Meninggal dunia

DI salah satu kamar museum Radyapustaka di Surakarta, sudah sejak beberapa tahun terpasang sebuah potret pria berkumis lebat putih. Tokoh zaman lampau yang sudah meninggal? Bukan. Itu potret Kangjeng Gusti Pangeran Harya Hadiwidjojo, budayawan besar dari lingkungan istana Surakarta, yang baru wafat 2 Oktober yang lalu dalam usia 93 tahun. Sejak upacara "tumbukwindu"-nya lima tahun yang lalu -- yakni ketika ulangtahunnya ke-88 dirayakan dengan meriah --Pangeran tua didikan Universitas Leiden, pencipta tari dan penulis buku yang banyak amalnya di bidang pendidikan ini praktis tak terdengar di publik. Dengan meninggalnya, namanya muncul kembali. Jemaahnya dimakamkan di makam kerajaan Imogiri dengan diiringi ribuan orang. Hadiwidjojo bagi generasi muda setempat mungkin hanya dikenal karena beberapa rumahnya di kompleks kraton direlakannya jadi gedun SMA, SMP, SMEP dan SD. Gang-gang dalam kompleks itu jadi ramai oleh para pelajar dari berbagai kalangan. Pendopo Hadiwidjajan sendiri dulu ditempati oleh perguruan tinggi Saraswati yang didirikannya, yang kini bergabung dengan Universitas 11 Maret. Hadiwidjojo yang kini almarhum dengan demikian menyusul Hadiwidjaja yang terdahulu, Sultan Pajang di abad ke-16, yang menurut buku Ibu Sutowo kdrangan Mara Karma juga merupakan leluhur bekas Dir-Ut Pertamina itu.