SEMUT masuk ke minuman cokelat Anda, itu menyebalkan. Tapi bila semut hitam merubung tanaman cokelat Anda, patut diucapkan alhamdulillah. Anda akan mendapat keuntungan besar. Ini bukan takhayul atau sejenisnya, tapi benar-benar ilmiah. Ceritanya dimulai dari hama cokelat yang bernama Helopeltis. Si Helo, baiklah disebut begitu agar mudah diingat, memang cuma sedikit lebih besar daripada nyamuk. Ia menyerang buah cokelat tanpa pilih-pilih tua mau, muda pun oke. Ia cucukkan belalainya ke buah untuk mengisap cairan. Maka, sebelum buah cokelat masak, keburu mengering lalu jatuh. Helo pun menyerang tunas muda, yang lalu mengering pula setelah diisapnya. Akibatnya, pertumbuhan tunas berikutnya tidak teratur, bergerombol, dan berbelok-belok. Manusia tentunya bukan takut kepada si Helo. Tapi untuk menjitasnya satu demi satu seperti mencari kutu kepala, wah, berapa ribu orang harus dikerahkan untuk sehektar tanaman cokelat? Itu makanya lalu dibuat berbagai jenis insektisida. Racun serangga itu disemprotkan merata untuk mengusir atau membunuh Helo. Tapi ini memerlukan biaya jutaan rupiah, karena harga insektisida beserta biaya penyemprotan tidak murah apalagi tak cukup dilakukan sekali. Celakanya, menurut E.X. Soebagjo, staf peneliti di perkebunan cokelat PT London Sumatera Indonesia (Lonsum), "Hasilnya tidak memuaskan." Lalu secara sambil diketahui bukan cuma makhluk Helo yang suka merubung cokelat. Ada juga semut hitam yang nama sulitnya Dolichoderus bituberculatus, dan kutu putih atau nama kerennya Pseudococcus sp. Dan anehnya, pada buah cokelat yang dikerumuni semut hitam dan kutu putih bebas Helo. Hal itu mendorong Lonsum meneliti hubungan majemuk antara semut hitam, kutu putih, Helopeltis, dan cokelat. Sampelnya, lima plot pohon cokelat terdiri atas 100 pohon. Hasilnya, pada buah yang tak ada semut dan kutu putihnya, 17% di antaranya mendapat serangan baru si Helo. Sedang pada buah yang dikerumuni semut dan kutu hanya pada pangkalnya, 13,5% buah yang diserang. Bila semut dan kutu berkerumun di pangkal dan ujung jumlah yang diserbu Helo cuma 0,3%. Dan yang seluruh buah dikerumuni semut dan kutu putih yang terkena ulah Helo makin kecil, cuma 0,2%. Maka, segera saja Lonsum lalu mengangkat semut hitam dan kutu putih resmi sebagai satpam cokelat. Caranya, dicari gulungan daun kelapa tempat sarang semut, lalu diletakkan di dekat pohon cokelat yang dihuni kutu putih. Cara lain, berdasarkan teori kuno yang berbunyi "ada semut ada gula": buah cokelat disemprot dengan air gula. Hasilnya memang alhamdulillah. Ketika masih digunakan hanya insektisida, misalnya pada 1982, biaya penanggulangan hama di kebun Lonsum Rp 46.400,00 per hektar. Setelah beslit untuk para satpam turun, tahun demi tahun angka itu berkurang. Tahun lalu, umpamanya, biaya itu tinggal Rp 4.600,00 -- cuma sekitar 10%. Bahkan tahun ini Lonsum malah tak perlu mengeluarkan biaya untuk mencegah serangan si Helo. Sebenarnya, menurut Dr. Ir. Sidarto Wardojo, peneliti bidang hama pada Balai Penelitian Perkebunan Bogor, cara penanggulangan hama cokelat dengan semut dan kutu bukan hal baru. Pada 1904 cara ini sudah dipakai di perkebunan Siloewok-Sawangan, Jawa Tengah, dan dua tahun berikutnya di Malang. Waktu itu karena belum terbukti secara ilmiah banyak yang tidak setuju. Untung, ada pembela-pembela semut yang gigih. Bahkan kemudian papan-papan besar dipasang di perkebunan-perkebunan cokelat bertuliskan: Zonder Zwartemieren Geeni Cacao -- Tanpa semut hitam tak akan ada cokelat. Baru pada 1915-1917 penelitian diadakan. Diketahui, memang Helo takut semut. Sayangnya, ketika ahli-ahli biologi Belanda pergi, peran dua jenis hewan itu segera dilupakan, sampai Lonsum mengadakan penelitian kembali itu. Adapun kerja satpam semut bukannya langsung konfrontasi dengan si Helo. Semut hitam mengikuti kutu putih karena si kutu, seperti kutu-kutu yang lain, selalu menyisakan makanan yang disebut embun madu. Dan embun madu, tcntunya, lezat bagi semut. Eloknya, para semut tak mau makan gratis -- gengsi dong. Maka, ia menolong memindahkan larva kutu putih ke tempat yang baik untuk pertumbuhannya, ke bagian-bagian lunak tanaman. Kerja sama itulah yang menyebabkan semut hilir mudik di buah-buah cokelat. Dan si Helo -- ge-er barangkali lalu lari ketakutan mengira mau dimakan semut. Bila keampuhan semut hitam selama ini dilupakan, kemungkinan besar karena promosi insektisida yang besar-besaran. Padahal, pemakaian insektisida banyak merugikan. Juga pada tanaman cokelat. Sebuah disertasi atas nama Soedjarwo di IPB membuktikan itu. Soedjarwo meneliti mewabahnya hama Hyposidra talaca di perkebunan cokelat di Jawa Timur. Ternyata, meledaknya hama itu justru lantaran pemakaian insektisida yang berlebihan dan tidak selektif. "Akibatnya, kutu dan lalat Sturmia yang menjadi musuh alami hama itu ikut musnah." Ketika populasi hama meningkat lagi, musuh alaminya musnah sudah. Karena itu, diperlukan insektisida yang lebih banyak. Begitu seterusnya. Akibatnya, kini di kawasan itu dibutuhkan 12 liter insektisida per hektar per tahun. Itu senilai sekitar 30% dari seluruh biaya produksi kebun cokelat mahal, belum lagi diperhitungkan efek pencemarannya. Tak berarti semua insektisida lalu mubazir. Menurut ahli serangga dari IPB, Prof. Dr. Ir. Soemartono, insektisida sistemik yakni jenis insektisida yang diserap jaringan tanaman hingga si hama tak doyan tanaman itu, misalnya yang dipakai untuk membasmi wereng -- tetap baik dikembangkan. Masalahnya, itu mahal. Jadi, apa salahnya mengembangkan satpam-satpam hama biologis, yang murah karena mereka tak minta gaji -- seperti semut hitam dan kutu putih? Zaim Uchrowi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini