Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tokoh

Menyelamatkan Akun

ASMARANI Rosalba kini sangat akrab dengan media sosial.

2 Maret 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dalam sehari, penulis novel dan cerita pendek yang dikenal dengan nama Asma Nadia ini bisa mengunggah banyak hal di akun Instagram dan Twitternya.

Padahal dulu, ketika media sosial itu baru muncul, Asma, 48 tahun, tak melirik untuk bergabung. Ia telah menemukan jejaring sosial untuk berinteraksi dengan komunitas dan pembacanya: Yahoo! Groups dan Multiply—yang kini menjelma menjadi situs perdagangan elektronik. Ia juga sedang sibuk dengan pekerjaan.

Kakaknya, Helvy Tiana Rosa, yang melihat keengganan Asma, akhirnya turun tangan. Helvy, yang juga penulis, mendaftarkan Asma di Twitter dan Instagram beberapa tahun lalu. Ia khawatir ada orang lain yang menggunakan nama akun @asmanadia lebih dulu, sehingga adiknya tak bisa memakai akun tersebut. “Mbak Helvy yang nyelametin,” ujar Asma, Kamis tiga pekan lalu.

Ia langsung tancap gas setelah Helvy mendaftarkan namanya. Tokoh Perbukuan Islam 2012 ini sering membagikan kegiatan hariannya menjadi pembicara dalam berbagai acara, pengalamannya melancong ke negara lain, atau momen kebersamaannya dengan keluarga. Asma biasanya menuliskan caption panjang buah pemikirannya. Akun Instagram Asma kini diikuti 753 ribu akun, sementara Twitternya 810 ribu.

Belakangan, ia merambah YouTube. Asma tak mau menyia-nyiakan lahan untuk membagikan ide-idenya di berbagai media sosial tersebut. “Sosmed itu menurut saya semacam Toa atau mikrofon besar yang menjembatani apa yang ada di pikiran, hati kita. Itu harus diperjuangkan,” katanya.


 

Daniel Von Rege. TEMPO/Ratih Purnama

 

Disangka Dokter

DI mana-mana, Daniel von Rege, Country Director Médecins Sans Frontières (MSF) untuk Indonesia, dipanggil “dokter”. Maklum, secara harfiah, organisasi nirlaba yang berdiri sejak 1971 di Jenewa itu berarti dokter lintas batas.

Hampir dalam setiap pertemuan, Von Rege mengatakan, titel “dokter” selalu tertera pada papan namanya, bahkan pernah “profesor”. Kalau sudah begitu, dia cuma tertawa. “Saya lalu mengabari istri, yang dokter betulan,” kata pria asal Jerman itu saat berkunjung ke kantor Tempo, Senin dua pekan lalu.

Von Rege mengatakan sebutan “dokter” untuknya tidak salah-salah amat. Hilir-mudik ke berbagai negara di Afrika sejak 2015, dia kerap berada dalam situasi darurat sehingga harus membantu para dokter lintas batas, dari operasi persalinan sampai pembedahan luka tembak. Sembari berkelakar, dia menyebutkan pekerjaan dokter mirip-mirip tukang leding. “Untuk mencegah perdarahan di sana, kita harus menekan di sini,” ujar pakar pembangunan dan komunikasi internasional dari Roskilde University, Denmark, itu.

Kenyang di wilayah konflik, Von Rege ditempatkan MSF di Jakarta sejak Agustus 2017. Dia hadir dalam setiap musibah besar, seperti gempa di Sulawesi Tengah dan tsunami di Selat Sunda. Di luar tugas kebencanaan, MSF mengkampanyekan kesehatan reproduksi perempuan untuk menekan tingginya angka kematian ibu melahirkan di Banten. Di sana pun dia dipanggil “Dokter Daniel”.

 


 

Haidar Bagir. TEMPO/Hilman Fathurrahman W

 

Berkat Puisi Rumi

HAIDAR Bagir, 62 tahun, sudah berkali-kali membahas puisi Jalaluddin Rumi. Gara-gara puisi penyair dari Persia itu pula, pendiri penerbit Mizan ini bisa menjembatani anak buahnya yang sedang jatuh hati.

Kepada Haidar, pegawai laki-laki itu mengaku sedang naksir seorang perempuan, tapi tak berani menemui, apalagi mengungkapkan isi hatinya. Karyawannya itu memilih memperhatikan perempuan tersebut lewat akun media sosial. “Dia bingung bagaimana cara mendekatinya,” ujar Haidar saat meluncurkan buku ketiganya tentang Rumi, Dari Allah Menuju Allah, Kamis tiga pekan lalu.

Suatu ketika, lelaki itu menemui Haidar membawa salah satu buku karangan Haidar tentang Rumi. Ia meminta Haidar menuliskan kata-kata di dalam buku itu untuk pujaan hatinya. “Saya tulis, ‘Aku memilih mencintaimu dalam diam, karena dalam diam tak ada penolakan’. Seneng, tapi enggak berani ketemu,” tutur lulusan Centre for Middle Eastern Studies, Harvard University, Amerika Serikat, itu.

Beberapa hari kemudian, kiriman buku itu mendapat sambutan. Si perempuan membagikan gambar buku tersebut di media sosial dan mengatakan pemberian itu sangat manis. Padahal ia tak mengenal siapa pemberinya.

Singkat cerita, perempuan itu akhirnya menerima lamaran pegawai Haidar. Pasangan tersebut menikah pada 17 Februari lalu. “Saya diminta memberikan nasihat pernikahan untuk laki-laki itu, yang berhasil nggombalin memakai puisi Rumi,” ucap Haidar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus