PELANGI masih bisa berkibar di Daratan Cina. Sedangkan sisa kebiadaban penguasa yang membantai mahasiswa dan pemuda di Tiananmen, Juni tahun silam, terasa perih terutama di kalangan intelektual negeri itu. Namun, anak-anak yang bakal jadi pelaku dan sekaligus korban sejarah di masa datang tetap bebas tumbuh. Mereka belajar menghafal huruf-huruf Han, satu kata, sepuluh ucapan, seratus pengertian, lalu kalimat -- juga cita-cita. Dan boleh jadi mereka merupakan kekayaan bangsa satu-satunya ketika Partai Komunis Cina (PKC) telah gagal berkomunikasi dengan pemuda -- kecuali dengan membunuh mereka. Toh pada akhirnya PKC tidak mampu mewarnai seluruh kehidupan sehari-hari, ketika pembaruan di bidang ekonomi menyebabkan rakyat terbiasa menuntut peningkatan kesejahteraan, ketimbang setia pada partai. Akibatnya, unit-unit produksi lebih efektif di bawah kepemimpinan manajer profesional, bukan oleh kader PKC yang cuma pintar bicara soal slogan, sembari menikmati sogokan. Maka, pemandangan di taman-taman tidak lagi dimonopoli petuah partai karena di sana sudah ada iklan KB dan TV warna. Pemerintah RRC boleh keras menampik ikut arus negeri-negeri Eropa Timur yang kini lebih realistis. Tapi, itu sampai kapan? Sebab, pada akhirnya yang mengatur kehidupan adalah perputaran ekonomi yang sehat. Dalam keadaan sekarang, itu bisa diteruskan dengan bantuan asing. Makanya, penguasa di Beijing akhirnya membolehkan ahli fisika Fang Lizhi hengkang dari persembunyiannya di Kedutaan Besar AS -- sebagai bayaran menebus kebaikan hati negeri-negeri Barat. "Musuh besar PKC" itu sekarang menikmati kemerdekaannya di Cambridge, Inggris, sambil tetap bersiteguh sebagai ilmuwan. Belakangan bahkan dia buka mulut lagi, antara lain, melalui wartawan Los Angeles Times. Lalu, Deng Xiaoping? Kamis dua pekan silam dikabarkan menerima kunjungan eks PM Kanada Pierre Trudeau, yang mengadakan lawatan pribadi ke RRC. Awal bulan ini Deng (yang didampingi Wali Kota Beijing Chen Xitong) diberitakan mengunjungi Jingguang Center, bangunan 52 lantai yang baru rampung. Munculnya tokoh berusia 86 tahun secara beruntun itu untuk membuktikan kepada rakyat: dia masih sehat. Sebenarnya tindakan seperti itu bisa pula diartikan bahwa Deng sudah tidak yakin pada dirinya sendiri. Sebab, demikian menurut keterangan yang beredar di kalangan diplomat, pada dasarnya ia sudah payah, bahkan sulit untuk sekadar berbicara. Jika Deng tak lama lagi jatuh teronggok di pembaringan, lalu meninggal, pergulatan rebut kuasa di Beijing diperkirakan bakal tidak terhindarkan. Selama ini semua pihak yang bertikai, dan menghasilkan tragedi Tiananmen itu, seperti sama-sama menahan diri. Mohamad Cholid
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini