BEGINILAH risiko orang terkenal, kaya lagi. Ibnu Sutowo, bekas petinggi Pertamina itu, tidak mengedarkan undangan pada hari ulang tahun ke-72-nya. Tapi, ratusan orang -- pejabat dan tokoh bisnis -- datang ke rumahnya di Jalan Tanjung, Jakarta, Selasa malam pekan lalu. Untung, dalam keluarga ini tersedia jurus "sedia makanan sebelum tamu datang". Cuma, memang tak ada "sedia musik sebelum meniup lilin" seperti tahun-tahun lalu ketika bekas "raja minyak" itu ber-HUT. Juga tak ada tamu yang memberi kado ulang tahun. Malah Ibnu -- berhrnti dari Pertamina pada 1976 -- srndiri membagikan kado untuk tamunya, antara lain untuk Dirut Pertamina A. Rachman Ramly, Menristek B.J. Habibie, dan bekas Dirut Pertamina yang lain, Piet Haryono. Kado itu masih ada hubungannya dengan minyak. Yakni, sebuah buku tentang sejarah perminyakan di Indonesia, berjudul Pertamina Perusahaan Minyak Nasional. Sebenarnya itu buku terjemahan dari Pertamina, Indonesian National Oil yang ditulis lima penulis asing, dan terbit di Singapura tahu 1972. Itulah, jarak antara buku asli dan terjemahan yang cukup lama, menggemakan gosip: buku ini bertujuan membantah tuduhan penyelewengan di Pertamina semasa Ibnu sebagai direktur utama. Dan itu dibantah oleh Mara Karma, penerjemahnya. "Ini buku penting. Bagaimana Ibnu Sutowo dengan perusahaan nasional yang kecil waktu itu bisa berkompetisi dengan perusahaan minyak besar seperti Stanvac dan Caltex," kata orang yang pernah menjadi konsultan komunikasi di Humas Pertamina ini. Apalagi, "Pak Ibnu itu memegang teguh instruksi pemerintah, agar tak berbicara dengan pers soal kasus Pertamina." Jadi, ini bukan jurus "dengan buku menangkis tuduhan."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini