FIRST Lady pertama Republik Islam Iran, sejak Bani Sadr
terpilih jadi presiden, belum banyak diketengahkan. Namanya
Athra Hussain Bani Sadr, 35 tahun. Bermata coklat, bertubuh
ramping, lembut tutur katanya.
Kecantikannya merupakan perpaduan yang aneh antara keayuan yang
syahdu dengan sesuatu yang membangkitkan kegairahan. Pakaiannya
sederhana, tetapi dengan begitu ia nampak anggun.
"Sejak menikah, kehidupan keluarga kami tdak pernah normal,"
ungkapnya. "Suami saya selalu sibuk memikirkan soal politik,
belajar dan menulis. Lebih-lebih lagi keika Imam Khomeini
datang di Paris."
"Sekarang, saya hanya punya waktu setengah atau satu jam sehari
dari dia," kata ibu 3 orang anak itu (2 perempuan, 1 lelaki).
"Keluarga baginya nomor dua. Yang pertama tanggung jawab
politiknya. Akibatnya sayalah yan harus menanggung seluruh
persoalan rumah."
Mereka tinggal di sebuah apartemen di samping Gedung Presiden,
ditemani anak lelaki mereka yang masih kecil. Kedua anak
perempuannya masih belajar di Prancis. "Mereka akan kembali ke
Iran beberapa bulan mendatang," katanya.
Selain mengasuh anak. Athra Hussain mengaku membantu suaminya
menulis bukubuku yang memuat konsep sang suami mengenai
kemerdekaan, kepercayaan diri, dan tentang kembali kepada Islam.
"Selama dalam pengungsian saya pernah bertanya-tanya tentang
hal-hal yang belum pernah terpikirkan selama ini. Siapa saya,
berguna untuk apa saya? entahlah. Saya seperti satu elemen yang
tak berasal dari mana-mana."
"Dulu banyak sekali yang harus saya kerjakan. Sekarang tidak
ada," lanjutnya dengan perasaan pahit. "Saya berusaha menemukan
di sekitar saya sesuatu yang berarti dan bisa rnenjadi pegangan.
Tetapi saya tidak menemukannya. Saya belum menemukan yang bsa
menggantikan apa yang dulu saya miliki. Anda tahu kami sudah
berubah. Kita telah berubah banyak, tanpa kita inginkan."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini