Pembuatan sandiwara musik 10 nop

KRIS Biantoro yang ceria itu sempat masygul. Bukan karena kepalanya harus gundul--untuk perannya dalam lakon TVRI Jakarta 10 November lalu. Tapi ada cerita di balik pembuatan lakon sandiwara musik itu di Surabaya. Naskah cerita itu dikerjakannya bersama Gatut Kusumo, veteran pertempuran 10 November yang kini Ketua Dewan Kesenian Surabaya. "Tapi kenapa kisah heroik itu dimainkan sebagai drama musik? " gugat Sukendar Sinyo, Ketua Parfi (Persatuan Artis Film Indonesia) Jawa Timur. "Harus sesuai dengan kejadiannya, dong." Sinyo lantas melarang anggotanya ikut mendukung lakon tersebut. Sedang Kris, antara kaget dan geli, berkomentar: "Lho . . . Tak beda dengan pelukis mengabadian dengan lukisan, maka sesuai dengan bidang saya, ya, jreng-jreng itu yang bisa saya buat." Belum selesai, di sebuah koran Surabaya muncul tulisan. yang mempersoalkan: Kris itu orang Magelang. Mengerti apa tentang Surabaya? Akhirnya film itu -- dengan biaya cekak--toh berhasil muncul di TV. Tak bacus, memang, seperti diakui Kris sendiri. "Mungkin agak dangkal," katanya. Mungkin pula karena Kris itu betapapun mengingatkan orang pada yang lucu-lucu.