Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemerintah DKI Jakar-ta melarang war-ga-nya- me-melihara burung. Tapi Rudy Choiruddin, 42 tahun, jus-tru rajin men-cari burung di pasar, khususnya burung yang cacat.
Pemandu acara memasak di sebuah stasiun televisi itu ber-cerita, ia tertarik merawat bu-rung cacat setelah hatinya- ngi-lu melihat penjual burung- me-nelantarkan dagangan-nya. Di pasar, ia pernah me-nemukan burung berkaki- pincang. Ia membeli dan me-rawatnya di rumah. Kini Rudy memelihara 150 burung, sebagian besar cacat.
Rumah Rudy di kawasan Bin-taro, Tangerang, pun mirip kebun binatang mini. Fa-si-litas unit gawat darurat juga- ia siapkan. Burung yang pin-cang diobati agar kembali- -lin-cah. Bagaimana dengan -bu-rung yang buta atau cacat se-umur hidup? ”Ya, semua di-sa-yang, tidak ada pilih kasih,-” ka-ta Rudy, yang dibantu lima asis-ten yang khusus meng-urusi- burung.
Merawat burung ternyata- rumit. Pada pukul 05.00 su-buh-, sangkar harus dibuka-, sementara sang penghuni san-g-kar dimandikan dengan me-makai sampo khusus. Tak bo-leh ada kutu sebintik pun. Setelah itu, burung diberi sarapan dengan menu karbo-hi-drat dan protein. Dua kali- se-minggu diberi antibiotik- do-sis rendah. Ada dokter he-wan- yang datang 3-6 bulan- se-kali untuk menyemprotkan vak-sin. ”Sekarang burung-bu-rung itu gembira dan ber-bahagia,” ujarnya. Apa Gu-bernur Sutiyoso juga berbahagia?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo