SUDAH dikenal umum kalau Ketua Tanfiziah Pengurus Besar NU, Abdurrahman Wahid, gila bola. Ia mengaku hafal nama puluhan pemain dan pelatih tim sepak bola yang ikut babak final Piala Dunia Italia. "Sampai ejaan namanya pun saya hafal," katanya. Tapi siapa yang dijagokan Gus Dur sebagai juara kali ini? "Rasanya Belanda yang akan menang," katanya. Cuma saja, Gus Dur tak mau disebut sebagai pengamat, apalagi komentator olahraga. "Sebut saja saya ini pemerhati bola amartir, he . . . he," ujarnya. Di meja kantornya, kliping berita perebutan piala dunia bergeletakan. "Lihat, nih, saya kliping tiap hari. Komplet, lo," kata Gus Dur sembari asyik menggunting koran. Ia mengaku sudah menjadi "aktivis" bola sejak muda. "Waktu itu saya mainnya di Taman Matraman," katanya. Begitu pindah ke Yogyakarta, sekolah di SMEP Yogya, Gus Dur masuk tim sepak bola sekolahnya. Posisinya pemain belakang kiri. Tapi itu tak lama. "Karena harus pakai kaca mata," katanya kepada Wahyu Muryadi dari TEMPO. Kini Gus Dur memakai kaca mata minus 15. Beda sepak bola dan politik, kata Gus Dur lagi, "Lihat orang-orang gede berebut satu barang bundar, kan sehat. Ka- lau politik, yang direbut nggak jelas, tapi orang getol berebut. " Lha, dengan ormas? "Bola itu kan gabungan antara seni, stamina, dan strategi. Sama dengan teknik mengurusi ormas," ujar Gus Dur sambil tertawa. Sayang, NU belum punya Galatama.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini