LAKSAMANA Pertama Teddy Asikin Natanegata lahir di Sukabumi, 47
tahun lalu. Lulusan Den Helder Belanda tahun 1954, Teddy
kemudian mendapat pendidikan militer laut di berbagai negara.
Tahun 1959 mengikuti pendidikan kapal selam di Polandia. Tahun
1961 dikirim ke Rusia untuk belajar jadi komandan kapal selam.
Tahun 1968 ke Amerika Serikat. Dan dua pertiga masa dinasnya di
Angkatan Laut dilewatkannya di lautan.
Teddy pernah pula jadi komandan kapal-kapal selam KRI Cakra dan
KRI Tri Sula. Dia pula yang memimpin Skwadron 41 kapal selam,
dan terakhir jadi Pangdaeral II yang menguasai lima wilayah
perairan propinsi -- selama 2 tahun 2 bulan dan 15 hari. Di
Kepulauan Riau, Teddy dianggap sebagai pimpinan yang punya rasa
belas kepada penyelundup teri. ("Salah sih salah, tapi mereka
perlu hidup," demikian dia berujar) tapi tidak ada ampun dan
maaf bagi penyelundup kakap.
Dia kini dipindahkan ke Jakarta jadi Pangdaeral III. Di
Gelanggang Remaja Jakarta Utara, untuk sekalian pesta perpisahan
buat Pangdaeral III yang lama (Laksa Prasodjo Mahdi), Teddy
memperkenalkan isterinya yang dokter. Ieluaran Erlangga. "10
tahun isteri saya belajar ilmu kedokteran, baru tamat" kata
Teddy. "Maunya dia jadi spesialis tapi karena mengikuti saya
terus niatnya tidak pernah kesampaian."
Teddy, yang selalu marah kepada para perwira AL sekarang yang
berdandan sepatu tinggi dan ikat pinggang lebar, punya sepasang
anak laki perempuan. Teddy tetap beragama Islam. Isterinya,
Indriani (anak Prof. Inkiriwang) beragama Protestan. Kedua anak
mereka turut agama sang ayah. Sebelum dengan Indriani, Teddy
mempunyai isteri lain. Rupanya sang isteri tidak tahan ditinggal
melaut. Wanita itu adalah Sitawati Sudjono, yang ayahnya nanti
akan jadi saksi utama dalam perkara Sawito.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini