GRACE Kelly, bekas bintang film yang kini menjadi "first lady"
di kerajan judi, Monaco, tahun ini akan memperingati ulang
tahun perkawinannya ke 20. Kelly menikah dengan Pangeran Rainier
18 April 1956. Ketika itu sedang di puncak kepopulerannya
sebagai aktris, yang sudah menempati kedudukan ke 2 dalam urutan
10 bintang-bintang puncak Hollywood, di atas tempat John
Wayne, Marlon Brando, Humphrey Bogart dan Gary Cooper, Dalam
urutan bintang wanita, ia menempati urutan pertama. "Dulu Gret,
Garbo, kemudian Ingrid Berman, dan sekarang ini Kelly", kata
sutradara Alfred Hitchcock ketika itu, "mereka cantik-cantik dan
kelihatan pendiam". Di samping itu, Kelly memang seorang yang
tabah dan ulet.
Ternyata ketabahan Kelly bukan hanya untuk mencapai puncak
karirnya sebagai bintang, tapi lebih dari itu. Sebagai Ratu di
sebuah kerajaan yang luasnya hanya setengah mil persegi itu,
Kelly telah berhasil memenuhi semua harapan Rainier. Dicintai
rakyat dan meninggalkan dunia film samasekali. "Semua yang
dikehendaki Yang Mulia, bagi saya sangat menyenangkan" kata
Kelly kepada wartawan. Kelly kini bahkan sudah tidak suka dengan
keadaan di Hollywood. Ketika belum lama ini ia berkunjung ke
sana, ia mengatakan: "Film-film yang dibikin di sana sekarang,
benar-benar menguatirkan. Mereka banyak membuat film tanpa rasa
tanggung jawab terhadap publik" Kelly kabarnya juga sangat risau
dengan banyaknya penerbitan-penerbitan porno. "Saya sudah sering
memperingatkan para penjualnya, tetapi mereka mengatakan itulah
yang banyak disukai orang".
20 tahun sebagai ibu negara, nampaknya banyak berpengaruh pada
Kelly buat melupakan kehidupan Hollywood. Dulu ia terkenal
sebagai wanita tipe Inggeris Kuno, yang tenang, gemulai dan
percaya pada diri sendiri. Perhatiannya kini tercurah pada
ketiga anaknya, Caroline, 18 tahun, Albert, 17 tahun dan
Stephenie, 10 tahun. Tetapi sebagai Ratu, tidak sedikit
tugas-tugas yang harus dilakukan. Baik yang resmi sebagai Ratu
maupun dalam kegiatan sosial. Ia memimpin dua buah toko mode,
yang hasilnya untuk membiayai kegiatan yayasannya. Juga giat
dalam kontes-kontes merangkai bunga. Tahun lalu, ketika baru
selesai mengikuti acara-acara resmi, Kelly- nampak capai "Saya
seorang yang hanya hisa menyelesaikan satu tugas dalam satu
waktu. Tetapi yang kini dituntut dari saya enam pekerjaan
sekaligus, dan semuanya harus selesai dengan hasil yang sama
baiknya".
"Jangan bilang 'action', tapi 'Marlon'!", kata Marlon Brando
menasehati sutradara Arthur Penn, sambil menunggang seekor kuda
abu-abu Ketika itu sedang membikin film The Missouri Breaks,
yang disutradarai Arthur Penn Brando, 51 tahun, perutnya
membuncit dan nampak gembrot sekali, memegang peran utama
sebagai tokoh pembunuh bayaran, melawan musuhnya Jack Nicholson.
Sebuah film western. Brando tahun lalu menolak hadiah Oscar yang
dimenangkannya, sebagai protes dan pernyataan simpatinya
terhadap perjuangan orang-orang Indian. Dalam film ini pun
Brando mencoba memasukkan semangat membela bangsa "kulit merah"
itu, meskipun tak berhasil.
Pandangan plitik Brando memang tidak main-main. Wartawan The
New York Times, Jim Watters, tidak perlu mengajukan pertanyaan
banyak-banyak, ketika akhir tahun lalu menginterviu Brando di
tengah-tengah kesibukannya membikin The Missouri Breaks. Seperti
sedang memberi ceramah, selama dua jam Brando bicara. Bicaranya
lancar, jelas, terperinci dan diuraikan dengan santai "Saya
kira, yang paling baik kita bicarakan adalah masalah ketidak
pastian kita sebagai bangsa" katanya, antara lain "Maksud saya,
setelah 200 tahun sebagai bangsa (Amerika), kini kita jadi
seperti dalam suatu rumah gila. Sementara sebagian dari kita
menggembar-gemborkan ke sana ke mari, di tengah-tengah kita CIA
menembaki setiap orang atau merencanakan pembunuhan, atau
membuat orang terpaksa meloncat dari jendela, karena diberi LSD.
Dan kita juga punya Nixon -- yang tidak juga masuk penjara,
sementara Denni Banks (Pimpinan Gerakan orang-orang lndian)
hilang dari muka bumi.
Perhatian Brando terhadap masalah politik, sebenarnya bukan baru
sekarang saja. Jauh sebelum ia dikabarkan menaruh simpati
dengan nasib perjuangan orang-orang Indian Amerika, ia sudah
menaruh perhatian dengan Martin Luther King, pendeta kulit
hitam, yang memperjuangkan persamaan hak, dan kemudian mati
terbunuh itu. Brando menguraikan panjang lebar tentang ketidak
adilan dalam masyarakat dan demokrasi, terutama yang menyangkut
hak-hak orang Indian "Tahukah anda" katanya kepada Watters,
"satu-satunya ras yang tidak mempunyai perwakilan di PBB adalah
kulit merah. Dunia Ketiga selalu mengatakan kepada kita, bahwa
mereka bangsa-bangsa yang miskin tetapi bermental teguh. Suku
Indian juga termasuk dalam Dunia Ketiga. Mereka tentu akan
mendapat simpati dari bangsa-bangsa yang menganggap PBB sebagai
lembaga-yang bisa mengoreksi adanya ketidakadilan".
Nah, mana dia si Winnetou?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini