Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sejak tiga tahun lalu, Sekar Hanafi tidak bisa duduk tenang menghadap layar komputer berjam-jam. Lebih dari empat jam, ia akan mulai gelisah. Saat ia mencoba berdiri, punggungnya terasa nyeri.
Perempuan 26 tahun itu tak ingat apakah sebelumnya sempat mengalami cedera berat yang menyebabkan nyeri punggung. Ia punya kebiasaan membungkukkan badan saat berjalan atau duduk. Kalau duduk lama, saya suka enggak percaya diri soalnya jadi sering gerak, gelisah untuk ganti posisi, ujarnya pada Kamis pekan lalu.
Sekar mengaku tak pernah berkonsultasi ke dokter. Ia mencoba mengobatinya sendiri dengan panduan artikel di Internet. Manakala nyeri punggungnya kambuh, ia merebahkan diri di atas permukaan yang datar dan keras. Biasanya setelah itu rasa nyerinya berkurang. Sejauh ini cara tersebut masih cocok, kata Sekar, yang baru lulus kuliah.
Masalah serupa dialami Fanny Yulinda, 29 tahun. Perempuan asal Bandung ini menderita sakit punggung bagian bawah sejak tiga tahun lalu. Titik sakitnya berada di tulang ekor. Ia telah mencoba berbagai cara pengobatan. Ini sakitnya kayak sudah nempel. Bisa terasa sakit sekali kalau lagi banyak pikiran atau mood lagi enggak stabil," ujarnya.
Semenjak sakit, Fanny, yang bekerja sebagai pegawai negeri, mengaku punya kecemasan berlebih terhadap banyak hal. Salah satunya nyeri punggung yang tak kunjung sembuh. Satu-satunya cara yang ia upayakan adalah menjaga agar pikiran tak dibebani banyak hal. "Setiap hari saya berjuang agar mood tak mudah terpancing. Dari situ pengaruhnya memang ke mental," ucapnya.
Studi terbaru yang diterbitkan dalam jurnal General Hospital Psychiatry pada awal Desember lalu menyebutkan penderita sakit punggung berpotensi dua kali lebih banyak mengalami salah satu dari lima gangguan kesehatan mental, seperti kecemasan, depresi, psikogenik, stres, dan kurang tidur. Penderita nyeri punggung kronis juga berpotensi tiga kali lebih besar menderita depresi dan 2,6 kali lebih tinggi menderita psikogenik.
Penelitian yang dilakukan di negara berpendapatan menengah ke bawah itu menyelidiki hubungan antara sakit punggung dan penyakit psikologis. Penelitian yang dipimpin oleh Patricia Schofield dan Brendon Stubbs dari Anglia Ruskin University, Inggris, itu mengambil data dari 190.595 orang berusia 18 tahun atau lebih tua. Uji sampel dilakukan dari 43 negara. Tim peneliti menggunakan data Survei Kesehatan Dunia 2002-2004. Hasilnya, nyeri punggung diderita 35,1 persen dari populasi dan 6,9 persen menderita nyeri punggung kronis.
Menurut Taruna Ikrar, anggota staf pengajar dan dokter spesialis di School of Medicine, University of California, Amerika Serikat, kecemasan adalah jenis gangguan kesehatan mental yang sering dipicu oleh rasa sakit. Biasanya, kata dia, sakit punggung banyak dikeluhkan pasien berusia di atas 40 tahun karena pada usia tersebut sistem jaringan tubuh manusia mengalami degenerasi.
Tapi belakangan ini nyeri punggung mulai menyerang usia produktif, yakni 25-30 tahun ke atas. Pemicunya adalah faktor psikologis, tekanan pekerjaan, obat-obatan, kenaikan berat badan, dan gaya hidup.
Pria asal Makassar itu mengatakan pemicu nyeri punggung bergantung pada jenis pekerjaan seseorang, terutama yang berkaitan dengan mengangkat beban berat, seperti pekerja bangunan. Rasa sakit menahun berpotensi meningkatkan kecemasan karena rasa sakit berkepanjangan bisa memicu stres. Kondisi sebaliknya pun berlaku, sakit bisa dipicu oleh stres.
Orang yang bekerja fisik biasanya mengalami nyeri di pinggang dan punggung secara organik. "Semakin tinggi rasa sakit akan turut memicu faktor psikologis semakin tinggi," tutur Ikrar saat dihubungi pada Rabu pekan lalu.
Ikrar menyebutkan, untuk mengurangi rasa sakit di punggung, seseorang harus memperbaiki gaya hidup. Bagi yang kerap duduk berlama-lama di depan komputer, sesekali mesti melakukan gerak ringan merilekskan tubuh selama 15 menit. Selanjutnya mengatur pola makan dengan menghindari banyak lemak dan kolesterol, yang rentan memicu nyeri, serta memperbanyak konsumsi air putih.
Jika diperlukan perawatan medis, bisa mengkonsumsi obat antinyeri, fisioterapi, atau rehabilitasi medis seperti pijat atau chiropractic. Bisa juga dengan operasi jika sakitnya parah. Menurut dia, sakit punggung tak bisa dihilangkan, tapi bisa ditangani agar tak mengganggu aktivitas sehari-hari. AISHA SHAIDRA
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo