SASANA tinju itu terletak di gang sempit dan kotor. Di situ kawat jemuran berseliweran. "Anehnya, bagaimana tempat seperti ini menghasilkan juara nasional?" komentar Raden Ayu Krisnina Maharani, 29 tahun, mahasiswi tingkat terakhir FISIP UI. Hari itu, Sabtu dua pekan lalu, Nina -- begitu putri Solo itu dipanggil -- terpaksa melewati kandang di Kotamatsum, pinggiran Kota Medan yang kumuh. Ia mengikuti tugas suaminya, Akbar Tandjung, Menteri Negara Pemuda dan Olahraga. Dan, menurut suami Nina, Pemerintah memberikan perhatian khusus pada olahraga tinju karena petinju Indonesia dianggap punya potensi untuk bicara di tingkat internasional. "Dari sasana sederhana ini saya harap bisa dilahirkan Ellyas Pical yang lain," kata Akbar Tandjung. Nina memang jadi akrab dengan sasana tinju. Sehari setelah mengunjungi Sasana Tiger itu, bersama suaminya ia melihat-lihat Sasana Pemuda Pancasila di Kisaran, 165 km di selatan Medan. Beberapa bulan sebelumnya, masih di Medan, ia mengunjungi sasana tinju milik Paruhum Siregar, petinju nasional 1960-an. Tapi itulah, wajah putri Solo ini jadi kemerah-merahan. Bukan apa-apa, soalnya ia terpaksa berjemur di terik matahari. Selama di Medan, baju kurung sutera yang dipakai Nina basah oleh keringat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini