Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Seribu Acara di Hari Tenang

SBY memilih ujian, Mega safari ke luar kota.

20 September 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ADA dua kado berharga untuk Susilo Bambang Yudhoyono yang berulang tahun pada 9 September lalu. Kado yang terbesar datang dari rakyat Indonesia: dia dipilih sebagai Presiden RI untuk lima tahun mendatang.

Kado kedua datang pada saat minggu tenang, dua hari menjelang pemungutan suara: putra Pacitan itu ditetapkan sebagai kandidat doktor di Institut Pertanian Bogor. Kendati tidak sebesar kado pertama, SBY kelihatan jelas begitu terharu menerimanya. Matanya berkaca-kaca, lipatan bibirnya pun bergetar. Perlahan, kedua tangan Presiden RI terpilih ini menangkup di wajah ketika ia mendengar pengumuman dari sidang tertutup hari itu. "Saudara dinyatakan lulus sebagai kandidat doktor dan diperkenankan maju ke proses selanjutnya," kata Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputra, salah satu penguji, membacakan putusan melegakan itu. Artinya, kalau semuanya lancar, sebulan mendatang SBY akan menempuh sidang terbuka untuk menjadi "doktor penuh".

Selama dua jam nonstop, mantan Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan ini harus mengerahkan segala daya untuk mempertahankan disertasi yang berjudul Pembangunan Pertanian dan Pedesaan sebagai Upaya Mengatasi Kemiskinan dan Pengangguran. Sebuah analisis Ekonomi Politik Kebijakan Fiskal di hadapan enam guru besar Program Pascasarjana Jurusan Sosial Ekonomi Institut Pertanian Bogor, di Ruang Mawar, Kampus IPB Baranangsiang, Bogor.

Khairil adalah satu di antara enam orang komisi penguji yang terpilih menguji calon presiden dari Partai Demokrat itu. Komisi penguji dipimpin oleh Profesor Bunasor Sanim, satu dari empat orang pembimbing SBY.

Saat awal ujian, SBY sempat terlihat grogi. Lembar materinya sempat terjatuh ketika ia harus menggunakan slide projector. Ketika penguji bertanya berbarengan, SBY juga terpaksa sesekali berdiri menjelaskan jawabannya. Sekali-dua kandidat doktor bernomor A 5460140814 ini menyapu kening dan lehernya yang penuh keringat, padahal mesin pendingin ruangan bekerja penuh.

"Ini memang lebih deg-degan daripada debat calon presiden kemarin. Soalnya, ini menyangkut lulus atau tidak," kata SBY. Apalagi, di luar ruangan, puluhan wartawan dalam dan luar negeri ikut memantau dari balik jendela dengan segala jenis kamera.

Tak cuma grogi, SBY pun sempat sakit perut. Maka, begitu selesai sidang, dia buru-buru ke kamar mandi. "Sakitnya langsung sembuh begitu ujian selesai dan diumumkan," katanya sambil tertawa. Maklum, ujian tertutup ini adalah tahap terberat untuk meraih gelar doktoral di Program Pascasarjana IPB. "Jika tak berhasil, terpaksa mengulang lagi," kata Bunasor Sanim. Beruntung, SBY bisa melaluinya. Dan sampai dinyatakan lulus kemarin, indeks prestasi kumulatifnya 3,91.

Disertasi setebal 10 sentimeter itu rupanya sudah dipersiapkan sejak ia menjabat Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan. Menurut Bunasor, SBY berhasil membuktikan bahwa kebijakan fiskal yang tepat ternyata bisa mengurangi kemiskinan dan pengangguran, terutama di wilayah pedesaan dalam lingkup sektor pertanian. SBY sendiri memastikan akan menjadikan disertasinya itu sebagai dasar bagi kebijakan pemerintahannya. "Itu jika saya terpilih nanti," ujarnya.

Laiknya mahasiswa doktoral lainnya, SBY juga sempat kesulitan menyusun disertasinya. Selain soal metode penelitian, juga karena keterbatasan waktu. Apalagi selama setengah tahun penuh SBY harus berkonsentrasi pada ujian yang sesungguhnya: pertarungan meraih kursi kekuasaan.

Tengoklah kesibukan SBY sehari sebelumnya. Jumat pagi hari, ia harus menerima pimpinan pusat Aisyiyah di Hotel Four Seasons, Jakarta Selatan. Sesudahnya SBY harus bergegas ke ruangan lain di hotel itu. Di situ Jusuf Kalla, sekodannya, dan seluruh anggota tim kampanye nasional telah menunggu untuk rapat.

"Ini rapat konsolidasi. Ibarat mobil, mesin harus dicek dulu agar jalannya prima," kata Kalla. Selain membentuk tim advokasi, mereka juga memastikan posisi, di mana tim SBY menempatkan satu juta saksi di saat pencoblosan nanti.

Saatnya salat Jumat. SBY bergabung dengan mantan presiden Abdurrahman Wahid, Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Hidayat Nur Wahid, dan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Alwi Shihab di Masjid Al-Makmur, Cikini, Jakarta Pusat.

Selanjutnya SBY bergegas ke Rumah Makan Sederhana di kawasan Pasar Rumput, Jakarta Selatan, untuk bersantap siang. Lagi enak-enaknya bersantap, tiba-tiba Ketua Umum Partai Demokrat Subur Budhisantoso menga-barkan kegagalan Ahmad Heryawan meraih kursi Ketua DPRD DKI. Santap siang jadi tak menyenangkan. SBY segera bergegas meninggalkan rumah makan. Ia perlu ikut rapat kilat dengan puluhan politisi Partai Demokrat.

SBY hanya bisa ikut rapat selama dua jam. Selebihnya, ia memilih pulang ke Puri Cikeas Indah, rumahnya. Setumpuk buku dan disertasi setebal 10 sentimeter itu sudah menunggunya. Rencana sowan ke rumah ibunya, Habibah Soekotjo, di Blitar pun terpaksa dijadwal ulang hingga Ahad. "Saya harus benar-benar membagi waktu karena harus menyiapkan materi untuk ujian," katanya.

Kandidat yang lain, Megawati Soekarnoputri, lebih suka melewatkan masa tenangnya dengan bersafari ke sejumlah daerah. Pada awal minggu tenang, Mega berkunjung ke sentra industri sepatu di Cibaduyut, Bandung.

Resminya, dalam acara itu Mega mempromosikan peningkatan penggunaan produksi dalam negeri yang dipusatkan di Lapangan TVRI Bandung dan menyerahkan berbagai bantuan. Namun tetap saja, aroma kampanye tercium. Mega sendiri mungkin lebih berhati-hati, tapi ketua pelaksana kegiatan pemberian bantuan justru berkampanye untuk Mega. "Kami mengharapkan Ibu Presiden bisa terpilih kembali," kata Lili Asjudiredja, Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API). Tak urung, sekitar 5.000 hadirin yang memadati deretan tenda putih itu langsung bersorak-sorai dan bertepuk tangan.

Atribut kampanye juga terlihat meski tak mencolok. Di bawah kursi undangan berserak kota dus makanan berwarna merah, berlogo timbul kepala banteng "bermoncong putih". Demikian pula usai acara. Sejumlah suvenir seperti selendang, pin, kaus, dan kerudung merah bergambar Mega-Hasyim dibagikan seusai pertemuan.

Acara serius baru digelar Mega pada Jumat petang. Semua elite Partai pendukungnya dikumpulkan di kediamannya, Jalan Teuku Umar, Jakarta Pusat, untuk rapat konsolidasi. Hampir semua pemimpin Partai penyokong koalisi kebangsaan itu hadir, kecuali Ketua Umum PPP Hamzah Haz dan Ruyandi Hutasoit, Ketua Umum Partai Damai Sejahtera.

Menurut Koordinator Koalisi Kebangsaan Akbar Tandjung, fokus mereka kali ini mendekati warga "golongan putih". Mereka juga menyiapkan penghitungan cepat.

Kegiatan safari kembali dilakukan Mega, esok harinya, Sabtu pekan lalu. Pagi-pagi betul Mega terbang ke Sragen, Jawa Tengah. Di kawasan Kalijambe, ia meresmikan sentra industri dan melepas ekspor perdana ke Australia dan Amerika Serikat. Tak ketinggalan, ia juga menggelontorkan berbagai bantuan seperti alat pertanian, kesehatan, sarana sekolah, beasiswa, dan program pinjaman usaha ke masyarakat.

Takut pemberian bantuan itu disalahartikan, saat berpidato tanpa teks, Mega buru-buru menyanggah bahwa bantuan itu hanya sementara. "Ada yang bicara miring kalau program pinjaman usaha mikro layak tanpa agunan ini hanyalah kampanye Ibu Mega sebagai calon presiden. Bantuan ini akan berhenti setelah 20 September. Padahal, ini program pemerintah berkelanjutan," ujarnya.

Dari Sragen, Mega terbang ke Sampang, Madura. Di Pondok Pesantren Nazhatur Thullab Prajjan Camplong, Sampang, sudah menunggu puluhan bupati dan wali kota se-Jawa Timur, juga ribuan warga Sampang. Kunjungan Mega kali ini resmi sebagai presiden untuk menghadiri peringatan tiga abad pondok yang didirikan Kiai Abdul Alam itu. Meski demikian, kesan kampanye tetap sulit dihindari. Tengok pidato Bupati Sampang, Fadhillah Boediono, berikut ini. "Seluruh masyarakat Sampang pada 20 September akan mencoblos Ibu Mega." Pidato itu kontak disambut tepuk tangan meriah para pengunjung.

Megawati hanya tersenyum di atas panggung. Sadar sang bupati keluar jalur, Mega dalam pidatonya langsung menangkis, "Ini yang berbicara presiden, tak ada kaitannya dengan pernyataan bupati." Agaknya, Mega khawatir bahwa kunjungannya itu dianggap kampanye.

Dari Sampang, Mega menuju Surabaya. Di Kota Pahlawan ini, Mega meresmikan Taman Observasi Anak Jala Puspa Rumah Sakit Angkatan Laut Dr. Ramelan. Jala Puspa adalah unit medis untuk mendeteksi dan merehabilitasi gangguan pendengaran anak usia satu sampai tiga tahun. Setelah itu, Mega segera terbang ke Jakarta. Malam hari, Mega ditunggu untuk makan malam bersama putra-putri Bung Karno lainnya di Kebayoran Baru, rumah Guruh Sukarno Putra.

Deretan jadwal juga sudah menunggu Mega, Ahad pagi. Berkunjung ke sejumlah tempat, membuka doa bersama "pemilu damai" Koalisi Kebangsaan, dan menerima kunjungan berbagai kalangan masyarakat. Sore harinya, sebagai presiden, Mega harus bersiap untuk rekaman pidato pemilu presiden putaran kedua.

Apa pun yang dilakukan keduanya, rakyat rupanya sudah punya pilihan. Keduanya memang sudah "berpeluh", tapi keputusan memang di tangan rakyat.

Widiarsi Agustina dan tim Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus