Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MENTERI Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Susana Yembise belum bisa berpangku tangan meski Rancangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 sudah matang. Aturan yang lebih dikenal dengan sebutan Perpu Kebiri itu akan mendapat ujian dari Dewan Perwakilan Rakyat.
Perpu itu dirancang oleh tiga kementerian atas instruksi Presiden Joko Widodo sebagai respons atas maraknya kejahatan seksual. Ketiga kementerian tersebut adalah Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Kementerian Sosial, serta Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. "Presiden sudah memerintahkan Jaksa Agung dan saya untuk mengawal aturan ini," kata Yohana, 58 tahun.
Salah satu penyebab munculnya aturan itu adalah peristiwa mengenaskan yang menimpa Yuyun, 14 tahun. Siswa sekolah menengah pertama di Rejang Lebong, Bengkulu, itu tewas setelah diperkosa 14 remaja, awal April lalu. Belum lama petaka itu terungkap, khalayak kembali dikejutkan oleh peristiwa serupa yang menimpa LN, anak balita 2 tahun 6 bulan, di Bogor, Jawa Barat; gadis F di Manado; dan pemerkosaan 58 gadis di Kediri, Jawa Timur. "Ini puncak gunung es kekerasan pada anak dan perempuan," ujar Yohana kepada wartawan Tempo Dwi Wiyana, Tito Sianipar, Mitra Tarigan, Raymundus Rikang, dan pewarta foto Frannoto dalam wawancara khusus, Jumat dua pekan lalu.
Yohana saat itu tampak terlihat lelah karena baru saja datang dari perjalanan dinas ke Indonesia timur. Air mukanya terlihat kuyu. Tapi nada bicara Yohana mendadak-sontak bersemangat tatkala diskusi masuk pada isu Perpu Kebiri. Perbincangan selama satu jam di rumah dinas menteri di Jalan Denpasar Raya, Kuningan, Jakarta Pusat, itu diakhiri dengan roman muka sumringah Yohana saat ibu tiga anak ini diminta mengenakan sarung tinju dalam sesi pemotretan.
Saat kasus tewasnya Yuyun menyita perhatian publik, Anda menemui orang tua korban dan para pelaku di Rejang Lebong. Apa tujuan utama menemui mereka?
Saat saya tiba di sana, masyarakat satu kampung berkumpul. Ibunya Yuyun masih bersedih, tapi Wakil Bupati menguatkan hati orang tua Yuyun. Ayah dan saudara kembar Yuyun juga menerima saya. Tak banyak yang mereka ungkapkan kepada kami selain permintaan agar pelaku dihukum seberat-beratnya.
Kemudian saya sampaikan ungkapan dukacita mendalam atas nama Presiden, Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, serta seluruh rakyat Indonesia. Sebab, kasus ini bukan sekadar isu nasional lagi, melainkan sudah terdengar pula oleh dunia internasional. Saya melihat kedatangan saya bisa memberi suasana dan semangat baru. Sebab, suasana desa sebelumnya tegang dan murung. Mereka merasa diperhatikan oleh pemerintah.
Apakah desa tempat Yuyun tinggal memang sepi sehingga pemerkosaan di siang hari itu bisa terjadi?
Kampung Yuyun itu (Desa Kasie Kasubun, Padang Ulak Tanding, Rejang Lebong) letaknya dari jalan raya jauh sekali, sekitar enam kilometer. Jalannya juga sempit, dikelilingi hutan belantara, dan banyak jurang di sisi jalan. Kondisinya sangat riskan bagi anak-anak yang berangkat dan pulang sekolah. Apa pun bisa terjadi walaupun itu siang hari. Peristiwa pemerkosaan Yuyun itu hanya berjarak 50 meter dari rumahnya. Sudah dekat sekali tapi tetap saja bisa terjadi.
Selain itu, sebagian besar penduduk di sana bekerja sebagai petani yang menghabiskan waktunya di sawah atau ladang. Bahkan ada orang tua yang memilih bermalam di ladang dan meninggalkan anak-anaknya sendirian di rumah. Perhatian orang tua kepada anak sangat kurang. Jadi saya ingatkan agar mereka mau mengantar dan menjemput anak ke sekolah. Jika tidak, kemungkinan besar anak-anak bisa jadi mangsa predator seksual.
Anda juga menemui para terdakwa pelaku pemerkosaan. Apa yang Anda bicarakan dengan mereka?
Kepala Polres selalu mendampingi saya di lapangan, jadi sekalian saja saya minta bertemu dengan para terdakwa di kantor polisi. Kami bertemu di ruangan Kepala Polres dan terdakwa banyak diam. Mereka mengakui perbuatannya, merasa bersalah, dan bersedia menerima apa pun hukuman yang diberikan.
Saya lihat wajahnya, sepertinya mereka anak-anak yang tidak terawat dengan baik. Saya tahu mana anak-anak yang baik dan mana yang terpengaruh oleh narkotik dan minuman keras. Saya katakan kepada mereka, "Kalian seharusnya masih sekolah, tapi kenapa terlibat seperti itu?" Mereka cuma diam dan saya tak memaksa mereka menjawab. Tapi saya merasa iba juga karena mereka sebenarnya adalah korban dari sistem pengasuhan di keluarga yang tak berjalan semestinya.
Bila ada kesalahan asuh dalam keluarga, orang tua juga bisa dituntut pidana?
Bisa saja. Saya sudah menekankan berkali-kali bahwa anak-anak usia 0-18 tahun harus dijaga orang tua, jangan sampai diabaikan. Kalau kami menuntut orang tua sebenarnya bisa juga karena Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak mengatur bagi orang tua, baik korban maupun pelaku, yang membiarkan anak-anak hingga terjadi peristiwa kekerasan akan dihukum penjara maksimal tiga setengah tahun dan denda Rp 72 juta.
Saat menemui para orang tua terdakwa, apa isi pembicaraannya?
Para orang tua itu mengatakan hal berbeda dengan pengakuan anak-anak mereka. Mereka bilang anak-anak itu baik. Ada juga yang mengaku bahwa sewaktu kejadian pembunuhan Yuyun, anak mereka ada di kebun dan menghadiri acara bersama mereka. Ada pembelaan dari orang tua yang pasti tak mau anaknya bersalah.
Pengadilan telah memvonis pelaku dengan hukuman penjara 10 tahun. Apakah hukuman itu setimpal?
Anak-anak itu adalah korban salah asuh orang tua. Saya merasa hukuman yang diterima pelaku sudah maksimal jika merujuk pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak. Selama menjalani masa hukuman, mereka akan ikut program rehabilitasi, yang diharapkan bisa mengubah perilaku masing-masing.
Pada beberapa kasus semacam ini tak berujung pada pemidanaan pelaku. Di mana titik kesalahannya?
Memang polisi dan hakim jadi ujung tombak penegakan hukuman setimpal untuk pelaku kejahatan seksual. Tapi banyak kasus justru selesai dengan musyawarah keluarga, yang akhirnya membuat pelaku mengurangi perbuatannya. Makanya sekarang kami sedang menjalankan program sertifikasi atau semacam kursus bagi aparat penegak hukum agar mereka mampu mengusut kasus kekerasan dan pelecehan pada anak dan perempuan dengan adil sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
Setelah kasus Yuyun terungkap ke publik, ternyata secara berentetan muncul kasus serupa di berbagai daerah. Misalnya pembunuhan sadistis anak balita berusia 2 tahun 6 bulan di Bogor dan pemerkosaan gadis oleh belasan remaja di Manado.…
Ini adalah peristiwa gunung es. Saya ingin berbagi cerita bahwa sepulang dari menengok orang tua Yuyun, saya menerima laporan ada satu guru yang diduga telah mencabuli 100 siswa. Semula peristiwa ini didiamkan. Tapi, ketika ada satu korban angkat bicara, terbukalah semua.
Saya rasa tak hanya terjadi di Bengkulu, Bogor, atau Manado. Tapi di hampir seluruh wilayah Indonesia ada pelecehan dan kekerasan pada anak dan perempuan, hanya terselubung. Bahkan di asrama-asrama juga terjadi. Intinya, di mana ada perempuan dan anak, di situ terjadi kekerasan dan pelecehan. Bermula dari situasi sederhana, misalnya keadaan rumah di mana semua orang tidur bergabung, tak ada kamar tidur khusus untuk anak-anak, nah bisa terjadi pelecehan di situ.
Bagaimana pemerintah merespons gejala "gunung es" tersebut?
Kami akan selalu hadir tatkala terjadi kasus kekerasan dan pelecehan seksual pada anak dan perempuan. Akan langsung kami kontak Kepala Badan Pemberdayaan dan Perlindungan Anak di semua provinsi dan kabupaten/kota untuk berkoordinasi intensif. Kami juga gandeng lembaga swadaya masyarakat tatkala ada kasus yang butuh penanganan segera.
Apa sebenarnya pemicu maraknya pelecehan dan kekerasan seksual terhadap anak itu?
Tak ada faktor baku karena semua orang bisa berbuat demikian. Contohnya, seorang guru yang seharusnya punya tanggung jawab menjaga anak-anak saja bisa melakukan pelecehan.
Tapi saya sedang memulai studi untuk mengetahui hal ini. Penemuan awal saya pada observasi di lembaga pemasyarakatan menemukan bahwa faktor pemicu pelecehan dan kekerasan seksual didominasi oleh konten pornografi yang makin mudah diakses seiring dengan kemajuan teknologi. Ada juga pelaku yang pernah jadi korban kekerasan seksual, lalu mempraktekkannya di tempat lain.
Faktor lainnya?
Kembali pada keluarga yang mengarahkan anak-anak, misalnya pergi dengan pakaian wajar dan pantas di tempat publik. Beda dengan luar negeri yang masyarakatnya sudah menghargai hak-hak individu, di mana mencubit sedikit saja urusannya sudah dengan polisi karena dianggap pelecehan. Di Indonesia, kesadaran semacam itu belum tumbuh.
Ada kelakar bahwa jika ada sekelompok orang berkumpul lalu melintas seorang gadis dengan pakaian terbuka dan saat itu juga sekelompok orang tersebut matanya terbelalak dan mulutnya menganga, bisa dipastikan itu orang Indonesia. Itu kata kolega saya di luar negeri, ha-ha-ha....
Kementerian Komunikasi dan Informatika sudah menutup banyak situs pornografi. Apa langkah kementerian Anda untuk ikut memperketat akses anak-anak terhadap situs porno?
Saya akan membuat edaran yang mengatur anak-anak dilarang membawa ponsel ke sekolah. Aturan itu sudah jadi dan tinggal saya teken. Aturan itu juga memuat agar orang tua membatasi akses anak pada ponsel, sehingga saya berharap keluarga mau mengupayakan waktu dan ruang kebersamaan dengan anak-anak. Caranya dengan makan malam bersama atau rekreasi bersama demi mengurangi akses anak-anak pada ponsel. Aturan semacam ini sudah lazim diterapkan di luar negeri.
Wah, apakah itu tak terlalu jauh mengurusi ruang privat keluarga?
Bukan begitu. Negara berupaya melindungi anak-anak. Mereka juga anak-anak kita. Justru undang-undang yang mengamanatkan pemerintah untuk melindungi anak-anak. Dalam keadaan darurat kekerasan seksual seperti sekarang ini, pembatasan akses pada ponsel itu harus diterapkan.
Bayangkan, saya pernah ditunjukkan bahwa lalu lintas akses konten pornografi di Indonesia jumlahnya lebih dari 50 ribu orang sehari. Terbanyak ada di Jakarta dan Denpasar. Ini mengerikan sekali!
Untuk pencegahan, perlukah pendidikan seksual secara dini diajarkan kepada anak-anak?
Saya cek beberapa sekolah, ada yang sudah mulai memasukkan muatan pengetahuan ini dengan baik. Bahkan ada yang sudah memakai alat peraga untuk memberi pemahaman secara utuh kepada siswa. Yang penting kita tak perlu lagi menganggap pendidikan seksual sebagai hal yang tabu, harus mulai dibicarakan secara terbuka.
Bagaimana perkembangan penerbitan Perpu Kebiri?
Presiden Joko Widodo sudah memerintahkan Jaksa Agung dan saya untuk mengawal aturan ini. Tapi sekali waktu pernah saya sampaikan kepada Presiden bahwa Perpu Kebiri dianggap melanggar hak asasi. Presiden bilang pelaku kejahatan seksual pada anak justru lebih melanggar hak asasi karena telah mencabut dan mematikan hak tumbuh kembang anak. Apalagi Presiden sudah mendeklarasikan bahwa kekerasan seksual adalah kejahatan luar biasa sehingga hukumannya harus luar biasa pula. Akhirnya diputuskan serempak untuk segera mengesahkan aturan tersebut.
Nantinya bagaimana teknis kebiri akan dilakukan pada pelaku kejahatan seksual?
Ini hukuman pemberatan di samping hukuman penjara bagi pelaku. Bentuknya suntikan yang akan mematikan libido atau hasrat seksual pelaku.
Apakah hukuman kebiri efektif menekan kejahatan seksual?
Saya sudah menggelar diskusi akademik dan membaca referensi dari luar negeri. Ada yang dihukum kebiri lalu dilihat perkembangannya. Setelah lima tahun, ternyata muncul kembali sifatnya itu. Saya pikir kalau dikasih suntikan impotensi justru sekalian efek jeranya. Tapi kita tak bisa menempuh cara ini. Kebiri pada dasarnya tak menjawab masalah dan bukan solusi meredam hasrat yang memicu kejahatan seksual.
Tapi kenapa tetap saja diputuskan akan berlaku?
Ini hukuman pemberatan. Kami juga akan segera memulai revisi Undang-Undang Perlindungan Anak agar mengatur hukuman penjara seumur hidup bagi pelaku kejahatan seksual berat. Di luar negeri, hukuman bagi pelaku kejahatan seksual dijatuhkan dengan pertimbangan masa hukuman hingga terdakwa tak bisa melakukan hubungan seksual. Misalnya tertangkap umur 20 tahun, maka pengadilan bisa menjatuhkan vonis 70 tahun penjara-masa ketika pelaku sudah tak bisa lagi melakukan hubungan seksual.
Apakah pembahasan Perpu Kebiri juga mendapat masukan dari Menteri Kesehatan soal dampak medisnya?
Menteri Kesehatan sudah menyampaikan ekses kesehatan dari suntik kebiri. Ikatan Dokter Indonesia tak setuju dengan hukuman ini. Kontra-pendapat ini yang membuat pembahasan terus berlangsung sampai sekarang.
Bagaimana perkembangan pembahasan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual?
RUU itu belum masuk Program Legislasi Nasional tahun ini, ada kemungkinan tahun depan. Bagi saya, aturan itu harus segera terbit karena menjadi simbol perjuangan para perempuan. Sebab, kekerasan dalam rumah tangga bisa terjadi kapan pun. Selain rancangan itu akan melengkapi instrumen hukum di samping Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 untuk melindungi anak dan perempuan.
Yohana Susana Yembise Tempat dan tanggal lahir: Manokwari, Papua, 1 Oktober 1958 Pendidikan: S-1 Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Cenderawasih, Papua (1985) | Diploma TEFL Regional English Language Centre SEAMEO, Singapura (1992) | S-2 Faculty of Education Simon Fraser University, Kanada (1994) | S-3 School of Language and Media The University of Newcastle, Australia (2007) Karier: Dosen program pendidikan bahasa Inggris Universitas Cenderawasih (1987-sekarang) | Kepala Laboratorium Bahasa Universitas Cenderawasih (1991) | Koordinator Tim Pendidikan Wanita Kosgoro Provinsi Papua (2008-2012) | Wakil Ketua Lembaga Riset Papua (2009-sekarang) | Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (2014-sekarang) Penghargaan: Guru besar bidang desain kurikulum dan pengembangan material Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI (2012) | Kartini Award International Human Resources Development Program-Yayasan Kharisma Indonesia (2014) |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo