Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tokoh

Nostalgia

J.h.j. brendgen, 75, orang belanda kelahiran cimahi. pernah bertugas di aceh & mahir berbahasa aceh. sudah 4 kali berkunjung ke aceh untuk bernostalgia & kini tinggal di haarlem. (pt)

10 Juni 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

J.H.J. Brendgen adalah orang Belanda kelahiran Cimahi. Besar dan bersekolah di Bandung. Cita-citanya, waktu itu: jadi serdadu. Sebab itu, selepas HBS, Brendgen pulang mudik ke tanahair orangtuanya untuk sekolah militer. Tamat Akademi Militer Breda, Brendgen berpangkat letnan II lantas ditempatkan di Hindia Belanda kembali. Antara lain di Aceh, di mana dia tinggal 7 tahun dan mahir cakap bahasa daerah itu. Bersama Gubernur Belanda di Aceh van Akken waktu itu, Brendgen lulus kurus Bahasa Aceh dengan predikat baik. Ketika Jepang masuk tentu saja nasibnya berobah. Pernah bentrok fisik dengan Jepang di Subang. Pernah jadi kuli, dan punya pengalaman jadi tawanan Jepang dan dikirim ke Birma untuk membenahi jalan kereta-api. Jepang menyerah, Brendgen kembali jadi tentara Hindia Belanda dan ditempatkan di Makasar. Pangkatnya sudah kolonel. Ada satu hal yang tidak mengenakkan hatinya. "Sebagai orang militer, saya harus mengemban tugas. Tapi batin saya goyah. Bayangkan, saya besar dan hidup di Indonesia, dan harus berkelahi dengan orang Indonesia," katanya. Jabatannya yang terakhir Komandan Teritorium Sumatera Selatan. Setelah itu pensiun. Tubuhnya tinggi besar. Rambutnya kini putih semua, usianya sudah 75 tahun. Mei yang lalu, Brendgen ke Aceh lagi dengan penuh nostalgia. Bisa berbicara Indonesia, tidak melupakan bahasa Aceh, bahkan masih dengan aksen dan mutu tinggi. Jadi sahabat Gubernur Aceh Muzakkir Walad dan sudah 4 kali mengunjungi serambi Mekah itu. "Asyik mengungkapkan kisah lama," kata Brendgen. Kunjungannya yang terakhir ialah ketika dia harus hadir dalam upacara pemakaman ulang Jenderal Kohler yang gugur di tahun 1873 -- dalam Perang Aceh. Makam Kohler dipindahkan dari Pekuburan Tanah Abang ke Peucot, makam orang-orang Belanda yang kini dipugar di sana. "Ini merupakan start dari rencana kami," ujar Brendgen. Dia kini jadi bendahara sebuah yayasan yang namanya Peucot Fonds. Niatnya selanjutnya mendirikan sebuah monumen untuk Abdul Hamid, seorang duta dari Kerajaan Aceh dulu yang meninggal di Belanda. Monumen itu akan berdampingan letaknya dengan monumen Admiral Evertsen yang gugur dalam pertempuran laut dengan Inggeris. Kini lelaki tua yang punya 4 orang anak dan 6 orang cucu ini tinggal di Haarlem. Dia berkecimpung di tengah-tengah masyarakat Indonesia di sana.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus