Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wawancara

Ada Calon Menteri Berpotensi Tersangka

27 Oktober 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MUHAMMAD Yusuf mengubah posisi duduk dengan menyilangkan salah satu kakinya. Ia terdiam sejenak dan terlihat bingung mencari jawaban. "Pokoknya, dari 42 nama calon menteri yang kami dalami, umumnya memiliki transaksi perbankan yang wajar. Hanya sedikit yang bermasalah," kata Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan itu tentang hasil pemeriksaan calon menteri yang diberikannya kepada Presiden Joko Widodo.

Yusuf kemudian menilik jam tangannya. Jemarinya terus berada di atas key­board telepon selulernya. Ia selalu memantau perkembangan terbaru pengumuman calon menteri lewat ponsel—sembari mengunyah ubi kukus yang dibawanya dari rumah. "Ini ada pesan pendek yang mendukung saya menjadi Jaksa Agung dari jaksa-jaksa di Papua," ujarnya sambil memperlihatkan layar teleponnya ke Tempo.

Komisi Pemberantasan Korupsi diketahui menerima 43 nama calon menteri untuk diperiksa. Sedangkan PPATK menerima 42 nama. Artinya, nama yang disetor ke PPATK minus satu. Satu nama yang tak disetor ke PPATK ini tak lain kabarnya adalah Yusuf sendiri. Dia memang disebut-sebut masuk daftar calon Jaksa Agung. "Jabatan itu hanya amanah," katanya menanggapi kabar tersebut.

Presiden Joko Widodo sendiri akhirnya membatalkan pengumuman nama-nama yang akan mengisi Kabinet Trisakti pada Rabu malam pekan lalu di Dermaga 303, Tanjung Priok, Jakarta. Ia punya 14 hari untuk menentukan pilihan, terhitung satu hari setelah pelantikan. Yusuf pun meminta semua pihak memberi waktu dan mempercayakan keputusan kepada Jokowi. "Jangan terburu-buru. Mau taruh di mana muka Presiden kalau ada menterinya nanti yang ditangkap KPK?" ucap Yusuf.

Selama hampir dua jam ia menjawab setiap pertanyaan seputar penelusuran transaksi keuangan calon menteri yang dilontarkan Heru Triyono dan fotografer Wisnu Agung Prasetyo dari Tempo di kantornya di Jalan Juanda Nomor 35, Jakarta, pada Selasa pekan lalu.

Presiden hanya menyetor 42 nama ke PPATK karena nama Anda—yang digadang-gadang jadi Jaksa Agung—tak dimasukkan....

(Tersenyum) Saya tidak tahu itu.

Anda punya jawaban lain soal kenapa nama calon menteri yang disetor ke PPATK hanya 42?

Itu juga saya tidak tahu.

Dari 42 nama yang diperiksa PPATK, apakah ada nama Anda?

Mana mungkin saya memeriksa diri sendiri, he-he-he….

Dalam menelusuri rekam jejak calon menteri, Anda berkoordinasi dengan KPK?

Tentang 43 nama yang di KPK itu tidak ada kaitannya dengan yang di PPATK. Masing-masing berjalan sendiri. Sebab, ada nama calon yang sepertinya tidak sama dengan yang di KPK.

Dikabarkan delapan nama calon menteri Jokowi diberi tanda merah oleh KPK. Kalau PPATK?

Kurang etis kalau saya yang berbicara. Itu hak Presiden dan menjadi rahasia negara. Memang ada beberapa yang perlu Pak Jokowi pertimbangkan, tapi saya tidak berani men-judge seperti KPK. Mereka itu menyelidiki, kalau saya hanya membaca dari transaksi.

Persentasenya bagaimana? Lebih banyak atau lebih sedikit yang bermasalah?

Siapa nama-nama itu merupakan rahasia negara—dan menyangkut masa depan orang. Yang pasti, 42 nama itu umumnya memiliki transaksi wajar. Hanya sedikit yang mencurigakan dan bermasalah.

Yang bermasalah itu dari kalangan partai politik atau profesional?

Mereka itu yang diusung partai. Kalau kalangan profesional rata-rata bagus.

Semua calon menteri dari partai bermasalah?

Tidak semua. Ada juga yang bagus. Saya yakin tidak ada partai yang kebijakannya adalah menyuruh orang melakukan korupsi.

Yang dimaksud bermasalah itu berpotensi menjadi tersangka kasus korupsi?

Begini, yang kami temukan ini tidak serta-merta pidana. Kalau dituduh gratifikasi tapi ternyata itu adalah bayaran menjadi narasumber, bagaimana?

Jadi laporannya seperti apa?

Format laporan kami berupa informasi yang dibaca dari transaksi. Informasinya tidak detail, tapi sudah bisa dipahami bahwa seseorang itu bermasalah atau tidak. Kalau hasil analisis, itu proporsi untuk penegak hukum.

Anda sebelumnya tahu bahwa ada nama-nama calon menteri itu yang bermasalah?

Tidak. Tapi sejujurnya calon dari partai memang cenderung membuat kami penasaran untuk mendalami. Sebab, menjadi politikus kan tidak gratis. Hukum alam mengatakan modal harus kembali.

Di posisi apa orang-orang partai yang berpotensi memiliki hubungan dengan korupsi ini?

Yang duduk di tempat basah. Misalnya salah satu komisi di Dewan—yang basah. Kan, pernah saya kirim data tentang 21 anggota yang bermasalah dari Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat ke KPK. Ada ratusan miliar transaksi yang mencurigakan.

Dari penelusuran Anda, rapor merah seperti apa yang ditemukan PPATK?

Transaksi yang tidak sesuai dengan profilnya. Misalnya ada transaksi memakai dolar atau valas (valuta asing), padahal status kepegawaiannya tidak menuntut dia bertransaksi dengan mata uang asing. Lazimnya pegawai hanya satu bulan sekali memiliki transaksi besar di bank dan dalam rupiah. Itu logika. Artinya, dia tidak mungkin lagi memiliki transaksi masif setelah gajian karena sisa gaji dipakai belanja. Kalau ada transaksi besar, ini namanya menyimpang dari karakteristik transaksi. Ada yang tak lazim.

PPATK bisa mengenali profil dan karakteristik setiap transaksi nasabah sejauh itu?

Semua bisa dilihat dari transaksi. Misalnya orang itu memiliki pompa bensin. Uangnya pasti variatif. Dia akan memiliki pecahan Rp 2.000, Rp 5.000, Rp 10.000, atau Rp 20.000. Kalau uang yang dia setor seragam dengan satuan Rp 100 ribu semuanya, itu sudah menyimpang dari karakter dia sebagai pemilik pompa bensin.

Nama-nama yang diserahkan Presiden kepada Anda apakah sebelumnya ada basis datanya di PPATK?

Di kami ini sudah ada sistem yang namanya Sipesat (Sistem Informasi Pengguna Jasa Terpadu). Maka jika nama Anda diketik, ya, langsung muncul. Ada sekitar 200 juta nasabah bank di Indonesia bisa kami akses.

Termasuk bank asing?

Iya. Siapa pun yang pernah melakukan transaksi perbankan—keluar-masuk—akan terbaca.

Sebenarnya bagaimana metode penelusuran transaksi keuangan yang digunakan PPATK?

Dulu kami harus minta izin ke 120 bank se-Indonesia. Kami surati semuanya. Tapi itu butuh waktu dua-tiga hari. Lama. Karena itu, saat ini dibuat sistem Sipesat. Semuanya jadi cepat. Tinggal ketik nama, maka kami mendapatkan data awal. Kalau ada yang mencurigakan, baru kami masuk lebih dalam dan menganalisis.

Butuh waktu berapa lama memeriksa transaksi keuangan seseorang dengan Sipesat?

Hitungan menit. Yang bikin lama itu manakala harus konfirmasi ke bank.

Berapa waktu yang Jokowi berikan kepada Anda?

Cuma dua-tiga hari, hari Minggu sudah harus siap. Anda bayangkan, saya menerima 42 nama dari pihak Tim Transisi, Andi Widjajanto dan Teten Masduki, pada Jumat (17 Oktober 2014) pukul 4 sore di kantor, sehingga Sabtu dan Ahad kami lembur.

Bukankah Sabtu dan Minggu bank tutup. Bagaimana mengkonfirmasinya?

Itu yang terjadi kemarin. Pihak bank syukurnya bisa diajak kerja sama. Yang jadi kendala lagi adalah jika data transaksi calon itu baru atau banknya pernah dilikuidasi. Susah melacaknya. Lebih pintar lagi bisa saja rekeningnya memakai nama orang lain atau ejaan namanya tidak sama dengan yang tim Pak Jokowi miliki.

Ada tim khusus yang Anda bentuk untuk menelusuri rekam jejak calon menteri?

Tidak. Ini sudah jadi kegiatan sehari-hari. Karena permintaan spesial dari Presiden, kami kerja lebih cepat.

Informasi transaksi seperti apa sebenarnya yang diminta Jokowi kepada PPATK?

Online dan tunai. Kenapa tunai? Karena transaksi dalam jumlah besar dan masif itu tidak lazim, meski orang itu punya pekerjaan yang bagus. Tunai itu bisa berindikasi uang itu adalah hasil gratifikasi, suap, dan pemerasan. Tapi saya minta maaf ke Pak Jokowi karena kami melakukan melebihi yang diminta. Kami juga berinisiatif memeriksa anak dan istri sang calon menteri.

Waktu dua-tiga hari cukup komprehensif untuk memeriksa calon menteri dan keluarganya?

Kalau mau lengkap, perlu diperpanjang. Memang tidak semua calon menteri menyimpan duit di anak dan istrinya. Ada yang ditemukan nihil, tapi beberapa juga ada.

Ada pesanan khusus dari Jokowi untuk menelusuri nama calon menteri tertentu?

Tidak ada. Beliau cukup menghargai kinerja kami.

Bagaimana respons Jokowi ketika mengetahui calon pembantunya bermasalah?

Sempat manggut-manggut. Dia menyayangkan karena sudah menyeleksi ribuan nama tapi nyatanya masih menemukan yang bermasalah. Ia berharap dikelilingi orang bersih.

Kapan Anda menyerahkan laporan hasil pemeriksaan kepada Jokowi?

Minggu sore (19 Oktober 2014) di rumah dinas Gubernur Jakarta dan Senin malam (20 Oktober 2014) di Istana.

Kok, dua kali? Bukankah dia sedang sibuk-sibuknya menerima tamu negara dan ada perayaan di Monas?

Karena ada perkembangan data. Penyempurnaan dari yang Minggu. Makanya saya temui lagi Pak Jokowi Senin malam—meski ia sedang sibuk. Saya ingin jaga reputasi kepala negara. Taruh di mana muka beliau kalau ada menterinya nanti yang ditangkap KPK?

Anda melaporkan figur calon menteri yang diragukan?

Saya jelaskan ke beliau, calon ini begini, calon itu begitu. Maaf, tidak bisa saya sebutkan kepada Anda. Tapi ada orang yang berpotensi kuat bakal mengganggu kabinet ke depan karena bisa jadi tersangka. Namun tetap saya minta ke Pak Jokowi mengkomunikasikan data kami dengan KPK.

Mungkinkah perbedaan hasil pemeriksaan PPATK dan KPK bisa terjadi?

Bisa jadi. Seandainya ada kasus yang berasal dari laporan masyarakat yang menyangkut nama calon menteri itu ke KPK. Atau ada informasi data di PPATK yang masih diproses—belum dikirim ke KPK.

Menurut Anda, Jokowi tetap akan memilih menteri yang bermasalah jika ada tekanan dari partai?

Tidak. Beliau orang cerdas, visioner, punya obsesi. Saya yakin tidak.

Apa yang Anda katakan itu harapan kita semua. Tapi tekanan dari partai kan kuat….

Makanya saya mohon dengan hormat kepada para ketua umum partai agar tidak mencalonkan orang yang bermasalah. Mereka harus sadar juga. Sudahlah, yang tidak punya komitmen, minggir saja.

Rekomendasi yang diberikan PPATK akan mempengaruhi keputusan Presiden dalam membentuk kabinet?

Itu sepenuhnya hak Presiden. Saya hanya memberikan data yang semoga bisa dipakai sebagai referensi.

Apa yang menjadi jaminan bahwa PPATK independen dalam penelusuran nama calon menteri?

Semua by system di sini. Tidak ada itu intervensi. Bahkan, kalau saya harus selidiki teman sendiri, mohon maaf, akan saya lanjutkan terus, tanpa pandang bulu.

Meminta dan mendapatkan data dari PPATK, apakah Jokowi sudah sesuai dengan hukum?

Tidak ada yang salah. Justru saya menganjurkan sejak dulu untuk diberlakukan hal yang sama terhadap calon pejabat eselon I dan II. Itu diatur dalam Pasal 90 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Intinya PPATK dapat melakukan kerja sama untuk pertukaran informasi dengan lembaga yang berwenang.

Siapa saja boleh meminta data ke PPATK?

Kalau seandainya yang minta swasta atau personal, tentu tidak dikabulkan. Permintaan dari swasta tetap diproses dan diperiksa, tapi hasilnya kami serahkan ke penegak hukum. Kemarin kami bekerja sama dengan Indonesia Power—yang mengelola uang negara Rp 27 triliun. Mereka takut salah pilih orang. Makanya minta dicek.

Jokowi seperti sedang memainkan peran di mana ia tidak memakai tangannya untuk menyingkirkan orang dekat partai yang memiliki masalah hukum. Ia memakai tangan KPK dan PPATK untuk menyingkirkan mereka.

Paling tidak, dia sudah ada ikhtiar baik untuk memilih menterinya. Saya justru sampaikan apresiasi kepada dia saat bertemu empat mata di Istana.

Dia menyinggung bahwa nama Anda tercantum sebagai salah satu kandidat Jaksa Agung?

Kami tidak membicarakan pribadi. Saya mengucapkan selamat, panjang umur, dan semoga sehat diberi kekuatan.

Tapi Jokowi menawari Anda posisi itu?

Iya, ditawari kue oleh Presiden.

Pernah ada pembicaraan mengenai Jaksa Agung dengan Tim Transisi Jokowi?

Saya ini tidak bergerak untuk datangi si A atau si B.

Anda akan menerima posisi itu jika ditawari?

Sebenarnya lebih nyaman di sini (PPATK). Gaji lebih besar dan independen. Kerjanya juga tidak seberat kejaksaan, yang skalanya amat luas. Tapi, sebagai mantan jaksa, tentu ingin jadi Jaksa Agung. Hidup ini sebentar. Saya ingin bermanfaat.

Muhammad Yusuf
Tempat dan Tanggal Lahir: Pendopo, Sumatera Selatan, 18 Mei 1962 Pendidikan: Doktor ilmu hukum Universitas Padjadjaran (2009), Magister manajemen dari Institut Pengembangan Wiraswasta Indonesia, Jakarta (1998), Sarjana hukum dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia (1982) Karier: Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (2011-sekarang), Direktur Hukum dan Regulasi Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (2008), Asisten Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta (2007), Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (2007), Kepala Kejaksaan Negeri Bogor (2006), Kepala Kejaksaan Negeri Kotabumi, Lampung Utara (2005), Kepala Subdirektorat Hak Asasi Manusia Berat Kejaksaan Agung Republik Indonesia (2004), Kepala Subseksi Penuntutan Tindak Pidana Orang Harta dan Benda Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta (1997), Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Kupang (1993), Jaksa Fungsional Kejaksaan Negeri Ujungpandang (1992), Pegawai negeri sipil Kejaksaan Negeri Ujungpandang (1988)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus