Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wawancara

<font face=arial size=1 color=brown><B>John Louis Esposito: </B></font><BR />Muslim Tidak Membenci Barat

1 September 2008 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BERSAMA Karen Armstrong, dia dijuluki "Duta Besar Islam di Dunia Barat". John Louis Esposito ibarat jembatan kukuh yang mampu menapis kesalahpahaman Barat terhadap Islam. Puluhan tahun menghabiskan waktu mempelajari Islam, ilmuwan yang lahir sebagai penganut Katolik ini telah menulis sejumlah buku, berdiskusi dan memberikan penjelasan tentang Islam sebagai agama yang damai serta penuh kemanusiaan.

Di Georgetown University, tempatnya mengajar, dia mendirikan Center for Muslim-Christian Understanding. Lembaga ini menerima donasi dari Pangeran Arab Saudi, Al-Waleed bin Talal, untuk memajukan pendidikan Islam serta memfasilitasi dialog lintas budaya dan antaragama Islam-Kristen.

Pada medio Agustus lalu, Esposito berkunjung ke Jakarta untuk mempromosikan bukunya, Who Speaks for Islam? yang diterjemahkan menjadi Saatnya Muslim Bicara. Buku ini merupakan hasil survei Gallup World Poll periode 2001-2007 di lebih dari 35 negara yang mayoritas penduduknya muslim.

Dalam diskusi, Esposito menyatakan mengagumi kecintaan dan semangat muslim terhadap agamanya. Namun dia juga mengkritik ketika kecintaan itu sering tidak dibarengi semangat memperdalam pemahaman mereka terhadap Islam. Banyak pula muslim yang menyerang Barat tanpa benar-benar mencoba mempelajarinya. Di sela kunjungan singkat itu, Esposito menerima Bunga Manggiasih, Oktamandjaya, dan Grace S. Gandhi dari Tempo.

Setelah 11 September, bagaimana pandangan orang Amerika terhadap Islam?

Banyak yang mulai menaruh perhatian terhadap Islam ketika terjadi revolusi di Iran, peristiwa 11/9, Al-Qaidah, dan lain-lain. Setelah 11/9, perhatian ke wilayah Asia makin ditingkatkan. Perhatian Amerika terhadap Indonesia timbul ketika Gus Dur terpilih menjadi presiden. Indonesia kembali diperhatikan sewaktu terjadi bom Bali.

Bagaimana dengan kalangan lain?

Tidak seperti semasa saya masih menjadi mahasiswa, atau menjadi profesor pada 1970-an, sekarang studi tentang Islam sudah ada di hampir semua perguruan tinggi. Beberapa tahun lalu, kalau pergi ke perpustakaan dan mau mencari buku tentang Islam, hampir tidak ada. Tapi sekarang, tinggal pilih. Hubungan antara Islam dan non-Islam kini sudah berubah. Bahkan ada pelatihan khusus tentang Islam untuk diplomat dan militer.

Bagaimana proses penulisan buku Who Speaks for Islam?

Sebetulnya, saya baru mendatangi Gallup setelah riset berjalan separuh. Mereka lalu meminta saya menjadi salah satu penulis dan saya langsung setuju karena masalah ini sangat menarik. Malam-malam pertama saya sampai tidak bisa tidur. Menariknya apa? Karena sekarang ada data. Salah satu masalah ketika kita berbicara tentang muslim, terutama setelah 11/9, semua berbicara tentang muslim tanpa dukungan data.

Sebelumnya orang bicara berdasarkan asumsi semata?

Ada ahli-ahli terorisme yang sebenarnya tidak terlalu ahli, dan ketika berbicara tentang muslim tidak ada dukungan data sama sekali. Sekarang sudah ada data. Survei yang dilakukan Gallup ini paling besar dan paling sistematis dibandingkan dengan survei serupa yang pernah dilakukan. Hasilnya berlawanan dengan apa yang dipercayai selama ini. Misalnya, 93 persen responden muslim ternyata tidak membenci Barat. Mereka memang bersikap kritis terhadap Barat, tapi justru mengagumi banyak hal yang dilakukan Barat, seperti di bidang teknologi dan kebebasan.

Hasil survei ini benar-benar bisa diandalkan?

Dengan hasil survei ini, kami berani mengatakan: "Biarkanlah sekarang data yang memimpin percakapan atau pembahasan tentang Islam. Jangan lagi biarkan para ahli mengatakan hal-hal yang mereka pikirkan."

Tapi nanti orang mengatakan survei ini kan dibuat oleh Barat.

Gallup merupakan lembaga survei global tertua dan tepercaya. Banyak negara dan lembaga di dunia yang sudah bekerja sama dengan Gallup. Survei ini istimewa karena tidak ada sumber pendanaan dari luar. Dananya dari mereka sendiri. Baru kemudian Gallup menjual data itu. Di sini kita berbicara tentang lembaga yang telah melakukan penelitian untuk banyak pemerintahan atau perusahaan besar dengan reputasi yang menakjubkan di dunia.

Apa yang terpenting dari buku berdasarkan survei itu?

Sebagian besar isi buku itu tidak ada sangkut-pautnya dengan saya. Semuanya tentang apa yang dipikirkan dan dikatakan umat Islam sendiri. Di sini pentingnya. Kami tidak hanya mengambil apa yang dikatakan para cendekiawan, tapi apa yang sungguh-sungguh dipikirkan orang.

Apa isinya yang terpenting?

Barat dan Timur, non-Islam dan Islam, sering kali berpikir bahwa pihak lain tidak peduli pada mereka. Dalam kenyataannya, kedua pihak justru sangat peduli. Jumlah warga Amerika yang menyatakan tidak menyukai terorisme dan kaum ekstremis cukup banyak. Begitu pula kaum muslim. Kedua pihak bersepakat mereka harus lebih saling mengenal dan mengerti satu sama lain melalui pendidikan dan sebagainya.

Apakah buku ini juga menyinggung pandangan kaum fundamentalis terhadap Barat?

Konsep sebagian besar kaum fundamentalis yang membenci Barat secara membabi buta, masyarakatnya atau demokrasinya, itu tidak fair. Sebab, dalam kenyataannya, kedua pihak, Islam dan non-Islam, saling mengambil sikap kritis. Keduanya saling berharap, atau termotivasi, untuk lebih memperhatikan. Barat juga akhirnya menyadari, hanya tujuh persen dari total penduduk muslim di dunia yang memiliki politik radikal.

Bagaimana pandangan kaum muslim mayoritas terhadap Barat?

Kaum muslim meminta Barat menghormati mereka, membantu mereka lebih baik, mengajarkan teknologi, dan memberikan bimbingan ekonomi. Dan yang paling penting tidak mendukung rezim mereka yang otoritarian.

Muslim mengatakan ingin lebih dihargai oleh Barat. Bagaimana mewujudkannya?

Sangat penting bagi kaum muslim menyadari sisi public relations, berbicara mengenai diri mereka sendiri. Tidak hanya di dalam masyarakat mereka sendiri, tapi dipublikasikan secara luas. Juga bagaimana melawan kelompok ekstremis dan distorsi-distorsi yang ada dalam Islam.

Apakah selama ini suara seperti itu terlalu lemah?

Saya lihat sudah banyak orang Islam yang berani bersuara, tapi kadang-kadang terlalu vokal dan mengkritik semua hal yang dilakukan Barat. Setelah 11/9, pemerintah Amerika banyak mengundang sarjana atau mahasiswa muslim ke Amerika. Inilah saatnya untuk mengungkapkan bagaimana Islam itu sebenarnya.

Sebaliknya, bagaimana dengan sikap Barat?

Barat juga harus belajar menghargai dan mengerti dunia Arab lebih baik. Caranya, dengan mempelajari bahasa Arab, atau mempelajari Islam melalui pertukaran mahasiswa atau pelajar.

Anda mendirikan Al-Waleed bin Talal Center for Muslim-Christian Understanding di Georgetown University. Apa yang dilakukan lembaga ini?

Kami memiliki program khusus tentang Islam dan hubungan Islam-Kristen. Lulusan perguruan tinggi kami sudah banyak yang bekerja di lembaga-lembaga pelayanan publik, lebih banyak daripada universitas lainnya di Amerika. Ada yang menjadi duta besar atau pejabat pemerintah lainnya.

Bagaimana pendapat Anda tentang Islam di Indonesia?

Islam di Indonesia, dengan berbagai alasan, sangat menarik. Indonesia bukan hanya negara berpenduduk muslim terbesar di dunia, tapi juga memiliki keberagaman secara etnik dan agama, karena ada pengaruh Hindu dan Buddha juga di sini.

Bagaimana pendapat Anda tentang pemikiran cendekiawan Islam Indonesia?

Indonesia memiliki tidak hanya pola berpikir Islam yang tradisional, tapi juga yang modern dan progresif. Indonesia memiliki pemikir-pemikir Islam, seperti Abdurrahman Wahid, Azyumardi Azra, atau Nurcholish Madjid (almarhum). Juga pemikir-pemikir Islam dari kaum perempuan dan dari kelompok sarjana lainnya.

Mengapa pemikiran mereka kurang bergema di dunia Islam?

Sebagai negara muslim terbesar, Indonesia relatif tidak dikenal. Tidak hanya karena letaknya jauh, tapi juga karena ada masalah bahasa. Sejauh ini, hasil pemikir-pemikir Islam Indonesia belum diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris. Begitu juga pemikiran-pemikiran Islam Indonesia tidak terkenal di negara-negara Arab, karena sebagian besar negara itu tidak mengerti bahasa Indonesia.

Jadi pemikiran Islam Indonesia harus lebih dipromosikan?

Ya, dengan berbagai alasan. Indonesia itu sangat multietnik dan multiagama dibandingkan dengan negara-negara Islam lainnya, seperti di Arab atau Afrika. Di sini sangat beragam. Sekali lagi, bukan berarti Indonesia tidak memiliki masalah dengan agama yang berbeda-beda itu, tapi dibanding negara-negara muslim lainnya, Indonesia sangat liberal. Memang ada perbedaan pendapat antara Islam tradisional dan yang progresif, tapi perdebatan itu sangat sehat.

Belakangan ada semacam kebangkitan kaum fundamentalis....

Seperti juga di negara-negara lain, Indonesia memang menghadapi masalah fundamentalisme. Tapi ada dua bentuk fundamentalisme. Yang satu membahayakan karena mengandung kekerasan dan satu lagi tidak berbahaya.

Apa contoh fundamentalisme yang tidak mengandung kekerasan?

Ya, seperti Ihwanul Muslimin, yang ada di banyak negara. Memang banyak yang mengatakan organisasi ini merupakan masalah terbesar bagi dunia muslim, tapi saya tidak sependapat. Itu adalah suatu bentuk fundamentalisme yang memiliki peran dalam masyarakat secara sosial dan politik. Kelompok ini memang harus ada sebagai bentuk lain dari agama. Dengan kebangkitan fundamentalisme di Indonesia, akan ada lebih banyak ketegangan antara umat Islam dan non-Islam. Kalau tidak bisa menerima dan terbuka terhadap keberagaman, memang bisa menimbulkan masalah.

Bagaimana perkembangan Islam dan demokrasi di Indonesia?

Sejak Soeharto mengundurkan diri, Indonesia makin menuju demokratisasi. Islam juga pernah memiliki presiden dari kelompok ini di masa Abdurrahman Wahid. Gus Dur jelas mewakili kelompok Islam, tapi hubungannya baik dengan kelompok lain. Dia jadi berbeda dengan politikus Islam lainnya.

Bagaimana dengan pemerintah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sekarang?

Dibandingkan dengan pemerintah sebelumnya, jauh lebih bagus. Di berbagai sektor ada lebih banyak kebebasan, termasuk media. Dari pengalaman saya diwawancarai, pers di sini lebih bagus. Ada negara-negara yang pengawasannya sangat ketat. Waktu di pesawat saya membaca The Jakarta Post dan saya membandingkannya dengan surat kabar terbitan Malaysia. The Jakarta Post mengutip pernyataan Anwar Ibrahim apa adanya, tapi surat kabar Malaysia memilih kata-kata yang diucapkan Ibrahim.

John Louis Esposito

Tempat dan Tanggal Lahir:Brooklyn, New York City, 19 Mei 1940

Pendidikan

  • PhD, Temple University, 1974 (Studi Islam)
  • University of Pennsylvania, 1969 (Bahasa Arab)
  • MA, St. John's University, 1966 (Teologi)
  • BA, St. Anthony College, 1963 (Filosofi)

Karier

  • Profesor Georgetown University 2000
  • Professor of Religion and International Affairs and Professor of Islamic Studies 1993
  • Mendirikan The Prince Al-Waleed bin Talal Center for Muslim-Christian Understanding, Edmund A. Walsh School of Foreign Service, Georgetown University, 1993
  • Professor of Islamic Studies College of The Holy Cross, 1991-1995
  • Direktur Center for International Studies College of The Holy Cross, 1987-1991

Buku-buku:

  • Unholy War: Terror in The Name of Islam, 2002
  • What Everyone Needs to Know about Islam, 2002
  • The Islamic Threat: Myth or Reality?, 1999 (Edisi Ketiga)
  • Political Islam: Radicalism, Revolution or Reform, 199
  • Islam: The Straight Path, 1988

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus