Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ouided Bouchamaoui adalah salah satu tokoh penting dalam proses transisi demokrasi di Tunisia pada 2011. Organisasi yang dipimpinnyaKonfederasi Industri, Perdagangan, dan Kerajinan Tunisiabersama tiga organisasi lain yang berhimpun dalam Kuartet Dialog Nasional Tunisia membawa Tunisia menuju demokrasi setelah Revolusi Melati menumbangkan rezim diktator Presiden Zine El Abidine Ben Ali.
Awalnya transisi demokrasi di negara itu tak berjalan mulus. Partai Islam Ennahda, yang memenangi pemilihan umum pertama setelah Ben Ali digulingkan, dinilai tidak becus mengurus ekonomi. Partai ini juga dituding tak mampu mengendalikan upaya-upaya mengislamkan negara, yang berujung pada pembunuhan dua politikus sekuler.
Melihat negara di ambang keruntuhan, organisasi Ouided bersama Serikat Buruh Umum Tunisia yang dimotori Houcine Abassi, Perhimpunan Pengacara Tunisia pimpinan Mohamed Fadhel Mahfoudh, dan Liga Hak Asasi Manusia Tunisia yang dipimpin Abdessattar Ben Moussa membentuk Kuartet Dialog Nasional pada 2013. Melalui negosiasi panjang, kuartet ini berhasil membujuk pemerintah yang berkuasa mundur dan mengadopsi peta transisi damai mereka, yakni serangkaian langkah menerapkan demokrasi di negara itu.
Keberhasilan Kuartet Dialog Nasional dalam membangun demokrasi dengan damai diganjar Nobel Perdamaian pada 2015. Rakyat Tunisiapun bangga. "Apalagi pengalaman kami ini (transisi demokrasi damai) seratus persen karya rakyat Tunisia, tanpa campur tangan pihak luar," kata Ouided, 55 tahun.
Senin dua pekan lalu, di sela persiapannya berbagi pengalaman di Bali Democracy Forum, yang berlangsung pada 8-9 Desember 2016, Ouided menerima wartawanTempoPurwani Diyah Prabandari, Sadika Hamid, Raymundus Rikang, dan fotografer Nurdiansah untuk wawancara khusus di sebuah restoran di Plaza Indonesia, Jakarta Pusat. Dalam perbincangan sekitar satu jam itu, Ouided didampingi Duta Besar Tunisia untuk Indonesia, Mourad Belhassen, yang sesekali membantu Ouided menjawab pelbagai pertanyaan seputar kondisi politik Tunisia mutakhir hingga strategi melewati transisi pemerintahan secara damai.
Anda puas terhadap perkembangan Tunisia sekarang?
Menurut saya, kami berada di jalur yang benar. Demokrasi mulai berjalan. Ada pers yang bebas, konstitusi yang modern, dan tentu saja kami terus mengupayakan prinsip dan cara hidup berbangsa yang lebih baik. Kami juga telah berfokus pada pengembangan ekonomi demi menarik banyak investasi ke Tunisia serta memperluas lapangan kerja. Tunisia punya potensi besar di sektor pangan, teknologi, wisata, otomotif, dan penerbangan.
Bagaimana transisi demokrasi di Tunisia berjalan lebih mulus, tanpa perang saudara, tak seperti negara-negara yang dilanda Arab Spring lainnya?
Kami memilih dialog, mendengar satu sama lain, dan mengubah cara berpikir. Kami saling menghargai, dan ada kontribusi luar biasa dari masyarakat sipil, pemuda-pemuda berpendidikan, dan para perempuan.
Bagaimana caranya sehingga dialog yang Anda bangun berjalan sangat konstruktif?
Satu-satunya resep rahasia adalah mencintai tanah air kami. Kami sepakat duduk bersama dan berdialog, meskipun pandangan kami bertolak belakang. Bahkan, jika kami berbeda pemikiran, strategi, dan tujuan, kami tetap merasa perlu berdialog. Itu satu-satunya cara yang membuat transisi demokrasi di Tunisia berjalan mulus.
Siapa yang berinisiatif memulai dialog dan membentuk Kuartet Dialog Nasional Tunisia yang memelopori transisi demokrasi?
Keempat kelompok anggota Kuartet memulai bersama-sama. Ketika terjadi pembunuhan (seorang politikus sekuler) yang kedua kalinya, kami ke rumah sakit. Saya ingat kami langsung saling menjalin kontak dan mengatakan, "Mari bertemu dan mencari solusi untuk Tunisia. Mari kita katakan ke rakyat Tunisia, 'Tak perlu takut karena kami akan selalu bersama kalian dan menemukan solusi'." Kami mengambil kesimpulan para politikus tidak dapat duduk bersama dan kami harus membuat mereka menyadari bahwa Tunisia butuh perdamaian untuk mendapatkan solusi. Akhirnya kami merancang sebuah peta transisi damai dan mayoritas kelompok yang terkait menekennya.
Apa isi peta transisi damai tersebut?
Pertama, kami mendesak pemerintah mundur dan membentuk pemerintahan demokratis yang diisi para teknokrat. Kedua, kami mendesak digelarnya sidang untuk menyelesaikan konstitusi dalam waktu kurang dari setahun. Ketiga, kami meminta adanya sebuah institusi resmi yang mengawal pemilu. Juga pergantian sejumlah gubernur.
Tampaknya tak mudah menjembatani perbedaan di antara kelompok di dalam Kuartet Dialog Nasional, terutama antara kelompok buruh dan pengusaha?
Benar. Sebelum memulai dialog nasional, kami mengadakan diskusi lebih dulu dengan serikat buruh. Kami memulai sebuah mekanisme kerja sama baru dan menunjukkan kepada para politikus bagaimana dua organisasi yang biasa berkonflik dapat duduk bersama. Karena kami dari masyarakat sipil juga, rakyat pun menghormati dan mempercayai kami.
Bagaimana Kuartet Dialog Nasional memaksa pihak duduk bersama, juga mendesak pemerintah mundur?
Mungkin karena kami punya kepribadian yang amat kuat, ha-ha-ha. Kami bilang kepada mereka bahwa kita semua harus memikirkan tanah air dan menunjukkan kepada negara lain bahwa Tunisia berbeda. Kami memilih jalur damai. Itu jalan yang sangat sulit. Kami butuh enam bulan untuk meyakinkan mereka. Pada saat bersamaan, kami juga mendapat tekanan dari masyarakat sipil, pers, dan tentu saja rakyat Tunisia.
Apa tantangan terbesar saat itu?
Tantangannya adalah bagaimana cara menghindari perang saudara.
Saat penandatanganan peta transisi, Kuartet Dialog Nasional menempatkan pemimpin pemerintahan di sebuah ruangan yang ada kru televisinya. Bagaimana Anda mengatur saat itu?
Itu menjadi salah satu hari terpanjang dalam hidup saya. Beberapa dari mereka menolak menandatangani peta transisi damai dan menginginkan revisi. Kami bilang, "Tidak, Anda harus meneken peta transisi yang sudah kami siapkan." Bernegosiasi dengan politikus sangat alot, tapi kami berhasil meyakinkan mereka. Kami berterima kasih atas partisipasi mereka, sehingga kami semua bersama-sama melewati situasi saat itu.
Analis menyebutkan Tunisia bisa menempuh kesepakatan damai karena peran partai berbasis Islam yang terus mengupayakan konsensus. Anda sepakat?
Partai berhaluan Islam sepakat bernegosiasi dengan Kuartet Dialog Nasional. Bila hendak berpartisipasi dalam dialog nasional, kami semua harus patuh pada aturan main. Saya pikir mereka tak punya pilihan lain pada saat itu. Partai Islam punya pengalaman buruk di Tunisia saat mencoba mengubah sikap tentang status perempuan. Mereka mengatakan perempuan sekadar pelengkap laki-laki. Namun mereka tahu rakyat marah dan menolak anggapan itu. Rakyat turun ke jalan dan menyerukan bahwa mereka tak setuju karena mereka setara. Partai Islam tak punya pilihan selain menerima keputusanrakyat.
Apakah karakter bangsa Tunisia memang mementingkan konsensus?
Ya, karena kami negara yang cukup kecil dan kami berada pada posisi strategis. Sejarah Tunisia juga terentang panjang selama 3.000-an. Kami negara yang cukup terbuka. Saya pikir itu banyak membantu kami untuk mencapai kesepakatan bersama.
Bagaimana transisi demokrasi bisa sukses dengan tanpa campur tangan dari pemerintah atau pihak asing?
Rakyat percaya pada Kuartet Dialog Nasional. Bahkan, saat revolusi, tak ada satu pun pemimpin saat itu. Revolusi kami digerakkan oleh rakyat yang berpendidikan tinggi. Anak-anak muda yang sangat akrab dengan media sosial. Dengan teknologi, kami bertukar gagasan dan berkomunikasi.
Apa yang dikerjakan Kuartet Dialog Nasional setelah pemilu?
Pada akhir 2014, kami selesai menyelenggarakan pemilu presiden dan legislatif. Kami bilang, "Selamat tinggal. Kami menugasi Anda untuk menunjukkan kepada rakyat cara mengurus negeri ini." Setelah itu, kami lebih berfokus pada tugas-tugas kami masing-masing. Saya, misalnya, mulai mengurus kembali perusahaan, mencari investasi, dan menciptakan lapangan kerja.
Apa masalah besar yang masih dihadapi Tunisia sampai hari ini?
Merespons harapan kaum muda, bagaimana kami bisa menawarkan mereka pekerjaan. Sebab, kelompok ini butuh pekerjaan. Mereka butuh martabat yang tak akan mereka dapatkan bila tak ada pekerjaan. Itu adalah cara terbaik agar mereka tak pergi berjihad.
Faktanya, Tunisia tak lepas dari masalah terorisme.
Terorisme telah menjadi masalah internasional. Terorisme ada di mana-mana. Terorisme membawa dampak negatif bagi bangsa kami. Namun saya yakin semua orang kini sudah waspada dan melawan terorisme.
Bukankah ada kesenjangan di antara kelompok liberal dan Islam konservatif di Tunisia?
Tidak terlalu banyak. Konstitusi kami sangat modern. Kami menghormati semua agama. Islam adalah agama bangsa Tunisia. Bila seseorang ingin terjun ke dunia politik, ia harus menghindari pembicaraan tentang Islam dengan atas nama Islam. Ada pemisahan yang jelas antara agama dan politik.
Tapi ada partai berbasis Islam.
Ya, tapi konstitusi kami tegas memisahkan antara Islam, agama, dan politik.
Indonesia tengah menghadapi masalah serius di mana kelompok Islam garis keras berbenturan dengan kelompok liberal dan sekuler. Berdasarkan pengalaman Anda, bagaimana mengatasi masalah ini?
Saya yakin kita tak boleh mencampuradukkan agama dengan politik. Jika itu dilakukan, konsekuensinya bisa sangat buruk karena pikiran kita menjadi tertutup dan tak mau menerima kritik. Kita hanya perlu percaya bahwa kita dapat membangun dialog, mungkin kita bisa menemukan solusi. Indonesia, seperti juga kami, perlu lebih menaruh perhatian khusus pada lingkungan, hak asasi manusia, dan kondisi perempuan.
Apakah organisasi yang Anda pimpin masih tetap berpartisipasi dalam dinamika politik Tunisia?
Kami sudah tak ikut campur lagi dalam urusan politik. Namun kami sangat memperhatikan keputusan-keputusan ekonomi dan sosial. Kami sangat memperhatikan bila ada yang tak beres. Menurut saya, semua partai politik harus menunjukkan mereka menghargai program mereka, apa yang telah mereka katakan dan mereka kampanyekan.
Sebagai pemimpin organisasi pengusaha, apa perbedaan sebelum dan setelah penggulingan rezim Zine El Abidine Ben Ali?
Kami lebih bebas. Tunisia punya regulasi penanaman modal yang baru sehingga kami bisa berinvestasi dengan tanpa hambatan. Ini terobosan bagus untuk mendorong pengusaha berinvestasi. Bagaimanapun, pemodal membutuhkan jaminan keamanan, keadilan, dan lingkungan bisnis yang kondusif.
Latar belakang Anda pebisnis. Bagaimana pengalaman itu berperan saat Anda aktif dalam Kuartet Dialog Nasional?
Saya selalu mengedepankan dialog dalam kehidupan saya, bahkan dengan ayah saya. Saya berdiskusi dengannya tentang hal apa pun, tidak ada topik yang dilarang. Dengan begitu, saya belajar bagaimana cara menjadi pendengar yang baik. Sangat baik ketika Anda selalu bisa berkomunikasi dengan anggota dan anak buah Anda di perusahaan.
Anda mendapatkan penghargaan Business for Peace pada 2014. Bagaimana bisnis bisa turut berperan dalam mewujudkan perdamaian?
Sangat penting mengkolaborasikan bisnis dengan tujuan tersebut. Sebab, ketika terlibat dalam proyek sosial dan perdamaian, seorang pengusaha tak hanya mempunyai uang, tapi juga kekuasaan. Pengusaha bisa menggunakan uang, kekuasaan, dan kontak mereka untuk membangun perdamaian. Sebagai pengusaha, kami terbiasa bekerja dengan menghindari konflik di dalam perusahaan. Kami juga menyumbangkan dana untuk membangun sesuatu, seperti tempat-tempat pembelajaran, juga membantu anak-anak muda menjadi wirausahawan. Pebisnis tak boleh sekadar berpikir bagaimana cara mengumpulkan uang. Mereka bisa berpartisipasi sebagai warga negara untuk membangun tanah airnya.
Anda tak tertarik menjadi politikus?
Tidak sama sekali. Saya pernah tiga kali dibujuk oleh presiden untuk menjadi perdana menteri. Namun saya tolak. Saya punya fokus, bagaimana caranya ekonomi Tunisia bisa terus tumbuh.
Apakah menjadi pemenang Nobel mengubah hidup Anda?
Tatkala saya melintas di jalanan, orang mengenali saya. Mereka menghentikan saya lalu ingin berfoto bersama. Saya juga lebih banyak berdiskusi, dan tentu saja bertumpuk-tumpuk undangan dikirim agar saya menjadi pembicara. Penghargaan itu menjadi sebuah tanggung jawab yang besar. Namun saya dengan bangga menerima dan menjalani konsekuensi tersebut. Sebab, pada saat bersamaan, saya juga mewakili Tunisia di forum global dan bisa mengatakan, "Kami memilih jalan damai, memilih dialog untuk menghindari konflik dan perang saudara." Pesan itu sangat penting, khususnya ketika kita melihat bersama apa yang terjadi di negara-negara tetangga Tunisia.
Apa makna Nobel Perdamaian bagi kemajuan Tunisia?
Itu adalah Hadiah Nobel pertama yang diterima rakyat Tunisia. Ini fantastis dan rakyat Tunisia bangga terhadap segala pengalaman ini. Kami berharap kami bisa terus seperti ini. Kami yakin bisa menyabet penghargaan Nobel di bidang lain, seperti ekonomi dan kesehatan di masa depan.
Sebagai pengusaha, Anda tak tertarik menanamkan modal di Indonesia?
Mengapa tidak? Saya sangat senang berada di sini. Mungkin lain waktu saya akan berkunjung kembali ke Indonesia dengan organisasi saya. Barangkali saya juga punya waktu untuk berdiskusi dengan Kamar Dagang dan Industri Indonesia mengenai peluang bisnis. Namun, untuk kunjungan kali ini, saya hanya mau berbicara tentang perdamaian.
Ouided Bouchamaoui
Tempat dan tanggal lahir: Gabes, Tunisia, 18 Oktober 1961
Karier:
- Presiden Konfederasi Industri, Perdagangan, dan Kerajinan Tunisia (Mei 2011-sekarang)
- Presiden Business-Med (September 2011-sekarang)
- Wakil Presiden The Tunisian Foundation of Control and Governance (2009-sekarang)
- Pendiri The Maghreb Economic Forum
Penghargaan:
- Jeane J. Kirkpatrick Award (2016)
- Hadiah Nobel Perdamaian (2015)
- Ordre de la Republique, Tunisia (2015)
- Business for Peace Award, Oslo (2014)
- G8 Deauville Partnership Women in Business
- Award (2013)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo