Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Isti Hendrati pamit untuk salat asar sebelum memulai wawancara di kantor barunya, gedung Teater Jakarta di kompleks Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta Pusat. Ruang kecil itu tak dilengkapi penyejuk udara. Hanya ada sekat untuk memisahkan ruang kerja dan satu ruang untuk menerima tamu.
Langit-langitnya setinggi bangunan lima lantai sehingga setiap suara di ruangan itu bergema. Lebih mirip studio ketimbang kantor. Bagian belakang gedung adalah pintu masuk ke belakang panggung, tempat para kru menyiapkan pentas. "Bangunan fisik tak jadi masalah, yang penting nyaman dan memiliki tim yang bagus," kata Isti soal kantornya.
Sejak 2 Januari lalu, perempuan 52 tahun ini diutus oleh Dinas Pariwisata DKI Jakarta untuk memimpin Unit Pelaksana Teknis (UPT) Taman Ismail Marzuki. Kedatangannya sempat disambut demonstrasi oleh para seniman yang bergiat di kompleks ini.
Empat seniman muda, Bambang Prihadi, Abdullah Wong, Amien Kamil, dan Aidil Usman, membacakan Petisi Cikini 2015 di plaza depan Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki (PKJ TIM) pada 13 Januari lalu. Pembacaan petisi itu menyusul lima hari orasi yang digelar oleh 50-an seniman lain.
Kisruh menguar setelah pemerintah daerah DKI Jakarta membentuk UPT untuk menggantikan Badan Pengelola PKJ TIM, yang mengelola kompleks kesenian ini sejak berdiri pada 1968. Keputusan ini sesuai dengan Peraturan Gubernur Nomor 109 Tahun 2014 tentang Pembentukan UPT. Dalam aturan baru itu, aset pemerintah daerah tak bisa lagi dikelola oleh badan pengelola.
Rabu dua pekan lalu, kepada Kartika Candra dan fotografer Aditya Noviansyah, perempuan yang punya hobi hang out bersama kawan-kawannya itu berbagi cerita tentang pekerjaan baru dan caranya menghadapi penolakan para seniman. "Hidup ini cuma sekali, sebisa mungkin saya meminimalkan intrik," ujarnya.
Sikap hidup itu pula yang membuat wajahnya tampak 10 tahun lebih muda. Isti berpembawaan luwes dan lemah lembut. Saat wawancara selama satu jam, sempat terpotong oleh seseorang yang tiba-tiba masuk karena ingin bertemu. "Itu tadi seniman di sekitar sini. Ya, begini setiap saat ada saja yang datang," kata dia setelah mempersilakan tamunya itu masuk dan menunggu.
Apa yang Anda pikirkan ketika pindah ke sini?
Betapa luasnya. Saya dulu suka datang dan makan di situ (warung-warung di dalam kompleks TIM) kalau siang. Tapi enggak sampai masuk ke belakang. Setelah masuk ke teater sebesar ini, ternyata masalah banyak banget. Ya, atap bocor, lampu mati, mengamankan peralatan elektrik. Alatnya kan mahal-mahal, belum teater lainnya. Belum soal parkir, masak TIM kok kumuh.
Sebelumnya Anda mengurusi penginapan, sekarang gedung teater. Canggung?
Saya memang tidak berlatar belakang seni, tapi kan ada ahlinya di sini. Saya bisa berkolaborasi dengan para seniman.
Bagaimana Anda berbagi tugas dengan Dewan Kesenian Jakarta?
Dewan Kesenian yang menyusun program dan bertindak sebagai kurator untuk menyeleksi siapa yang bisa tampil di sini. Tidak hanya di Teater Jakarta, tapi juga di Graha Bhakti Budaya, Galeri Cipta, Gedung Kesenian Jakarta, dan yang lain.
Unit pelaksana bertugas melaksanakan kegiatan yang sudah diprogramkan oleh Dewan Kesenian. Dulu, tampil di TIM itu suatu kebanggaan, luar biasa kan? Kami ingin yang betul-betul bagus tampil di sini, tapi bagaimana kita tahu bagus? Itu Dewan Kesenian yang memutuskan.
Anda kan sempat ditolak oleh seniman di sini?
Saya berpikir positif saja. (Penolakan) itu wajar, karena cara pandang yang berbeda dan belum ada komunikasi yang baik. Ibarat orang pacaran, belum tune in. Seniman takut dipimpin pegawai negeri. Mereka khawatir dikerdilkan. Sama sekali tidak benar, justru kami ingin menempatkan posisi mereka secara profesional supaya menghasilkan tontonan yang bagus.
Apakah pemda menganggap kualitas program kesenian di TIM terus menurun sehingga kepengurusan harus diganti?
Pemda sebenarnya tidak menilai itu, tapi soal pemanfaatannya.
Atau apakah TIM dianggap kurang ramai?
Enggak juga. Ramai sih ramai. Begini, ini kan milik pemda, jadi harus tertib administrasi dan tertib pertanggungjawaban. Seniman mau berkarya, silakan. Itu ranah mereka. Jangan sampai unit pengelola bikin skenario penampilan, bukan. Misalnya butuh panggung, lighting, ini-itu, kami yang berusaha memenuhi. Jangan sampai seniman masih mikir atap bocor.
Apa yang diinginkan pemda terkait dengan TIM?
Kami ingin mengembalikan TIM seperti yang dicita-citakan Pak Ali Sadikin, yaitu TIM sebagai laboratorium kesenian, di mana Akademi Jakarta dan Dewan Kesenian bisa melaksanakan fungsinya. Tak hanya untuk pentas, tetapi juga pendidikan, tempat menggodok seniman. Nah, unit pelaksana yang bertugas memberikan pelayanan supaya tujuan itu tercapai.
Jadi, akan diapakan TIM ini nanti?
Kalau soal tata ruang, ada masterplan di dinas (pariwisata) yang dirancang sejak 2008. Pada bagian depan akan dibangun fasilitas komersial supaya pengunjung nyaman. Kalau sekarang agak kumuh, nanti tidak akan begitu.
Tahun depan, kami akan membangun basement dua lantai untuk area parkir di bawah lahan parkir saat ini. Jadi, nanti di atas hanya ada hijau taman, tidak ada mobil. Pintu keluar mobil dibuat di area belakang Teater Jakarta yang mengarah ke Gunung Agung supaya di depan tidak macet kalau ada pertunjukan. Gedung di sebelah bioskop akan dipugar, tapi teater di dalam Graha Bhakti Budaya dipertahankan.
Kabarnya, uang sewa gedung akan diturunkan?
Memang ada usulan untuk menurunkan retribusi, tapi sedang dalam pembahasan. Itu harus melalui peraturan daerah. Kalau diturunkan, harus jelas kenapa mesti turun. Kalau bebas, apa alasannya, harus dibahas di dewan terlebih dulu.
Setelah dikelola oleh unit di bawah pemda, anggaran untuk TIM menjadi Rp 18 miliar. Sepertinya ini jumlah yang besar?
Sebenarnya masih kurang dengan jumlah gedung sekian banyak. Itu kan termasuk untuk GKJ, Gedung Bharata, dan lainnya. Biaya operasional saja berapa, belum lagi panggung di Bharata sudah rusak, harus diperbaiki. Saya sudah keliling, sepertinya belum mencukupi. Tapi kalau dilihat total anggaran untuk seni di dinas pariwisata banyak juga.
Jadi, Anda bakal untung atau malah tekor?
Kita dapat berapa sih? Cost-nya berapa? Retribusi yang masuk berapa? Ya, mungkin tekor, tapi kan tidak bicara itu. Sekarang masih transisi, baru diberi anggaran segitu. Nanti kalau retribusi turun, semakin banyak orang menggunakan, mungkin income semakin banyak masuk.
Apa prioritas Anda setelah proses transisi ini?
Saya ingin memperkuat tim internal, lalu membenahi pengelolaan dengan membuat standardisasi. Misalnya, dengan retribusi yang ditentukan, fasilitas apa yang diberikan? Dengan harga sekian, berapa kursinya, sound system berapa watt, mikrofon berapa banyak, boleh sewa dari luar atau tidak untuk alat yang kami tidak menyediakan. Supaya jelas untuk pengguna, seperti mengelola JCC (Jakarta Convention Center) lah, ya.
Di antara itu semua, apa yang paling mendesak saat ini?
Kalau semua ingin fisik bagus, nanti terlalu berfokus pada fisik. Yang penting di dalam fisik itu ada kehidupan yang harus berjalan terus. Luarnya kumuh sedikit tidak apa-apa, yang penting di dalam. Jangan sampai lagi nonton terus kejatuhan apa gitu.
Bagaimana nasib pegawai di bawah badan pengelola?
Kami menyiapkan alternatif untuk mereka yang tidak bisa masuk ke formasi unit pengelola baru. Karena jajaran formasi baru lebih sedikit. Yang tidak tertampung tidak banyak, dan banyak di antaranya memang sudah akan pensiun.
Seperti apa visi berkesenian menurut pemda?
Seperti yang disampaikan Pak Gubernur, ingin membentuk masyarakat yang sejahtera, bermartabat, dan berbudaya. Kesenian tidak hanya tari, tapi ada nilai-nilai di dalamnya yang membuat manusia memiliki budaya dan etika. Roh budaya itu diharapkan ada di sini. Digodok di sini.
Apakah Anda termasuk penikmat seni?
Enggak sekali, ya, biasa-biasa saja. Tapi saya berusaha memahami bahwa seni itu sesuatu yang harus dimiliki semua orang untuk mengasah kehalusan budi.
Anda sering nonton pertunjukan seni?
Saya melihat kesenian hanya di televisi, mudah-mudahan di sini jadi lebih sering. Tapi sebelumnya sudah sering ke sini nonton konser. Kemarin saya datang ke pembacaan puisi Pak Ajip (Ajip Rosidi) di peringatan ulang tahun beliau yang ke-77. Kemarin ingin sekali nonton balet di GKJ, tapi enggak sempat karena ada pertemuan dengan seniman.
Pertunjukan apa yang paling Anda suka?
Saya suka humor.
Apa musik kesukaan Anda?
Saya suka lagu-lagunya Chrisye. Saya suka liriknya, penuh makna.
BIODATA
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo