KETIKA pacaran, Ikang dan Marissa berikrar. Mereka baru menikah kalau sama-sama sudah menyelesaikan kuliahnya. Marissa di Fakultas Hukum Trisakti dan Ikang di FISIP UI, Jakarta. Tetapi mengapa keduanya melanggar Ikrar, dan melangsungkan akad nikahnya hari Minggu lalu ? "Gara-gara rumah," kata Ahmad Zulfikar Fawzi, ya, si Ikang itu. Ikang, 28, dan Icha, 25, berpacaran dengan unik. Mereka membatasi acara hura-hura. Nikmat pacaran itu dicarinya dengan membangun satu rumah bersama-sama. "Wah, sulit dihitung siapa yang menyumbang lebih banyak. Pokoknya, saya ada uang beli barang, Ikang dapat uang beli bahan," ini kata Icha. Ketika rumah yang dibangun di Tebet itu selesai, persoalan pun muncul. "Kalau rumah dikontrakkan, nanti tak terurus. Kalau didiami, siapa yang tinggal di sana, saya atau Icha? Kalau berdua, itu 'kan tidak baik. Jadi, kami menikah saja supaya bisa menempati rumah baru berdua," cerita Ikang. Berdua dalam satu rumah mendatangkan untung juga di bidang lain. "Ketika masih pacaran, kalau saya ngebet kepingin ketemu Icha, 'kan saya mesti ke rumahnya. Itu bisa mengganggu bila mau menulis skripsi. Kalau sudah kawin, tak perlu mengunjungi Icha lagi," cukup mengunjungi kamarnya saja, karena masing-masing punya kamar studi sendiri-sendiri. Ada yang selama ini disimpan Ikang, yakni, "Ingin merasakan masakan Icha. Nenek Icha itu jago masak, tapi saya belum pernah mencicipi masakan Icha kecuali telur dadarnya," ujar penyanyi rock ini. Dalam tubuh Icha mengalir banyak darah. Ada Belanda dari kakek buyut, Prancis dari nenek buyut, darah Pakistan dari kakeknya, lalu darah Madura dari pihak ibunya. Ketika akad nikah cuma dua "darah" yang dipilih: Sunda, karena pengantin lelaki berdarah Banten, dan Jawa, dari pihak ibu pengantin perempuan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini