"BELILAH lukisan saya sekarang, mumpung saya belum terkenal. Kalau sudah terkenal, mungkin harganya bisa satu juta dolar... he he he." Yang berucap begitu, Raden Lukmansjah Kameswara Muhamad Samsudin Dajat Hardjakusumah. Jika nama panjang itu tak "bunyi", ini nama pendeknya: Sam Bimbo. Apakah Sam Bimbo pelukis kaget? Ikut arus mumpung lukisan jadi primadona? Jangan begitu, dong. Dia kan sarjana seni rupa lulusan ITB tahun 1968. Lagi pula, Sam, yang di kalangan keluarga dipanggil Lonang, sudah pernah pameran tunggal pada 1970. Ia bahkan pernah pameran di Bangkok. Karyanya ada di gedung DPR/MPR, KBRI Bangkok, RS Pertamina. Sam alias Lonang ini, pekan lalu, memamerkan 61 lukisannya di Gedung Pameran Seni Rupa Departemen P dan K, Jakarta. Ini pameran pertama setelah belasan tahun "mogok" melukis. Tiga tahun terakhir ini ia nyaris bertapa di lantai dua rumahnya di Bandung. "Tamu dibatasi, telepon diseleksi, dan tidur hanya dua sampai tiga jam sehari," ceritanya. Kenapa seperti pertapa? "Saya berprinsip, do the best, jaga kualitas." Ternyata pameran Sam Bimbo ini laku. Sampai pameran berakhir ada 12 lukisan yang terjual. Salah satunya, Asmaul Husna II, dibeli Menteri Pertambangan dan Energi Ginandjar Kartasasmita, yang membuka pameran ini. Harganya Rp 30 juta. Tapi ada lukisan Sam yang tak dijualnya. Misalnya Prahara di Bumi Indonesia, mengenai tragedi akibat G30S-PKI. Lukisan ini "dikerjakan" 15 tahun, dimulai ketika ia masih bujangan dan baru diselesaikannya setelah beranak empat. Tapi, "Kalau ada yang berminat seharga satu juta dolar, saya pikir-pikir, deh," kata Sam terkekeh. Jadi, sudah terkenal, Sam?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini