Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
KOMISI Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) meminta Dewan Perwakilan Rakyat tak buru-buru mengesahkan Rancangan Undang-Undang atau RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA). Komisioner Komnas Perempuan, Theresia Iswarini, mengatakan DPR dan pemerintah perlu menjaring aspirasi dari kelompok perempuan agar aturan ini tepat sasaran.
“Harus dipikirkan betul-betul agar rancangan undang-undang ini tidak melanggengkan ketidakadilan gender, mendomestikasi perempuan, dan menimbulkan stereotipe yang justru merugikan kaum perempuan,” kata Theresia pada Senin, 20 Juni lalu.
Rancangan Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak akan disahkan sebagai RUU inisiatif DPR pada Kamis, 30 Juni mendatang. Ketua DPR Puan Maharani mengatakan aturan itu adalah langkah progresif bagi perempuan karena dirancang untuk menciptakan sumber daya manusia Indonesia yang unggul.
Theresia mengapresiasi wacana cuti melahirkan selama enam bulan yang ditawarkan dalam RUU KIA. Langkah ini menjadi upaya untuk menguatkan hak maternitas perempuan. Namun perlu ada pengawasan agar aturan ini benar-benar bisa ditegakkan. “Cuti hamil tiga bulan saja masih ada perusahaan yang melanggar,” ucapnya.
Ia khawatir aturan itu justru membuat perusahaan memberikan porsi kecil kepada perempuan dalam perekrutan. Sebab, pengusaha akan menilai kebijakan tersebut merugikan perusahaannya.
Sejumlah pengusaha pun menganggap aturan itu memberatkan perusahaan. Sebab, RUU KIA menyatakan perempuan hamil yang cuti enam bulan tetap menerima gaji. Jumlahnya 100 persen pada tiga bulan pertama dan sisanya 75 persen. Sedangkan laki-laki yang istrinya cuti enam bulan akan mendapat jatah cuti 40 hari.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo