Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Ringkasan Berita
Fajar Merah merilis album baru grup band-nya dengan konsep yang tidak lagi menggarap musikalisasi puisi-puisi Wiji Thukul.
Putra bungsu Wiji Thukul ini menceritakan bagaimana ia membangun sosok sang ayah lewat memori keluarga, orang-orang sekitarnya, dan karya-karyanya.
Fajar Merah menilai pemerintah semestinya mampu menuntaskan kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia masa lalu, termasuk penghilangan paksa para aktivis di era Orde Baru.
DI studio musik Lokananta, Solo, Jawa Tengah, Fajar Merah kembali bercerita. Ia tak lagi berkisah lewat musikalisasi puisi-puisi ayahnya, Wiji Thukul, seperti dalam album pertamanya.
Melalui album Nyanyian Sukma Lara, Fajar dan grup musiknya, Merah Bercerita, memutuskan untuk mendobrak zona nyaman dengan melepaskan diri dari bayang-bayang Wiji Thukul. Menurut Fajar, album kedua ini adalah karya ideal dari band yang ia bentuk pada 2010 itu. “Secara kelas, topik, dan bahasa, aku tidak seperti Wiji Thukul. Dan aku tidak memaksa orang lain menganggap lagu-lagu yang kutulis sama bobotnya dengan tulisan Wiji Thukul,” kata Fajar dalam wawancara khusus dengan Tempo di Solo, Rabu, 22 Januari lalu.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo