LAIN maunya mempelai, lain lagi maunya rakyat. Maka, di Pakistan Jumat pekan lalu pesta di mana-mana. Terutama di jalan-jalan ibu kota Karachi, ratusan orang menari dan menabuh genderang sejak subuh. Itulah kegembiraan rakyat Pakistan menyambut perkawinan pemimpin oposisi Benazir Bhutto, pemimpin Partai Rakyat Pakistan dan putri almarhum PM Ali Bhutto. Benazir, yang kehadirannya selalu mengundang massa, sebenarnya menginginkan sebuah pesta sederhana. Tapi para pendukungnya rupanya tak rela bila kesempatan ini berlangsung dengan adem. Lihat saja, ketika Benazir, yang semampai dengan gaun berenda putih, didampingi pengantin pria Asif Ali Zardari muncul di jalan dalam iringan-iringan menuju tempat pesta yang diadakan di salah satu taman Kota Karachi. Rakyat Pakistan memenuhi pinggir jalan, sorak-sorai dan bunyi genderang bersahut-sahutan. Lalu bak sebuah pesta kampanye, di luar gedung balon udara dengan slogan-slogan politik diterbangkan. Tak disebut-sebut apakah rezim yang berkuasa juga mengirimkan ucapan selamat. Benazir dan Zardari baru berkenalan sekitar satu setengah tahun lalu. Tetapi keluarga Zardari, terutama ayahnya, yang kini memimpin Partai Nasional Awawi, sudah sering bertemu Begum Nusrat Bhutto, ibu Benazir, untuk berunding menjodohkan anak mereka. Akhirnya, mereka berhasil. Pertunangan di London, Juli yang lalu. Zardari, sebulan lebih muda daripada bininya, lulusan London School of Economics, berjanji akan tetap memberi kebebasan kepada Benazir. Itu memang salah satu syarat yang diminta oleh calon istrinya. Si kecil Benazir, yang belajar ilmu politik di Universitas Oxford, yang pemalu, kini memang berubah jadi macan betina bag musuh-musuhnya. Baginya, pernikahan ini sama sekali tak akan mengubah cita-citanya menumbangkan rezim Zia ul-Haq, yang menghukum gantung ayahnya. Katanya sebelum akad nikah, "Saya tak berniat mundur dari gelanggang politik."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini