SIAPA tidak kaget. Komandan Tekab (Tim Khusus Anti Bandit)
Kotamadya Medan, Letda Pol. Mohammad Samin ditangkap di rumahnya
oleh beberapa rekannya dari Provost Kodak II Sumatera Utara.
Terlebih kaget lagi seorang janda, Murni Beer, tetangga
dekatnya. Sebab Samin diduga terlibat pembunuhan suaminya, Abdul
Majid, seorang guru dan dosen bantu (Bahasa Inggris) di IAIN
Medan. "Pak Samin itu saya tahu selama ini orang baik," kata
Murni.
Samin, yang dikenal getol menguber-uber bandit Medan itu,
diciduk atas perintah Kadapol II Sum-Ut, Brigjen. Pol. Hudioro,
14 Juli lalu. Penangkapan dilakukan setelah pengusutan polisi
atas kematian Abdul Majid September tahun lalu akhirnya
mengarah ke Samin. Bersama Samin, ikut pula diambil anak
buahnya, Serma Pol. Patman. "Erat hubungannya dengan soal
cinta," penjelasan Hudioro kepada TEMPO, tentang motif
pembunuhan tersebut.
Cinta siapa-siapa? Tak jauh-jauh: hubungan cinta itu terjalin
antara istri Samin, Saidah, dengan putra sulung alm. Abd Majid,
Saleh. Kisah cinta antar-tetangga itu rupanya tercium oleh
Samin.
Ibu lima orang anak, Saidah, 32 tahun, ada mengaku kepada TEMPO.
Katanya, ia memang jatuh cinta kepada anak tetangganya, Saleh,
19 tahun. Perkenalan pertama terjadi ketika Saidah pindah ke
Jalan Karya Bakti itu tiga tahun lalu. Kebetulan nyonya polisi
yang suka bersolek dan berpembawaan lincah itu gemar main
volley. Sedang di kampung itu Saleh dikenal sebagai bintang klub
volley. "Saya tidak mengerti kenapa saya bisa jatuh hati sama
anak kurus cacingan itu. Cari uang lima perak saja ia belum
bisa," kata Saidah kemudian. Sebab itu ia curiga sudah
"diguna-guna" anak tamatan SMA itu.
Saleh sendiri, yang juga diperiksa, pun mengaku sudah lama
menjalin hubungan dengan istri komandan Tekab itu. Bahkan sudah
puluhan kali mereka melakukan perbuatan seperti suami-istri.
Kesempatan yang berulang-ulang itu (41 kali, katanya) didapatkan
anak muda itu karena Samin sering beroperasi malam dan biasa
pulang menjelang subuh. Tapi ada alasan Saleh yang lain: "Bapak
bisa maklum: orang tua saya hanya memberi uang jajan seratus,
dari Saidah saya dapat ribuan." Maka berteriaklah ibunya, Murni
Beer yang tadi "Ya Allah, Ya Tuhanku, rupanya anakku tidak
perjaka lagi!"
Toh sebenarnya Murni bukan tidak curiga, antara anaknya dan
Saidah "ada apa-apanya". Ia malah pernah menasihati Saidah,
ketika perempuan itu sering menjemput anaknya ke rumah: "Kau
sudah punya anak. Suamimu orang berpangkat. Kaya lagi. Kalau Pak
Samin tahu, ia bisa menembak kalian."
Tentu saja kedua anak manusia itu tidak acuh. Itu sebabnya,
Salehlah akhirnya yang dimarahi orangtuanya. Lalu dipindahkan ke
Aceh -- September 1981. Apalagi ketika itu Samin sudah mencium
hubungan istrinya dengan Saleh. Malah dua kali Samin menemui
Abdul Majid, memintanya menasihati anaknya yang lagi dimabuk
setan itu. Pasal hubungan Samin sendiri kemudian dengan
istrinya, tidak dituturkan.
Hanya tidak begitu mengherankan bila kemarahan Samin belum habis
walau Saleh sudah dipindahkan. Menurut pemeriksaan Kodak II,
akhirnya Samin mengambil keputusan menghabisi Saleh. Begitulah.
Caranya: 26 September 1981 itu, ayah Saleh, Abdul Majid, dicegat
sepulang dari mengajar oleh Samin bersama tiga anak buahnya.
Majid digiring masuk Toyota Hardtop. Digebuki -- diminta
menunjukkan tempat anaknya di Aceh. Tapi anehnya, setelah
berkeliling Aceh, tempat Saleh tidak ditemukan. Diduga dosen
IAIN itu tidak ingin menunjukkan tempat anaknya. Maklum.
Orangtua mana yang tega? Sebab itu sesampai kendaraan di
Tanjungmorawa, sekitar 25 km dari Medan, Samin rupanya tak lagi
bisa menguasai diri. Majid ditembak. Mayatnya, kemudian, dibuang
di Sialangbuah, 70 km Medan.
Kematian Majid nyaris dianggap korban perampokan tak dikenal --
oleh polisi Kotabes Medan. Sebab di mayat korban tidak ditemukan
jam tangan maupun cincin emas yang selalu dipakainya. Toh
pengaduan Murni ke Tekab Medan ternyata disimpan saja di laci
komandan -- Samin sendiri. Begitu pula tiga kali tim polisi
Kotabes Medan dibentuk untuk mengusut kasus itu, tiga kali
gagal. Pelaku pembunuhan itu baru bisa dibikin nongol setelah
kasus itu diambilalih oleh Kodak II Sum-Ut. Lima pistol milik
anggota Tekab Medan, yang dicurigai, dikirim ke laboratorium
Mabak Jakarta. Ternyata salah satu di antaranya, milik Serma
Patman, cocok dengan peluru yang menembus kepala Abdul Majid.
Patman dipemeriksaan polisi mengaku. Ia ikut di mobil yang
dipakai Samin ketika membunuh Majid. Dalam perjalanan itulah
pistol Patman dipinjam Samin, dan ditembakkan ke kepala Majid.
Samin sendiri, ketika ditemui TEMPO cuma bilang: "Saya tidak ada
apa-apa." Ia sedang dalam pengawalan petugas Provost Kodak II
Medan.
Benar atau tidaknya Samin melakukan pembunuhan, tentunya
wewenang Mahkamah Militer untuk membuktikannya. Yang jelas sejak
awal Juli lalu, sebelum penangkapan, Samin dicopot dari
kedudukannya sebagai Komandan Tekab Kotabes Polri Medan. Ia
sebenarnya komandan yang disenangi anak buahnya. Tidak pernah
marah. Suka bercanda. Dan mau membagi rezeki kepada anak buah,
kata seorang anggotanya yang memuji. Tapi -- oh, Saidah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini