PENGGEMAR Srimulat mungkin bisa menangis mendengar kabar Bagus
Sutikno meninggal. 10 Oktober lalu, si gundul, kerempeng dan
penyakitan itu masih main dalam malam perdana panggung Srimulat
di Taman Ria Remaja Senayan, Jakarta. Dengan sisir besar ia
tampil, menderaikan tawa ratusan penonton.
"Saya sangat kehilangan," kata Teguh, pimpinan Srimulat.
"Setelah main malam itu ia makan dua piring rujak. Keesokan
harinya sakit perut. Saya bawa ke RS Sumberwaras. Tapi ia
muntah-muntah ketika dibawa balik ke Wisma Seni di TIM. Lalu
Tikno kami bawa ke RS Cipto. Dokter bilang, ia harus
dioperasi--usus buntu."
Sutikno ketakutan. Ia lari pulang, padahal sedang diinfus. "Kami
membujuknya agar kembali ke RS. Tapi ia malah terjun ke sungai
itu," kata Teguh sambil menunjuk k'olam di belakang panggung
Srimulat. Tikno mau diopname di RS Sumberwaras. Tapi di sana tak
ada tempat, semua kamar penuh. Terpaksa Teguh dan kawan-kawan
membawanya ke Wisma Srimulat di Palmerah. Senin 12 Oktober
dinihari ia meninggal. "Saya kaget sekali," kenang Teguh yang
mengenal Sutikno sejak 1975.
Bagus Sutikno lahir sebagai Tan Tiong Tik di Yogya, 10 November
1948. Kelas 4 SD masuk Islam dan dibesarkan oleh ibunya, yang
setelah bercerai dari ayahnya bekerja sebagai pembantu rumah
tangga. Dari kecil Tikno menderita penyakit paru-paru. Berat
badannya yang hanya 42 kg dengan tinggi 160 cm, memberinya gelar
"Panji Tengkorak".
"Tikno pendiam dan berjiwa sosial. Ia tidak pernah memikirkan
dirinya sendiri," kata Teguh. "Punya uang seribu rupiah,
diberikan semua jika ada yang minta." Tikno yang bergaji Rp
2.500 semalam itu meninggalkan seorang anak dan seorang istri di
Solo.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini