Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tokoh

Karib Sepanjang Hayat

Penyair Sutardji Calzoum Bachri dan Abdul Hadi W.M. telah bersahabat sejak 1970-an. Kecintaan pada sastra, terutama yang bertema budaya dan spiritualitas, membuat keduanya dekat.

4 Juli 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Sutardji Calzoum Bachri, Sastrawan Indonesia yang dikenal sebagai penyair angkatan 1970-an saat ditemui di Taman Ismail Marzuki Jakarta, 01 Juli 2020./TEMPO/Nurdiansah

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PENYAIR dan budayawan Abdul Hadi Wiji Muthari masih mengingat peristiwa mengejutkan di sela Festival Internasional Pembacaan Puisi di Rotterdam, Belanda, pada 1974. Saat itu, untuk pertama kalinya, ulang tahunnya bersama sastrawan Sutardji Calzoum Bachri dirayakan dalam bentuk pesta. Ya, keduanya lahir pada tanggal yang sama, 24 Juni.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pesta kejutan tersebut digelar di kediaman Direktur Pusat Kesenian Rotterdam saat itu, Adriaan van der Staay. “Saya dan Sutardji waktu itu sama-sama berpartisipasi dalam festival puisi internasional,” kata Abdul Hadi, 74 tahun, saat dihubungi, Selasa, 30 Juni lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sutardji, 79 tahun, lamat-lamat mengingat pesta ulang tahunnya itu, tapi dia belum lupa bahwa ia dan Abdul Hadi bertemu di Rotterdam dari lokasi berbeda. “Saya berangkat dari Bandung, dia dari Amerika Serikat karena sebelumnya ada acara di sana selama enam bulan,” ujar Sutardji saat ditemui di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Rabu, 1 Juli lalu.

Penyair Abdul Hadi W.M. berpose di rumahnya di Bogor, Jawa Barat, Rabu, 1 Juli 2020. TEMPO/Hilman Fathurrahman W.

Sutardji dan Abdul Hadi bersahabat karib sejak pertama kali berkenalan pada 1970 di Bandung. Berasal dari daerah berbeda, keduanya dipersatukan oleh kecintaan pada dunia sastra. Mereka pernah bekerja di majalah sastra Horison dan mingguan Mahasiswa Indonesia—yang terkenal kritis terhadap rezim Orde Baru—di Bandung. “Saya mengasuh halaman kebudayaan. Dari situlah saya akrab dengan Sutardji, Jeihan (Sukmantoro), serta seniman dan sastrawan Bandung lainnya,” kata Abdul Hadi.

Saat membahas karya sastra, keduanya acap berdebat dan saling mengkritik. Tapi mereka punya pandangan sama tentang tasawuf, sastra sufi, agama, dan pemikiran spiritual. Mereka juga memilih menggali akar budaya untuk ditampilkan dalam karya masing-masing. “Kalau dia kultur Madura dan Jawa, saya Melayu Riau,” ucap Sutardji.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus