Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tokoh

Pembagian warisan

Pablo picasso, masalah pembagian warisan dari harta peninggalannya kepada 6 ahli warisnya: jandanya jacqueline roque, 2 anak dari paulo (anak lelaki picasso dengan istri pertamanya) & 3 anak dari dua istri.(pt)

28 Juni 1980 | 00.00 WIB

Pembagian warisan
material-symbols:fullscreenPerbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
TUJUH tahun setelah pelukis Picasso tiada, justru ia lebih menjadi perhatian ahli warisnya dibanding semasa pelukis itu masih hidup. Sementara di New York, Amerika Serikat, kini berlangsung pameran karya-karya Picasso yang terlengkap sampai September nanti, di Prancis ahli warisnya sibuk membagi warisan Harta berwujud karya seni (lukisan, patung, keramik, permadani dan gambar), rumah dan tanah yang di tahun 1976 dinilai US$ 260 juta (sekitar Rp 160 milyar) dibagikan kepada ahli waris. Sebenarnya ahli waris Picasso yang sah hanya ada dua. Jandanya, Jacqueline Roque, yang dinikahinya tahun 1901 yang tak memberinya anak dan Paulo, anak lelaki dari istri pertamanya yang meninggal di tahun 1955. Paulo pun ditahun 1975 menyusul ayahnya. Karena itu warisannya jatuh ke tangan kedua anakya. Tapi ketiga anak dari dua istri yang dikawininya secara tidak sah (Maya anak Marie Therese, dan Claude dan Paloma anak Francoise Gilot) tuntutannya terkabul, karena dijamin undang-undang Prancis tahun 1972, yang membenarkan anak tak sah pun berhak mendapat warisan. Tentu, sebelum warisan tersebut dibagi, pemerintah Prancis ambil bagian terlebih dahulu: menarik pajak. Yang menarik, pajak itu dibayar dengan karya-karya Picasso, senilai seperempat nilai warisan seluruhnya. Dan 'pajak' itulah yang akan menjadi koleksi inti Museum Picasso yang akan dibuka pemerintah Prancis di Paris 1982 nanti. Janda Picasso, akhirnya mendapat bagian sekitar Rp 32 milyar. Kedua cucunya, anak Paulo, masing-masing mendapat sekitar Rp 22 milyar. Dan ketiga anak tak sahnya masing-masing memperoleh sekitar Rp 11 milyar. Suatu jumlah raksasa. Sebelum karya-karya itu dibagi rata senilai hak para waris, sesudah pemerintall memilih karya-karya sebagai pajak, para waris diberi kesempatan memilih karya yang sangat mereka inginkan, sebaga 'pilihan sentimental'. Paloma, misalnya, memilih sejumlah lukisan boneka yang wajahnya adalah wajah Paloma. Klaude memilih lukisan potret dirinya. Maya mengambil patung ibunya. Dan Marina, anak Paulo, mengambil lukisan neneknya, balerina Olga koklova. Toh, masalahnya tak selesai di situ. Siapakah yang berhak atas hak-reproduksi karya-karya itu, misalnya, masih menjadi masalah Konon, di museum-museum besar di Eropa dan Amerika reproduksi karya Piasso paling laris. Masalah ini timbul karena Picasso tak secarik pun meninggalkan surat wasiat. Bekas istri tak sahnya Francoise Gilot yang kini telah menikah lagi, mengira itu kesengajaan Picasso, agar mereka yang ditinggalkannya bingung. "Meski ia seorang seniman besar" kata Francoise kepada The New York Times Magazine, "ia pun punya sisi yang gelap. Ia sadis, suka mengharu-biru orang." Mungkin hanya Maya, yang kawin dengan bekas kapten kapal dagang, yang memahami ayahnya. "Ia tak meninggalkan surat wasiat sebad ia tak ingin mati. Ayah sangat akut dengan kematian," katanya. Juga hanya Maya, dari keenam ahli waris Picasso yang setelah memperoleh warisan tak berubah gaya hidupnya. Ia tetap sederhana. Dan memang ada alasannya: "Saya tak ingin dirampok,." Claude misalnya, langsung saja membeli dua rumah dan dua mobil. Kakak Paloma itu pun masih mengeluh karena ia berharap dijadikan direktur Museum Picasso di Paris. Tentu saja tak mudah. Claude bergerak dalam dunia bisnis, bukan seorang pegawai negeri apalagi seorang ahli searah senirupa -- syarat untuk jadi seoran direktur museum senirupa. Agak ironis memang, di zaman Picasso masih hidup mereka ini tak pernah berkumpul. Bahkan kecuali Jacqueline Roque, sulit untuk ketemu Picasso. Claude punya kenangan tak enak. Beberapa waktu setelah ia menikah, ayahnya telah setuju Claude memperkenalkan istrinya kepadanya. Tapi setelah mereka berdua benar-benar datang ke rumah Picasso, penjaga pintu menolak mereka atas pesan Picasso. Lantas datanglah tukang pembetul pipa air minum. Orang ahli dengan senyum menasihati Claude: "Kalau mau ketemu Picasso, harus ada sesuatu yang hendak anda kerjakan baginya."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus