ADA iklan dari Departemen Keuangan -- tentang pelelangan harta
milik 11 perusahaan. PT Agora Film Corp, antara lain, yang telah
berdiri sejak 1963, dinyatakan gulung tikar. "Kenapa harus
malu," kata Ade Irawan isteri Bambang Irawan. "Dalam dagang,
untung atau rugi sudah lumrah. Dalam hal ini kita rugi. Itu
risiko dagang. Uang itu toh bukan untuk foya-foya atau judi."
Sekitar 1972, Bambang Irawan meminjam uang dari Bank Bumi Daya
sebesar 24 juta rupiah. Bambang -- yang dalam Agora Film jadi
direktur di samping sutradara --menggarap film Hanya Satu Jalan.
Film selesai dibuat menurut jadwal, "tapi peredarannya
tertunda-tunda," kata Bambang. "Film masuk bioskop sudah lain
dengan selera penonton." Artinya, tidak mendapat pasaran.
Agora sebenarnya telah menggarap banyak film. Antara lain Aku
Hanya Bayangan, Lembah Hijau, Di Ambang Fajar, Fajar
Menyingsing, Janda Kembang, Sopir Taksi dan beberapa lainnya.
Menurut pengakuan Bambang, sebelum tahun 1970, film-film
garapannya cukup mendapat pasaran. Tapi sesudah 1970, ketika
film luar negeri masuk secara bebas, film-film Bambang mulai
terpukul.
"Barangkali saya kualat dengan Hidup, Cinta dan Air Mata," kata
Bambang pula. Itu adalah film seks Bambang yang pertama dan yang
memuat adegan cukup berani. "Tigapuluh hari setelah beredar,
kredit SK '71 sudah bisa lunas. Apa ini tidak hebat? Modal 15
juta bisa kembali 60 juta," kata Bambang lagi. Setelah itu,
nyali Bambang untuk bikin film semakin berkobar. Banyak
berproduksi. "Duit mengalir tak henti-hentinya, tapi yang keluar
juga kayak air. Pokoknya, ada saja cara uang itu keluar."
Lantas ia sakit untuk beberapa bulan. Film-filmnya banyak yang
tidak kembali pokok, dan berakhir dengan penyitaan rumahnya.
"Tapi saya masih bersyukur," ujar Bambang lagi, "keluarga dan
anak saya tidak terganggu. Malah ada anak saya yang jadi juara
kelas. Saya masih bisa cari uang lagi kok."
Umur Bambang Irawan kini 46 tahun. Kurus, kumis masih gemuk dan
rambutnya sudah mulai memutih. Dia mulai main film di tahun
1950. Tahun 1955, dia dikontrak dengan Perfini hingga tahun
1960. Kemudian dia main film apa saja, pokoknya asal ada yang
mau memakainya. Ketika Agora Film banyak membuat film, sering
Ade -- isterinya -- dan beberapa orang dari anaknya, main juga
dalam film tersebut. Nyaris jadi film keluarga saja. Kini, masih
juga dia main film, tapi dalam peran kecil-kecil saja. "Nama
saya nggak tercantum karena nama saya nggak komersiil. Nggak
kayak dulu lagi. Itu harus saya sadari," katanya.
Kini, Bambang Irawan dan keluarganya mondok di rumah saudaranya
yang juga tinggal di Grogol. "Maunya saya, hasil lelang itu ya
pas saja deh dengan hutang saya yang sudah berlipat dua," kata
Bambang lagi. "Rumah itu saya buat mulai dari fondasinya.
Sedikit demi sedikit saya bangun," tambahnya lagi, "tapi
kemudian saya sadar, itu memang bukan hak saya." Lantas mengapa
dulu dari bintang film kok kepengin jadi sutradara dan bahkan
produser? "Saya belajar tentang film di Perfini," ujarnya "dan
saya selalu berangan-angan: kapan ya, saya bisa bikin film kayak
Usmar Ismail?" Angan-angan Bambang terwujud, tapi berantakan
sepotong jalan. Kata Bambang lagi: "Tapi kalau ada yang tawarin
modal, saya masih okey kok."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini