Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wawancara

<font face=arial size=1 color=brown><B>Chris John:</B></font><BR />Juara Dunia Belum Tentu Terbaik

3 November 2008 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TAK banyak petinju dunia yang mampu menyandang predikat Super Champion. Dan Chris "Sang Naga" John beruntung masuk jajaran petinju elite itu. Lewat pertarungan berdarah 12 ronde, ia mempertahankan gelar untuk kesepuluh kalinya setelah menundukkan Hiroyuki Enoki dengan kemenangan angka mutlak di Tokyo, Jepang, pada 24 Oktober lalu.

Chris John meraih gelar juara dunia kelas bulu versi Asosiasi Tinju Dunia (WBA) setelah mengalahkan petinju Kolombia, Oscar Leon, di Bali pada 2003. Kemudian berturut-turut ia mempertahankan gelar, termasuk dengan melewati pertandingan wajib melawan petinju andal seperti Derrick Gainer dan Juan Manuel Marquez.

Bagi Indonesia, inilah pertama kalinya seorang petinju nasional menyandang predikat Super Champion. Chris John, yang dikenal tak punya pukulan mematikan tapi memiliki determinasi kuat, kini menjadi kebanggaan negeri.

Rabu pekan lalu, ayah dua anak itu menerima Arif A. Kuswardono, Irfan Budiman, dan Gabriel Wahyu Titiyoga dari Tempo di sebuah apartemen di kawasan Sudirman, Jakarta. Wajah petinju asal Banjarnegara, Jawa Tengah, itu, terutama di sekitar mata dan alis, masih tertutup plester akibat mendapat 70 jahitan hasil pertarungan melawan Enoki. Chris juga mengalami sariawan akibat efek pukulan. Namun obrolan tetap berlangsung penuh humor. Toni Prihatna, manajernya, menemani sambil mengimbuhkan beberapa penjelasan tambahan.

Bagaimana rasanya usai bertanding? Berapa lama pulih kembali?

Sorry, saya enggak jelas ngomong (sambil mengisap mulutnya). Ya, bagaimana rasanya dipukuli selama 12 rondelah. Tapi tinju kan pekerjaan saya? Sampai tiga hari biasanya saya susah tidur. Malam sehabis bertanding pasti tak bisa tidur. Biasanya sebulan baru bisa normal. Kalau habis bertanding, penyakit keluar semua. Batuk atau flu. (Menurut Toni Prihatna, tiga hari setelah bertanding, sang petinju tak punya nafsu makan. "Yah, efek pukulan di bagian perut," katanya.)

Pertandingan melawan Enoki kemarin termasuk berat?

Ya. Dari awal kami sudah memperkirakan motivasi dan semangat bertarung Enoki. Kami juga tahu rata-rata petinju Jepang punya semangat bertanding luar biasa. Apalagi ini dilakukan di negerinya sendiri.

Apa keuntungan yang biasanya dimanfaatkan petinju tuan rumah?

Pasti ada. Seperti gadis pembawa papan ronde itu. Dia kok berdirinya di sebelah saya terus, pakai bikini lagi. Tapi saya fokus saja. (Toni menjelaskan, banyak hal kecil harus diwaspadai dalam laga tandang. "Kemarin kami protes ikatan sarung tangan dia. Masak, ujung talinya dibiarkan mencuat. Meski kecil, ini kan bisa luka. Untung, ada pengawas WBA.")

Bagaimana strategi memilih lawan sehingga bisa sepuluh kali mempertahankan gelar dan meraih predikat Super Champion?

Dalam aturan WBA, juara dunia harus menjalani pertandingan wajib. Bertanding melawan ranking satu seperti Derrick Gainer (Amerika Serikat) atau Juan Manuel Marquez (Meksiko) itu tidak bisa dihindari. Tapi ada hak memilih lawan, yang sifatnya choice fight. Itu yang bisa diatur. (Menurut Toni, berdasarkan aturan WBA, mandatory fight dilakukan sembilan bulan sekali. Di antara laga mandatory bisa terjadi choice fight, memilih lawan dari peringkat 1 sampai 20 di WBA).

Bagaimana rasanya menghadapi petinju hebat dari berbagai negara?

Tegang. Apalagi kalau kepikiran dipukul lawan terus jatuh. Tapi saya pikir itu lumrah. Semua petinju pasti merasa seperti itu. Kalau ada petinju yang enggak merasa tegang, itu bohong. Bagaimana, sih, kalau orang tegang, rasanya mau ke toilet terus (tertawa). Tapi, kalau sudah di ring, saya berusaha fokus membaca dan melihat pukulan lawan. Saya pun harus cepat berpikir bagaimana cara menghadapi lawan, bagaimana agar pukulan saya masuk.

Anda dianggap tak punya pukulan mematikan. Apakah tak ada target memukul KO lawan, terutama di ronde awal?

Enggak ada. Itu susah, lho, apalagi di ronde awal. Kadang kalau masih sama-sama fit, kita enggak tahu bisa menjatuhkan atau tidak. Harus membaca tipe bertinju lawan. Kadang, kalau lawan sudah lemah, muncul pikiran saya bisa menjatuhkan dia di ronde ini. Tapi, kalau terbawa nafsu, malah jadi bumerang. Kalau lawan dipukul masih kuat, berarti saya harus jaga jarak dulu. Saya menunggu saat yang tepat untuk menjatuhkan lawan. Jangan sampai saya sudah habis-habisan, lawan masih kuat. Nanti malah gantian saya yang disikat.

Pernah mengalami situasi seperti itu?

Dulu, di awal-awal saya meniti karier tinju. Saya lihat lawan sudah terdesak, lalu maunya memukul jatuh. Tapi ternyata lawan masih kuat, aduh..., gantian saya yang dipukuli. Enggak tahunya malah saya yang terdesak. Dengan banyak bertanding, kita terbiasa membaca situasi dan peluang. Tapi, pada saat capek, kadang sulit berpikir. Akhirnya pengalaman yang menentukan.

Bagaimana rasanya terkena pukulan telak?

Sakit juga. Apalagi kalau kena daerah-daerah rawan. Saya juga pernah jatuh kena pukulan telak. Begitu terpukul, saya sampai enggak sadar. Tahu-tahu sudah ada di bawah, jatuh. Rasanya kepala berputar, setengah sadar. Kalau terpukul di rahang, pengaruhnya ke otak, yang terkena saraf keseimbangan. Bisa beberapa saat enggak sadar. Sebaiknya ketika bertinju menggigit karet pelindung gigi. Diharapkan itu bisa menguatkan kondisi rahang. Tapi tetap saja sulit bertahan kalau kena pukulan telak di rahang. Mike Tyson saja, yang rahangnya dikenal kuat dan dijuluki "Leher Beton", tetap jatuh kena pukulan di rahang. Makanya saya lindungi benar bagian itu. Kadang kalau kena pukul, rasanya seperti blank. Makanya harus bisa kembali fokus.

Ketika bertanding, apa Anda tahu berapa banyak pukulan yang masuk?

Enggak begitu tahu. Cuma, kalau bagian lawan sering terbuka, saya mukul ke situ. Feeling dan refleks yang main. Kalau soal menghitung, biar jadi urusan juri.

Apa pengalaman lucu saat bertanding?

Kadang, kalau habis terpukul, rada pusing. Begitu, teng..., bel bunyi, harus balik ke sudut masing-masing. Saya bingung, di mana sudut saya. Saya juga enggak tahu menghadap ke mana. Banyak juga petinju yang ngaco. Pertandingan belum selesai, tiba-tiba petinjunya keluar. Kadang, selesai pertandingan, masih nanya sudah tanding atau belum. Pernah ada teman, habis tanding, di tempat ganti dia ngomong: "Eh, hujan, hujan, pakaian saya di luar, belum diangkat." Ha-ha-ha. Yang sering terjadi, petinju selesai main, terus duduk, tiba-tiba bertanya, "Saya sudah tanding belum?" Saya jawab saja, sudah. Eh, ada juga yang masih tanya, "Hasilnya?" "Kamu kalah KO!" Memang itulah risikonya. Jadi, banyak-banyak saja berdoa, supaya selamat.

Bagaimana Anda mengatur pola permainan di atas ring?

Saya bekerja sama dengan pelatih. Sebab, pelatih bisa melihat situasi dari bawah ring. Terkadang ada hal-hal yang tidak bisa dilihat petinju ketika bertanding. Cuma, karena situasi pertandingan, perintah tidak banyak yang bisa saya serap. Itu pintar-pintarnya pelatih saja supaya saya paham. Kadang kelihatannya pelatih bicara seperti membentak-bentak. Soalnya kadang kita enggak paham, apalagi kalau habis kepukul. Kadang saya ditanya lagi sama pelatih, apa yang baru saja diberi tahu, saya harus ngapain? Apa, ya (tertawa), enggak bisa jawab. Dalam waktu satu menit itu kan saya harus istirahat, minum, dengan napas ngos-ngosan, lalu mendengarkan arahan pelatih. Hanya satu orang, pelatih kepala, yang biasanya memberikan arahan. Supaya tidak memecah konsentrasi.

Dari semuaw pertandingan Anda, mana yang paling berkesan?

Sewaktu merebut gelar juara nasional (1999), melawan Alfaridzi (almarhum). Di awal pertandingan, saya sudah jatuh dua kali. Kondisi saya bisa dibilang sudah parah, karena kena pukulan telak. Tiga-empat ronde saya bertanding tanpa bisa mikir apa-apa. Pokoknya asal mukul saja, kayak setengah sadar. Ronde kelima baru saya bisa fokus lagi, dan bisa mengalahkan lawan (Alfaridzi dinyatakan kalah KO di ronde ke-12-Red.). Ketika itu ibu saya ikut menonton. Saya sempat kepikiran juga, bagaimana ibu saya melihat kondisi anaknya. Saya sempat melihat dia sudah nunduk terus. Akhirnya itu jadi motivasi saya untuk bertahan dan menang. Mungkin itu bukan pertarungan terberat saya, tapi sangat berkesan.

Kalau pertandingan yang terberat?

Ketika melawan Derrick Gainer (2004) dan Juan Manuel Marquez (2006). Mereka punya pengalaman dunia yang enggak diragukan. Marquez juga mantan juara dunia. Sebetulnya, sewaktu melawan saya, posisi Marquez masih juara dunia. Tapi, karena ada masalah dengan badan WBA, gelar juaranya dicopot.

Di Amerika, sebelum tanding ada perang urat saraf. Anda enggak bisa mengubah gaya yang terlalu "rendah hati" biar pertandingan lebih bisa dijual?

Ya, itulah yang tidak bisa saya lakukan. Pernah ada tulisan tentang perbedaan petinju Asia dan Barat. Petinju Barat sikapnya galak: "Gue bakal makan dia, gue bunuh." Tapi petinju Asia malah memuji lawannya: "Ya, dia memang jago." Saya memang sudah terbawa adat Timur, bersikap biasa saja. Lebih baik merendah sajalah. Mungkin memang enggak cocok untuk entertainment. Tapi lebih baik begitu, daripada saya didoakan orang banyak biar kalah.

Anda ingin bertinju sampai berapa lama?

Mungkin dua-tiga tahun lagi. Saya melihat ke depan, bagaimana pertandingan yang akan dihadapi. Mungkin saat merasa fisik sudah terlalu berat untuk menghadapi lawan, saya akan mundur.

Usia emas petinju itu sampai berapa tahun?

Tergantung kondisi. Saya sendiri berharap enggak lebih dari 35 tahun. Rata-rata orang di usia 35 tahun kan sudah merasa berat. Sekarang saya sudah 29. Tapi, kalau belum tiga tahun saya sudah merasa enggak mampu, buat apa dipaksakan? Saya berpikir juga tentang kesehatan, terutama otak. Di kelas bulu banyak pendatang baru. Juara amatir dari Olimpiade juga banyak yang masuk. Menjadi juara dunia belum tentu berarti yang terbaik. Bukan berarti bisa enak-enakan dan enggak ada lawannya. Selalu ada petinju baru yang muda, berbakat, dan berkualitas bisa masuk.

Adakah pertandingan yang masih Anda inginkan?

Saya ingin bertemu petinju yang punya nama besar, misalnya Marco Antonio Barrera, atau tarung ulang melawan Juan Manuel Marquez. Dia penasaran ingin bertemu saya di Las Vegas.

Yohanes Christian John

Tempat dan tanggal Lahir: Banjarnegara, Jawa Tengah, 14 September 1979

Pendidikan :SMA Pancasila, Semarang

Prestasi:

  • Juara Mahesa Cup (tinju amatir), 1997
  • Peraih Medali Perak SEA Games untuk Wushu, 1997
  • Juara Nasional Kelas Bulu Junior, 1998
  • Juara PABA, 2001
  • Peraih Emas Kejurnas Wushu, 2003
  • Juara Dunia WBA, 2004

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus