Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Cahaya budhisme di granada

Osel hita torres, 2, putra keluarga paco dan maria torres dari spanyol, dinobatkan sebagai titisan (reinkarnasi) biksu lama thubten yeshe, penyebar agama budhisme tibet di negara-negara barat.

18 April 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEORANG biksu kepala bermimpi. Ia melihat seorang kanak-kanak kulit putih bermain-main di sebuah tempat yang amat luas. Ketika mengunjungi sebuah wihara di bukit Sierra Nevada, di Granada, Spanyol, beberapa hari kemudian, Lama Thubenzopa menyaksikan mimpinya menjelma kenyataan. Di bukit itu, ia benar-benar bertemu dengan seorang anak Spanyol berambut pirang, berusia tujuh bulan, sedang bermain-main di tempat yang sama seperti yang dilihatnya dalam mimpi. "Asuhlah dengan sebaik-baiknya anakmu," katanya kepada orangtua si anak. Gaung trompet tiba-tiba terdengar. Disusul nyanyian dari seruling-seruling. Dencar simbal menimpali dengan segera. Lalu lonceng-lonceng menggetarkan suara khas upacara Budhisme. Itulah musik yang mengiringi Osel Hita Torres -- kanak-kanak Spanyol itu -- ketika diarak menuju sebuah kuil kecil. Kuil tempat bersemayamnya Dalai Lama, tempat ia berlindung di pengasingan entah sampai kapan, sambil memimpin umatnya -- pengikut Budhisme Tibet yang terserak di seluruh penjuru. Itulah sebuah upacara di Dharmasala, pusat Budhisme Tibet yang terletak di kaki Himalaya. Waktunya, 17 Maret lalu, satu setengah tahun setelah Lama Thubenzopa bertemu pertama kali dengan Osel. Acaranya, menobatkan Osel Hita Torres, kini dua tahun satu bulan tiga hari, sebagai titisan dari Lama Thubten Yeshe -- salah seorang biksu dalam jajaran pimpinan Budhisme Tibet. Tiba-tiba, ketika Osel hendak didudukkan di singgasana, ia berteriak, "Tidak, tidak," -- dalam bahasa Inggris. Baru setelah sebuah burung-burungan yang bisa berkicau dan bergerak-gerak karena dipasangi batere ditaruh di meja dekat kursi kebesaran, ia mau duduk. Lalu, dengan senyum anak-anaknya, sementara mulutnya mengulum kembang gula, Osel yang berjubah merah tua dan bertopi kuning -- demikianlah pakaian resmi Budhisme Tibet -- menyambut 50 biksu dari Tibet dan negeri Barat yang membacakan doa-doa. Inilah sebagian dari keyakinan dalam Budhisme Tibet, aliran utama dari aliran besar Gelukpa yang berinduk besar Budha Mahayana. Yakni tak cuma pimpinan tertinggi yang setelah mati bisa menitis kembali ke dunia, dan kembali memimpin pengikutnya. Tapi juga sejumlah biksu yang telah mencapai tingkatan lama, yaitu tingkatan pendeta utama atau pendeta kepala, atau guru. Akan halnya riwayat Osel Hita Torres -- yang kini jadi berita internasional, yang membuat para juru kamera televisi dan para fotografer sibuk mengikuti "kegiatan"-nya -- boleh dikilas balik ketika Cina menyerbu Tibet, pada 1959. Di antara para biksu yang melarikan diri di samping Dalai Lama adalah Lama Thubten Yeshe. Di luar Tibet, Lama Yeshe ternyata tertarik untuk mengembangkan Budhisme di negeri-negeri Barat. Kemudian, ia dikenal karena prakarsanya mendirikan wihara-wihara di Eropa dan Amerika Serikat, semuanya berjumlah sekitar 30 wihara. Yeshe Lama memang populer di antara orang Barat pengikut Budhisme. Konon, ia memang biksu yang kontroversial. Dialah pendeta yang bisa lepas ketawa di mana saja. Dan dalam menyebarkan Budhisme ia tak bersikap tanggung. Bila perlu, Lama Yeshe akan meriset sendiri bagaimana sebenarnya jalan pikiran sekelompok orang atau bangsa, agar bisa dimasuki ajaran Budha. Sikapnya itu kadang-kadang mengejutkan dia sendiri. Maka, suatu ketika tersebarlah kabar bahwa di Hong Kong Lama Yeshe melepaskan jubahnya agar bisa masuk ke klub malam. Ia ingin memahami jalan pikiran orang-orang Barat yang suka membuang waktu di tempat remang-remang dan bising itu. Ia pun suka menaruh pesawat terbang mainan di altarnya. Alasannya, begitu kata orang, benda "keramat" itulah yang memungkinkan dia menemui murid-muridnya di seluruh dunia dalam waktu singkat. Di antara pengagumnya adalah suami-istri Paco dan Maria Torres dari Spanyol. "Sebenarnya saya tertarik pada Budhisme karena para pengikutnya tampak begitu tenteram dan damai," tutur Maria kepada Vicki Mackenzie, wartawan majalah Asia Magazine. Paco, suaminya, seorang pekerja konstruksi, mengaku pernah bertemu dengan sejumlah biksu dari Tibet. Tapi ia merasa belum tertarik pada Budhisme. "Sampai saya bertemu dengan Lama Yeshe," tutur Paco, kini 37 tahun. "Tak pernah sebelumnya saya bertemu dengan orang seperti dia. Seorang pendeta yang kaya humor, bijaksana, dan penuh kasih. Saya tak tahu apa yang terjadi, tapi saya telah tersentuh begitu dalam." Pertemuan itu terjadi pada 1977, ketika Maria berusia 24 tahun dan belum punya seorang anak pun. Dan entah kenapa, Lama Yeshe menyarankan kepada suami-istri itu untuk mendirikan sebuah wihara di Spanyol. "Tak terpikirkan oleh saya untuk menjalani hidup ini dengan lebih baik selain menerima usul Lama Yeshe," tutur Maria, ibu lima anak (termasuk si bungsu Osel). Dan berdirilah wihara itu di bukit Sierra Nevada, di daerah Granada, Spanyol Selatan. Dalai Lama sendiri yang memberi nama tempat ibadat baru itu: Osel Ling, maknanya, Kota yang Bersinar Terang. Hingga tahun 1984, semuanya berjalan rutin. Suami-istri Paco-Maria mengelola Wihara Osel Ling dengan kesungguhan hati. Pada tahun itu empat anak, laki-laki dan perempuan, lahir. Lalu datanglah kabar dari California, Lama Yeshe wafat karena serangan jantung, pada 3 Maret 1984. Biksu kepala itu baru 49 tahun ketika itu. Wihara-wihara Budhisme Tibet pun mengadakan upacara duka, juga di Kota yang Bercahaya Terang. Sekitar dua bulan kemudian Maria bermimpi. "Saya berada di sebuah katedral besar. Sekitar 1.000 orang berada dalam gereja Katolik itu. Lama Yeshe memanggil saya. Ia menuntun saya menuju kolam air, lalu memasukkan kepala saya ke dalam air. Air pun masuk lewat hidung dan mulut. Suatu perasaan aneh menjalar, dan saya terbangun. Saya merasa Lama Yeshe berada di samping saya." Beberapa hari setelah mimpi, Maria hamil, padahal selama ini ia memakai alat kontrasepsi. "Saya kaget. Keempat anak saya waktu itu masih balita semua, bahkan si bungsu baru berusia lima bulan," katanya. Kepada suaminya Maria bergurau, "Ah, siapa tahu Lama membutuhkan seorang ibu." Osel lahir di rumah sakit pemerintah di Granada, ketika guntur bertalu-talu di angkasa daerah itu. Konon, kelahirannya begitu lancar. Maria hanya berkontraksi sekali, dan tanpa rasa sakit. Bayi itu lahir dengan mata terbelalak memandang ke kiri dan ke kanan seperti mencari sesuatu. Tak lama Paco memberi selamat istrinya, dan katanya, anak kelima mereka itu akan diberi nama Osel. Sebab, wajahnya seperti bercahaya. "Osel memang istimewa," tutur Maria. "Ia sangat tenang dan tak takut sendirian. Tidurnya begitu nyenyak, tak terusik oleh keributan di rumah. Sering kali saya begitu sibuk di dapur dengan kakak-kakaknya, dan saya baru ingat belum menyusuinya. Saya buru-buru ke kamar dan menemukan dia sudah bangun, tidak ribut tidak pula menangis. Ia seperti menunggu dengan penuh kesabaran." Dan makin hari makin jelas bahwa Osel memang berbeda dengan kanak-kanak pada lazimnya. Pada usia satu tahun, tutur Maria, anak bungsunya itu seperti mampu berkonsentrasi sebagai orang dewasa. Ia bisa duduk dengan tenang selama satu jam penuh menonton film video. Bila orangtuanya memutarkan film tentang Dalai Lama, duduknya seperti penuh konsentrasi. Bahkan kadang-kadang ia menangkupkan kedua telapak tangannya, menirukan Dalai Lama sembahyang. Tapi bila itu film kartun atau tentang binatang-binatang, Osel seperti resah, meski tetap menontonnya. Sementara itu, Lama Thubenzopa, beberapa hari setelah upacara pembakaran Mendiang Lama Yeshe, pun mulai mencari titisan sang biksu. Menurut Piero Cerri, seorang biksu Italia -- ia membantu Lama Thubenzopa mencari titisan Lama yeshe -- saat upacara pembakaran itu Lama Thubenzopa melihat isyarat-isyarat pada saat api menyala dan tanda-tanda di abu pembakaran. Enam bulan setelah Lama Thubenzopa bertemu Osel, ia yakin bahwa anak itulah titisan Lama Yeshe. Namun, 10 nama anak-anak yang diduga ketitisan biksu yang kontroversial itu ia kirimkan kepada Dalai Lama untuk dipilih. Dan ternyata Dalai Lama menyebut Osel. Ujian pun segera dilakukan. Pada Mei tahun lalu Osel Hita dibawa ke Dharmasala. Ajaib, pertama kali dipertemukan dengan pimpinan tertinggi Budhisme Tibet itu, Osel langsung berjalan ke meja, mengambil sekuntum bunga, lalu dipersembahkan kepada Dalai Lama. Kemudian oleh Dalai Lama ia diminta mengambil mala milik Mendiang. Ia mengambil barang yang benar, lalu memasangnya di kepalanya. Padahal, perintah itu diberikan dalam bahasa Inggris, dan si kecil Osel tentunya tak memahami bahasa itu sama sekali. Esoknya, ketika anak Spanyol itu diminta mengambil ikat pinggang milik Mendiang, pun ia melakukan dengan benar. Mula-mula, ketika pertama kali diberi tahu bahwa anak bungsunya merupakan reinkarnasi dari Lama Yeshe, Maria sungguh tak percaya. Tapi hatinya berdebar-debar, mungkinkah ia akan tercatat dalam sejarah Budhisme sebagai ibu yang melahirkan salah seorang guru? Setelah ujian di Dharmasala, baik Maria maupun Paco yakin sudah. Lalu, suami-istri yang mengenal baik Mendiang Lama Yeshe baru menyadari si kecil Osel sering kali mengusap-usapnya gundulnya sendiri dengan kedua tangan, persis kelakuan Mendiang. "Juga, bila dikasih jeruk, ia isap airnya, lalu ia buang dengan gerak mirip guru," tutur Maria. Dan yang sangat meyakinkan Maria, ketika mereka pergi ke Amerika Serikat. Osei ditemukan dengan Geshe Lama, pendeta yang sangat disegani oleh Lama Yeshe. Tiba-tiba Osel diam. Lalu ia mengangkat sebelah tangannya ke kepala, kemudian ia menjatuhkan diri ke tanah. Berdiri lagi, lalu menjatuhkan diri lagi. Ketika mengunjungi sebuah kuil di India, Osel melakukan cara berjalan yang tepat: mengelilingi kuil searah jarum jam, kemudian berdiri tegak diam, sebelum meninggalkannya. Kemudian Maria pun ingat pertemuan terakhirnya dengan Mendiang Lama Yeshe. Waktu itu, tuturnya kepada Lama Thubenzopa, guru berkata, "Saya tahu betapa engkau berdua telah bekerja keras untuk wihara ini. Sampai mati aku akan selalu teringat kepada kalian. Inilah tempat yang begitu indah, yang mengingatkanku pada Himalaya. Suatu waktu nanti aku akan tinggal beberapa tahun di sini. Kita punya tugas yang berkaitan dengan karma." Suatu perubahan memang tiba-tiba saja terjadi pada keluarga Torres. Wartawan silih berganti menemui mereka. Maria mengaku, setelah Osel lahir ia merasa makin bahagia. Dan kini, setelah ia yakin bahwa anaknya merupakan reinkarnasi dari sang guru, Maria agak bingung bagaimana harus mengasuh Osel. "Tapi saya 'kan masih ibunya. Bila Osel nakal, saya pun marah," katanya. Yang jelas, anak itu memang lain. "Ia begitu perasa," tutur Maria. Maksudnya, bila orang-orang berjubah yang merubung dia, Osel pun bersikap bagaikan seorang biksu: tenang, tak rewel, paling kadang-kadang tertawa. Bila kakak-kakaknya atau tetangga yang berada bersamanya, ia pun seperti kanak-kanak umumnya. Kini Maria telah mantap. Ia akan mengasuh Osel seperti adanya. Saya yakin orang tak bisa membentuk anaknya seperti yang ia inginkan kecuali itu memang sesuai dengan kemampuan dan kemauan si anak," katanya. Tapi, memang, keluarga Torres telah bersiap-siap untuk pindah dari kedamaian bukit Sierra Nevada, yang tiap hari menggemakan musik dari kaki Himalaya, yang membuat Lama Yeshe berniat tinggal di sini. Mereka akan bermukim di Biara Kopan, di luar Kathmandu, Nepal. Inilah pusat pendidikan Budhisme Tibet di kaki Himalaya yang didirikan oleh Lama Yeshe pada 1969, yang kini dipimpin oleh Lama Thubenzopa. Di sini, Osel akan bergaul dengan 83 biksu yang tinggal di Wihara. Ia akan dididik sendiri oleh Lama Thubenzopa, murid utama Mendiang Lama Yeshe itu. Kabar akan datangnya Osel, reinkarnasi dari Lama Yeshe, tentu saja, sudah tersiar di antara penghuni Biara Kopan. Murid-murid baru, remaja belasan tahun, konon begitu senang akan belajar bersama seorang anak yang nanti bakal jadi pemimpin mereka. Tapi setelah ada penjelasan dari para guru di Kopan, kegembiraan itu agak surut. Kata Tenzing Zopa, yatim piatu berusia 12 tahun, yang baru beberapa lama di Kopan, kepada wartawan kantor berita Reuters, "Wah, ternyata, Osel tak boleh diajak bermain-main. Ia di sini hanya akan belajar." Temannya, Losang Mingma, 14 tahun, menambahkan, "Osel akan mendapat banyak petunjuk di sini, dan Osel akan menjalani hidup yang berat." Hidup yang berat, mestinya, sesuatu yang relatif. Yang pasti, memang direncanakan Osel akan tinggal di Biara Kopan sampai usia lima tahun. Sesudah itu ia akan menuntut ilmu di Biara Sera, biara besar di India Selatan, sampai usia 18. Itu berarti, masa remaja sebagaimana lazimnya, tak akan dialaminya. Osel akan berada di tengah-tengah kitab-kitab, bau dupa, dan kesunyian kamar studi. Tapi, itu semua boleh berlangsung bila tanda dan isyarat-isyarat yang kini muncul benar adanya. Seperti kata Dalai Lama sendiri, bukti nyata bahwa Osel merupakan reinkarnasi Lama Yeshe akan terjadi nanti setelah si kecil dari Spanyol itu bisa berbicara. "Saat itu ia akan langsung berbicara siapa dia sebenarnya," tutur Maria menirukan kata-kata Dalai Lama. Ternyata, tak semua masyarakat Budhis menerima berita ini dengan gembira. Terselip rasa cemburu, mengapa Osel yang dianggap reinkarnasi Lama Yeshe begitu dibesar-besarkan oleh media massa. Lama Yeshe bukan pimpinan tertinggi Budhisme Tibet. Ia cuma salah seorang dari sejumlah pimpinan, kata mereka. Sementara itu, anak yang kini diakui sebagai reinkarnasi Tri Chang Rimpoche, guru Dalai Lama yang sekarang, yang ditemukan beberapa tahun lalu dilewatkan oleh berita-berita. Apakah itu karena titisan Tri Rimpoche ditemukan dalam keluarga Tibet, sementara Osel adalah orang Barat, maka anak Spanyol itu perlu diliput oleh pers dunia -- begitu suara-suara terdengar. Terlepas dari suara-suara itu, Lama Yeshe sebenarnya bukan biksu sembarangan. Sudah sejak ia menjadi murid di Biara Sera, di Kartaka, India Selatan, Thubten Yeshe dikenal sebagai biksu yang brilyan. Ia, sejak kecil, memang sangat memperhatikan orang-orang Barat. Tak heran, lebih dari biksu-biksu yang lain, ia dikenal luwes dalam mengajar dan berdialog dengan pengikut Budhisme yang datang dari negeri-negeri Eropa dan Amerika. Setelah mendirikan Biara Kopan pada 1969, dua tahun kemudian ia mendirikan yayasan untuk memelihara tradisi Mahayana. Inilah gagasan besar untuk menyatukan umat Budha sedunia. Yayasan tersebut punya jaringan yang menghubungkan perguruan-perguruan Budhis, biara-biara, wiharawihara di seluruh dunia. Ide pokoknya, memang, seperti tertulis dalam brosur yayasan tersebut, "menyatukan ajaran Budha di Timur dan Barat". Siapa tahu Lama Yeshe merupakan jawaban ramalan yang muncul 12 abad lalu. Yakni ketika Padmasambhava, orang suci Budhis yang menyebarkan Budhisme pertama kali di Tibet pada abad kedelapan, menyatakan, "Ketika burung-burung besi beterbangan dan kuda-kuda berlari di roda-roda, maka orang-orang Tibet akan terpencar ke seluruh permukaan bumi. Saat itulah Dharma pun akan sampai di negeri orang merah." Negeri orang merah, tentunya boleh ditafsirkan sebagai negerinya orang Indian, yang kini disebut Amerika itu. Keterpencaran itu, tentunya, bisa berarti juga keterpecahbelahan. Dengan kalimat lain, itu bermakna juga kelemahan. Maka Lama Yeshe lalu mendirikan yayasan penyelamat, yang kini berusia 16 tahun sudah. Agak susah ditebak di belakang penyelamatan ajaran Mahayana, adakah maksud lain dari biksu kontroversial yang suka ketawa itu? Dan Lama Yeshe keburu meninggal. Lalu, tugas itu kini akan jatuh di pundak Osel Hita Torres? Mestinya demikian. Maria Torres, ibu si kecil itu, pun menyadari hal itu. Tapi Maria tak ingin, seperti telah disebutkan, mengistimewakan Osel. Bahkan, ia pun menolak tradisi lama dalam hal mendidik anak-anak yang dianggap reinkarnasi tokoh-tokoh Budhisme Tibet. Ia tak ingin berpisah dengan Osel. Ia tak ingin Osel sendiri di biara, jauh dari keempat kakak dan ayah-ibunya. Setidaknya, kata Maria, sejauh Osel sendiri membutuhkan keluarganya. Maria, sebagai pengikut Budha, memang bahagia dipilih sebagai ibu dari reinkarnasi Lama Yeshe, tokoh yang dikaguminya. Tapi ia merasa belum siap, bila seluruh dunia dalam waktu dekat ini memandangnya sebagai ibu yang terpilih itu, katanya. Dan ia yakin, Lama Thubenzopa tak akan marah atas sikapnya tersebut. Biksu kepala yang segera menjadi tutor dari si kecil Osel itu, Maria yakin, tak akan mengecewakan dia. Bagaimana seandainya kemudian terbukti bahwa Osel bukan reinkarnasi dari Lama Yeshe? Maria tak mau menjawab. Ia hanya yakin bahwa yang terjadi padanya -- dan keluarganya -- tentulah bukan sesuatu yang buruk. Sekarang saja, sejumlah pengikut Budha di Amerika telah membuka rekening bank untuk membiayai pendidikan Osel, nanti, di Harvard. Wanita Spanyol ini percaya, seandainya Budhisme memang ada artinya di Barat, itu berarti mesti ada penyesuaian secara kultural. Dengan kata lain, bila pemimpin Budhisme untuk Barat orang Barat itu sendiri, tentulah lebih pas daripada bila pemimpin itu bukan orang Barat. Konon, itulah gagasan Lama Yeshe mendiang. Dan, seandainya nanti tugas itu memang jatuh di pundak Osel, ini tak akan sekadar bermakna keagamaan. Boleh jadi di situ percaturan politik pun muncul. Yakni perjuangan Dalai Lama kembali ke Tibet memperoleh jalan. Sebab, di Dharmasala, Dalai lama tak cuma mengurusi Budhisme. Dalai Lama di Tibet juga sekaligus pemimpin negara. Ia terusir oleh serbuan Cina pada 1959. Bila Tibet waktu itu mudah dipukul Cina -- kata orang-orang muda Tibet pelarian di India -- itu karena dulu negeri itu lebih banyak memiliki biksu dan biksuni daripada orang-orang profesional di bidang lain. Itu sebabnya, Osel pun kini disiapkan mendapat pendidikan di Harvard, misalnya. Dan bila nanti dia sukses mengembangkan Budhisme Tibet di Eropa dan Amerika, praktis, dukungan terhadap Dalai Lama akan merupakan satu kekuatan yang tak bisa diabaikan. Siapa tahu, Osel Hita Torres memang menjadi jalan kembali Dalai Lama ke Tibet, negeri "atap dunia" yang kini dikuasai pemerintah asing.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus