Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tokoh

Merayakan kawin emas

Affandi, 75, merayakan kawin emas dan menikahkan putri pertama dari istri keduanya di gedung lpp, yogyakarta. suasana pesta tetap berbau seniman. suasana pesta tetap berbau seniman. (pt)

7 Agustus 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SAMBIL memegangi tangan muridnya itu, Affandi menunjuk ke langit, sambil bilang: bulannya bulat sekali. Si murid tentu saja ikut mendongak, dan tiba-tiba, cup, Affandi berhasil menciumnya. Itulah yang terjadi di suatu malam terang bulan di tahun 1932, di kawasan Petojo, Jakarta. Waktu itu pelukis tenar Affandi masih nyambi menjadi guru membaca dan menulis latin anak-anak madrasah. Marjati, nama murid itu, memang tak lama kemudian menjadi istri Affandi. Dan 50 tahun kemudian, tepatnya 27 Juli yang lalu, di gedung LPP, Yogyakarta, mereka merayakan kawin emas. Acara ini agak istimewa: Affandi malam itu sekaligus menikahkan putri pertama dari istri keduanya. Tak heran bila pelukis yang sudah 75 tahun itu, untuk pertama kalinya, muncul secara lain. Ia berbaju beskap hitam, berkain truntum, berblangkon gaya Solo, dan berselop hitam --pakaian Jawa komplit, cuma kurang sebilah keris. Dan istrinya, 67 tahun, yang dikecup pertarna kali di malam terang bulan itu, mengenakan kain dengan motif yang sama dan berkebaya hitam berkembang merah jambu. "Berpakaian seperti ini rasanya seperti kehilangan kebebasan," kata pelukis itu. "Tapi anak-anak senang, yah, sekali-sekali bolehlah." Dalam acara resmi, Affandi biasanya hanya bersarung pelekat, berbaju barong, dan bersendal. Tapi suasana pesta tetap berbau seniman. Tampak pelukis Wahdi yang terbata-bata memberi sambutan. Terlihat juga novelis Nh. Dini, budayawan Umar Kayam, sastrawan Ayip Rosidi dan Ramadhan K.H., pelukis Hendra, dan sejumlah seniman Yogya di antara 500 undangan. Ada pula yang menyumbang acara: Bagong Kussudiardjo menyumbang tari Yapong, lalu ada sumbangan tari Bali dan jaipongan. Cucu pertama Affandi sendiri, Helti putri Kartika, mempertunjukkan gubahannya, sebuah drama-tari yang mengisahkan sekelumit perjalanan hidup kakeknya. Sementara itu di rumah Affandi, di pinggir Sungai Gajah Wong, ada pergelaran wayang kulit semalam suntuk. Dalangnya, Ki Timbul Hadiprayitno, mengambil cerita lahirnya Wisanggeni -- dalang dan lakon favorit Affandi. Untuk pergelaran wayang ini rupanya tiada kompromi bagi Affandi. Konon anak-cucunya minta lakon Gatotkaca Krama.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus