Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tokoh

Nurul Izzah


Cinta dan Perjuangan

21 Mei 2000 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

NURUL Izzah itu aktivis politik. Tapi, dalam kunjungannya ke Indonesia pekan lalu, putri sulung pasangan Anwar Ibrahim dan Wan Azizah ini malah diperlakukan mirip artis. Bukan satu kali saja acara gadis berhidung bangir ini harus diakhiri dengan dilarikannya dirinya dari ”serbuan” massa yang gemas. Syukurlah, semangatnya tak lantas ciut. Maklumlah, Indonesia punya tempat khusus di hatinya. ”Orang tua saya berbulan madu di sini, jadi Indonesia adalah tempat cinta dan perjuangan mereka disatukan,” kata Nurul, 20 tahun. Bagaimana agenda cinta dan perjuangannya sendiri? Berikut ini penuturannya kepada Adi Prasetya dari TEMPO.

Apa target kunjungan Anda?

Saya ingin tahu bagaimana reformasi bermula. Saya amat mengagumi keberanian dan pengorbanan anak-anak muda Indonesia.

Bagaimana dengan pemuda di Malaysia?

Mestinya mereka menyokong reformasi. Mereka adalah pemimpin masa depan. Cuma, mereka kurang bisa bergerak karena aturannya begitu keras.

Di kampus, Anda punya kawan seide?

O, banyak. Tapi, jujur saya katakan, mereka ada pula yang takut, terutama yang di golongan ekonomi tinggi. Betul, ini serius. Mereka sudah terbiasa dengan posisi di middle class.

Apa tidak merasa kehilangan masa remaja dengan aktif berpolitik?

Masa yang indah, wow (Nurul tersenyum). Tapi ini pasti ada hikmahnya. Dan nyatanya saya lebih satisfied.

Pergaulan dengan teman-teman tidak terganggu?

Memang tidak bisa seperti dulu lagi. Tapi saya tidak merasa tersisihlah. Kalau ada waktu, mereka ada juga yang datang melawat ke tempat saya. Tapi ada juga yang takut mau datang.

Kalau hubungan dengan pacar?

(Nurul tersipu). O, tidak, saya tidak ada kekasih saat sekarang. Itu tidak prioritas bagi saya. Adik saya ada lima orang banyaknya.

Bukankah Anda mengatakan alangkah indahnya kalau cinta dan perjuangan menyatu dalam satu waktu?

Ah, enggak bagus ini, ha-ha-ha…. Janganlah saya diejek. Itu kan pengalaman ayah dan ibu saya. Saya hanya bercanda waktu cakap itu. Tak seriuslah. Memang indah kalau keduanya bisa menyatu, tapi janganlah saya dibawa-bawa, please.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum