Merah, (270 kilometer dari
Hanoi), RRC telah memasang sebarisan pengeras suara dengan
kekuatan besar.
Setiap hari pengeras suara itu mengumandangkan propaganda yang
menganjurkan para hoakiao untuk bersiap meninggalkan Vietnam
menuju "negeri leluhur". Dikatakan oleh BBC bahwa sampai saat
ini RRC telah menampung sekitar 200.000 orang dan jumlah itu
akan membengkak dalam waktu-waktu mendatang. Untuk menampung
mereka, pemerintah RRC telah menyediakan dan membuka sebuah
komune rakyat baru yang terletak tak jauh dari perbatasan
RRC-Vietnam.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini