Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Media sosial turut memicu angka kasus depresi dan potensi bunuh diri pada anak.
Orang tua tak bisa memaksakan pemahaman dewasa pada anak-anak.
Anak-anak kerap menjadikan konten media sosial sebagai gambaran ideal atau impian.
PSIKIATER Nova Riyanti Yusuf telah mendampingi pasien dengan masalah kejiwaan dalam tujuh tahun terakhir. Mantan anggota Dewan Perwakilan Rakyat ini pernah bertugas di Rumah Sakit Jiwa Dr Soeharto Heerdjan, Grogol, Jakarta Barat, dengan mayoritas pasien mengalami penyakit psikotis seperti skizofrenia pada 2016-2018. Dia kemudian bergabung dengan Mind and Behaviour Clinic-Ciputra Medical Centre, Mega Kuningan, yang lebih banyak menangani pasien dengan gejala depresi dan bipolar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Banyak pasien yang suicidal atau memiliki kecenderungan bunuh diri. Beberapa bahkan masih usia anak dan remaja,” kata Nova—yang biasa disapa Noriyu—kepada wartawan Tempo, Fransisco Rosarians, Selasa, 21 Juni lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketua Persatuan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia Jakarta ini menilai kelompok remaja lebih rentan mengalami lima faktor pemicu risiko. Hal itu adalah rasa kesepian, perasaan menjadi beban, tak memiliki harapan, perasaan tak memiliki, dan kedukaan mendalam. Perkembangan teknologi dan media sosial turut menjadi pemicu.
Noriyu pun membagikan tip mencegah potensi bunuh diri pada anak.
- Awasi dan batasi penggunaan media sosial
Sebagian besar generasi muda saat ini sangat aktif di media sosial. Mereka bahkan mencari dan mengambil nilai-nilai dari tren di Internet, termasuk standar kebahagiaan. Ini kerap menimbulkan stres ketika anak menilai hidupnya tak bisa seperti yang terlihat populer di dunia maya.
- Tingkatkan kesadaran orang tua pada kebutuhan anak
Orang tua harus memperhatikan secara detail yang terjadi pada anak, secara fisik dan mental. Keputusan harus diambil sedini mungkin saat melihat ada gangguan jiwa pada anak. Namun orang tua tak boleh menghakimi.
- Bangun dialog dua arah yang sehat
Komunikasi yang baik dapat dibangun ketika orang tua bisa menempatkan anak sesuai dengan usianya. Kegagalan relasi biasanya terjadi ketika orang tua memaksakan pola pikir dan prinsip orang dewasa pada anak yang masih dalam tahap pertumbuhan dan perkembangan.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo