Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wawancara

"Saya Optimistis Pelaku Bom Kuningan Terungkap"

20 September 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nama I Made Mangku Pastika seperti menjadi ikon kepolisian Indonesia. Pada tahun 2003, Pastika memperoleh predikat "Asian Newsmaker of the Year" dari majalah Time. Soalnya, Pastika berhasil mengungkap para pelaku peledakan bom Bali 12 Oktober 2002—tragedi yang menewaskan lebih dari 180 orang, yang sebagian besar warga asing. Bahkan pelaku utama peledakan bom Bali seperti Amrozi, Ali Imron, dan Imam Samudra dapat diringkus polisi yang dipimpin Pastika. "Ia polisi hebat yang dimiliki Indonesia," tulis majalah Time.

Kini, setelah bom dahsyat di depan Kedutaan Besar Australia meledak, orang kembali mengingat sosok Made Mangku Pastika. Maklum, polisi yang mampu berbahasa Inggris, Jerman, Belanda, dan Mandarin dengan lancar itu memiliki segudang pengetahuan soal jaringan pelaku bom bunuh diri. Meski tak dilibatkan dalam kasus bom Kuningan (ia kini menjadi Kepala Kepolisian Daerah Bali), Pastika masih mampu memberikan beberapa "petunjuk penting" soal pelaku peledakan bom di Indonesia.

Apa komentar Pastika soal bom di Kedutaan Besar Australia? Apakah mereka berasal dari jaringan yang sama dengan pelaku peledakan bom di Bali dan Marriott? Made Mangku Pastika pekan lalu memberikan analisisnya kepada wartawan Tempo Rofiqi Hasan. Berikut ini kutipan wawancaranya.


Bom berkekuatan besar meledak di depan Kedutaan Besar Australia di Jakarta. Mengapa polisi kembali "kecolongan"?

Sebenarnya saya sudah memprediksi bahwa akan ada bom lagi. Ancaman terorisme itu masih ada. Soalnya, pelaku bom Bali dan bom di JW Marriott masih belum tertangkap semua. Mereka pasti akan berusaha lagi melakukan teror. Saat ini polisi dan para teroris seperti bermain kuat-kuatan. Kalau kita sedang intensif mengejar, mereka akan bersembunyi. Tapi, begitu kita kendur sedikit, mereka pasti memanfaatkan kesempatan.

Apakah itu berarti polisi tak intensif mengejar mereka?

Mereka memang memanfaatkan momentum tertentu. Bom di Kedubes Australia berdekatan dengan peringatan tragedi 11 September. Para teroris itu sebenarnya ingin menyampaikan pesan kepada pihak tertentu mengenai misi dan keberadaan mereka. Pilihan waktu aksi mereka selalu ada alasan historisnya.

Apa titik lemah kemampuan intelijen kita untuk mencegah bom di Kedubes Australia?

Sebenarnya intelijen polisi sudah dikerahkan. Tapi bagaimana lagi? Niat menjadi teroris itu niatnya dalam hati. Ini bukannya saya mengelak. Dalam kasus bom Kuningan, misalnya, kita tidak dapat mencegah sebuah mobil boks yang membawa bom melenggang di jalanan. Apakah kita mau memeriksa satu-satu mobil yang lewat di situ? Jelas tak mungkin. Sekarang saya sebagai Kapolda Bali menerjunkan banyak intel. Untuk ukuran sebuah polda, saya menerjunkan banyak sekali intel karena strategi saya adalah pencegahan kejahatan di Bali. Kalau bisa, bahkan jangan ada yang kecopetan di Bali. Tapi harus diakui bahwa kita tidak bisa bekerja maksimal dengan kondisi sekarang. Idealnya kita memiliki alat deteksi X-ray untuk truk. Tapi kita tak punya duit untuk membelinya. Padahal, dengan tingkat keamanan secanggih apa pun, masih tetap terbuka peluang bagi ancaman itu.

Setelah bom di Kedubes Australia, polisi sangat sibuk. Mengapa tidak sejak dulu?

Terus terang saja, kita belum mengambil langkah-langkah yang komprehensif. Kita hanya terpaku pada pengejaran dan penangkapan pelaku. Upaya itu tidak cukup. Yang harus kita lakukan adalah mencari akar masalah. Sekarang masih ada sekelompok orang yang memiliki paham radikal dan ekstrem di negeri ini. Persoalan ini harus ditangani supaya paham mereka bisa berubah.

Apakah aparat hukum telah melakukan langkah-langkah preventif?

Hingga sekarang, saya belum melihat langkah-langkah untuk mencari akar masalah. Harus diakui bahwa polisi bekerja sendiri dan kesepian. Padahal seharusnya semua pihak bekerja untuk mengubah pandangan para teroris itu. Persoalan terorisme bukan tanggung jawab pihak kepolisian. Contohnya soal perilaku bom bunuh diri sendiri, yang harus digarap serius. Sikap para pelaku bom bunuh diri itu harus ditangani dan dicari penyebabnya. Bahkan saya belum melihat hal ini dilakukan.

Adakah kaitan pelaku peledakan bom di depan Kedubes Australia dengan pelaku peledakan bom di Bali dan Marriott?

Belum ada yang bisa memastikan. Yang bisa memastikannya adalah hasil penyidikan di lapangan berupa bukti fisik yang bisa diidentifikasi dan ditelusuri. Secara deduktif, kita bisa menganalisis temuan-temuan di bom Bali dan bom Marriott untuk mengarahkannya ke bom Kuningan.

Berdasarkan pengalaman Anda, apakah Anda yakin pelaku peledakan bom di Kedubes Australia akan terungkap?

Ya, saya optimistis kasus ini akan terungkap. Yang dilakukan penyidik sama dengan saat mengungkap bom Bali. Mereka memulai dari serpihan-serpihan benda di tempat kejadian perkara (TKP). Mereka menganalisis serpihan tubuh manusia. Jadi, mereka menggunakan metode yang sama dengan yang saya lakukan dalam kasus bom Bali. Memang, dari kesamaan-kesamaan yang ada itu, kemudian disimpulkan bahwa pelakunya sama (dengan bom Bali). Tapi, sebagai polisi, sebenarnya saya lebih suka berpikir induktif. Artinya, kesimpulan harus diperoleh olah TKP. Setelah melakukan olah TKP, polisi baru bisa mengarah kepada tersangka tertentu. Sekarang penyelidikan sedang berjalan. Kalau benar pelakunya Hasan dan Jabir, mungkin sekali pelakunya berasal dari kelompok yang sama dengan pelaku bom Bali.

Menurut perkiraan Anda, berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mengungkap bom di Kuningan?

Itu bukan wewenang saya. Silakan tanyakan hal itu kepada orang-orang di Jakarta.

Apakah kasus bom di depan Kedubes Australia lebih rumit?

Secara teoretis, kasus ini mungkin lebih mudah diungkap. Pada tingkat operasional, kita sudah memiliki pengalaman menangani perkara seperti ini. Kita punya pengalaman untuk membuktikan siapa pelakunya. Dulu, saat bom Bali, kita benar-benar dari awal dan tidak memiliki dugaan. Saat itu kita tidak tahu makhluk yang bernama Jamaah Islamiyah. Kita tak tahu-menahu dengan jaringan Jamaah Islamiyah. Memang, untuk menangkap para pelakunya, tingkat kesulitannya sama. Pelaku bom Bali dan bom Kuningan sama-sama sulit ditangkap.

Nama Dr. Azahari dan Noordin M. Top muncul sejak peristiwa bom Bali. Apakah keduanya dalang bom Bali dan Ku- ningan?

Dari keterangan yang kita dapat, mereka memang ahli bom. Keduanya memiliki pandangan ideologis yang kuat sekali. Jadi, kita tak mungkin mengharapkan mereka menyerah. Karena itu, kita mengerahkan semua daya untuk menghadapi mereka.

Mengapa mereka masih bisa melakukan rekrutmen saat dalam pengejaran polisi?

Ya, memang mereka mampu melakukan rekrutmen. Soalnya, kelompok yang mendukung mereka masih ada, di samping kemampuan mereka untuk meyakinkan orang juga hebat.

Apa mereka dapat bertahan karena masih ada yang mendanai?

Sebenarnya soal dana ini tidak terlalu saya beri perhatian. Soalnya, bom di Indonesia ini boleh dibilang murah. Bom Bali bahkan hanya membutuhkan dana kurang dari Rp 100 juta. Mereka bisa mengusahakan biaya itu melalui urunan-urunan saja. Jadi, kalau dibilang itu adalah hasil money laundry dan trafficking, saya masih ragu.

Mengapa kepolisian sangat sulit menangkap Dr. Azahari dan Noordin M. Top?

Mereka memang profesional. Selain itu, jangan lupa, masih ada kelompok yang melindungi mereka. Mereka bahkan masih bisa merekrut orang untuk kelompok ini. Ini yang menyulitkan kita. Tidak seperti di Malaysia. Di sana, begitu mereka dinyatakan bagian dari organisasi radikal, polisi bisa menangkap karena mereka sulit bergerak. Polisi Malaysia bisa mencegah aksi teror terjadi kembali.

Polisi menawarkan hadiah untuk orang yang membantu menangkap pelaku peledakan bom. Apakah akan efektif?

Semoga begitu. Cuma, kita belum punya pengalaman, berbeda dengan negara lain yang memang punya orang-orang yang profesinya begitu. Lihat saja di film Renegade itu.

Apakah ada kelompok lain di luar Dr. Azahari dan Noordin M. Top?

Kemungkinan itu tetap terbuka. Kalau berpikir induktif, membuktikan siapa pelakunya masih harus menunggu hingga dia tertangkap. Saat ini kita belum menangkap pelakunya. Jadi, kita tidak tahu persis seperti apa sebenarnya Azahari dan Noordin. Apakah mereka benar-benar juga tak bisa dipastikan. Memang ada foto-fotonya, tapi apakah itu memang dia. Saya kira semua kemungkinan harus diwaspadai.

Anda sukses mengungkap kasus bom Bali. Apa kunci suksesnya?

Ali Imron, salah satu pelaku bom Bali, banyak berperan memperjelas kasus itu. Awalnya kami masih menduga-duga dan merangkai teori-teori tentang peledakan bom dan jaringan pelakunya. Dari Ali Imron, kami mendapat banyak konfirmasi sehingga masalah itu menjadi jelas. Hal ini juga dikuatkan dengan pengakuannya di depan pengadilan.

Mengapa Anda melibatkan polisi asing, seperti dari Australia, untuk mengungkap pelaku peledakan bom Bali?

Waktu itu kita perlu para ahli identifikasi karena banyak korban orang asing yang memerlukan penyelidikan forensik. Waktu itu ada tim khusus untuk disaster victim identification (DVI). Hasilnya, 100 persen korban teridentifikasi. Kita juga membutuhkan ahli forensik untuk menangani residu bahan peledak. Mereka bekerja sama dengan tim laboratorium forensik kita untuk memastikan apa yang sebenarnya dipakai sebagai bahan peledak.

Seberapa jauh peran polisi asing ketika itu?

Intinya, mereka tidak memegang komando. Saat mereka—polisi Australia, Jepang, dan Filipina—tiba di sini, mereka langsung saya kumpulkan. Jumlah mereka sekitar 200 orang. Saya tegaskan tanggung jawab kasus ini ada di pundak Kepolisian RI dan saya adalah komandan di lapangan. Mereka hanya membantu saya. Saat itu saya jelaskan apa yang boleh dan tidak boleh mereka lakukan. Semua tindakan harus diketahui Polri. Makanya setiap hari saya ketemu mereka. Ada sebuah posko khusus yang dipantau seorang perwira sebagai liaison officer. Soalnya, kalau mereka tak terkendali, bisa ada masalah baru. Untuk penangkapan dan penggeledahan tersangka, mereka sama sekali tidak terlibat.

Anda memiliki pengalaman. Mengapa tak dilibatkan dalam penyelidikan bom di Kedubes Australia?

Saya kira cukuplah yang di Jakarta. Mereka sudah jago sekali. Sebenarnya penyelidikannya relatif sudah terbuka dan tinggal mencari orangnya. Saya optimistis akhirnya pelakunya akan tertangkap.

Kabarnya, Brigjen Gorries Mere hampir menangkap pelaku pengeboman dengan menggunakan Ali Imron. Mengapa gagal?

Pak Gorries itu reserse kawakan. Dia pasti memiliki tujuan tertentu saat membawa Ali Imron. Itu pasti bukan untuk bersenang-senang seperti dibayangkan orang.

Apakah memang ada unsur persaingan sesama intelijen saat mengejar tersangka pengebom?

Saya tidak melihat hal itu. Kita selalu melakukan koordinasi. Kalau memang pelakunya belum tertangkap, ini karena kita saling intai dengan para teroris itu. Sekarang tinggal siapa yang lebih beruntung saja. Di lapangan, itu benar-benar terjadi. Sering kali karena polisi telat satu jam gara-gara jalan macet, mereka akhirnya lolos. Itu keberuntungan mereka. Tapi, saat sukses menangkap Amrozi, keberuntungan ada di pihak polisi. Waktu itu rencana penangkapan dilakukan malam hari, tapi saya tunda untuk dilakukan di siang hari saja. Soalnya, kalau penangkapannya dilakukan malam hari, polisi bisa dikeroyok penduduk. Saat itu polisi kerap dikeroyok. Kebetulan dia justru keluar di siang hari. Di sini memang ada faktor lain, yaitu Tuhan menggerakkan kita semua.

Lahan munculnya radikalisme di Indonesia sangat subur. Bagaimana cara mengatasinya?

Semua pihak harus terlibat. Orang tua, misalnya, harus mencegah anaknya jadi bersikap ekstrem. Tokoh agama dan rohaniwan juga harus aktif. Ini sama sekali bukan cuma menyangkut agama tertentu. Semua agama, tak cuma Islam, bisa menimbulkan perilaku ekstrem. Kita lihat di Sri Lanka ada teror dari kelompok Hindu. Sedangkan di Irlandia ada kelompok Kristen garis keras. Mereka dibentuk oleh paham dan keyakinan yang tidak bisa disentuh polisi. Masalahnya, suara yang menolak ekstremisme di Indonesia sangat lemah. Bahkan buku Imam Samudra, katanya, sudah dicetak dan laku keras. Itu sangat mengherankan saya.

Banyak orang yang bersedia menjadi pelaku bom bunuh diri. Apa yang terjadi di masyarakat kita?

Saya sangat terkejut dengan fenomena ini. Maka di awal-awal dulu saya selalu bilang belum tentu ini bom bunuh diri. Sebab, akan ada dampak yang berat buat kita kalau itu benar-benar bom bunuh diri. Tapi ternyata memang ini bom bunuh diri. Saya kira ada problem kematangan pribadi dari para pelakunya. Mereka umumnya anak muda di bawah 25 tahun—seperti kelompok Serang yang terdiri atas empat orang itu. Ketika saya tanya apa alasan mereka, jawaban mereka sederhana sekali. Menurut mereka, bom bunuh diri itu adalah satu-satunya cara untuk masuk surga. Bahkan mereka kecewa karena justru Iqbal yang terpilih untuk bom Bali.

Omong-omong, Anda seperti sangat menikmati kesibukan di Bali. Mengapa?

Memang sekarang urusan saya mengurus Bali. Tapi mengurus Bali tidak gampang karena ini menjadi perhatian dunia. Bali adalah lokomotif dunia pariwisata Indonesia, bahkan mendapat gelar "The Most Interested Destination" meskipun sudah kena bom.

Kabarnya, Anda akan menjadi anggota kabinet jika Megawati menang….

Ah, siapa yang bilang begitu? Saya senang bertugas di Bali karena ikut menjaga Bali dan merasa berperan di tanah kelahiran. Belum ada yang menghubungi saya untuk pindah. Berita itu Tempo saja yang mengekspos. Bikin semua tikus marah saja. Ha-ha-ha….


I Made Mangku Pastika.

Tempat & Tanggal Lahir:

  • Jakarta, 22 Juni 1951

Pendidikan:

  • Akabri Kepolisian (Angkatan 1974)

Karier:

  • Direktur Ekonomi Mabes Polri (1999)
  • Sekretaris National Cop Bureau (NCB) Interpol Mabes Polri (2000)
  • Kepala Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Timur (2000)
  • Kepala Kepolisian Daerah Papua (2001)
  • Wakil Kepala Badan Reserse dan Kriminal Mabes Polri (2002)
  • Kapolda Bali (2003)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus