Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wawancara

Tidak Perlu Takut Dokter Asing

Ketua Konsil Kedokteran Taruna Ikrar menanggapi positif wacana pemerintah mempermudah izin praktik bagi dokter berkewarganegaraan asing di Indonesia. Menurut dia, Indonesia akan menghadapi kekurangan dokter hingga 160 ribu pada 2030. Saat ini, Konsil Kedokteran Indonesia tengah menyiapkan aturan untuk mengakomodasi pemenuhan kebutuhan dokter dalam negeri, termasuk memfasilitasi keinginan para dokter Indonesia yang selama ini menempuh studi spesialis dan berpraktik di berbagai negara untuk kembali ke Tanah Air.  

14 November 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ketua Konsil Kedokteran Prof. Dr. Taruna Ikrar, M.Biomed, PhD./Dok. Pribadi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Ketua Konsil Kedokteran Taruna Ikrar menyambut positif wacana pemerintah mempermudah izin praktik dokter asing di Indonesia.

  • Indonesia akan membutuhkan tambahan 160 ribu dokter sampai tahun 2030, meski menurut IDI saat ini jumlah dokter sudah memadai.

  • Taruna Ikrar memutuskan kembali ke Tanah Air setelah diminta oleh Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto untuk membantunya sebagai staf ahli

BAGI Ketua Konsil Kedokteran Taruna Ikrar, masuknya dokter berkewarganegaraan asing untuk berpraktik di Indonesia tinggal menunggu waktu. Cepat atau lambat, para dokter di Tanah Air harus mempersiapkan diri menghadapi persaingan bebas. Apalagi, kata dia, Indonesia menghadapi kekurangan dokter dalam beberapa tahun mendatang. “Kita masih kekurangan sekitar 160 ribu dokter sampai 2030,” ucap Taruna, 51 tahun, dalam wawancara khusus dengan Tempo di kantornya, Rabu, 11 November lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wacana tentang perlunya dibuka kesempatan bagi dokter asing berpraktik di Indonesia dilontarkan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dalam berbagai kesempatan. Tujuannya agar masyarakat Indonesia tidak lagi berobat ke luar negeri. Impor dokter asing juga bertujuan menambal kekurangan jumlah dokter di dalam negeri. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menentang keras rencana pemerintah dan menyatakan jumlah dokter di Indonesia sudah mencukupi. Hanya, distribusinya belum merata.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Taruna, mengutip data Badan Kesehatan Dunia (WHO), mengatakan rasio jumlah dokter idealnya adalah 0,4 persen dari populasi atau empat dokter untuk 1.000 orang. “Jumlah dokter kita masih 250-an ribu (rasio dokter 1 : 1.000 versi Kementerian Kesehatan),” ujarnya. Menurut Taruna, pandemi Covid-19 yang belum diketahui kapan berakhir dan telah merenggut nyawa sedikitnya 132 dokter membuat rencana mendatangkan dokter dari luar negeri makin relevan.

Setelah bertahun-tahun berkecimpung sebagai dokter dan ilmuwan di Jepang dan Amerika Serikat, Taruna kembali ke Tanah Air dan menempati sejumlah posisi penting. Atas permintaan Terawan Agus Putranto—mantan Kepala Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto yang kini menjadi Menteri Kesehatan—Taruna didapuk sebagai staf ahli hingga terpilih sebagai salah satu dari 17 anggota Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) mewakili Kementerian Kesehatan.

Kepada wartawan Tempo, Mahardika Satria Hadi dan Nur Alfiyah, Taruna mengatakan kepakarannya dalam riset neurosains berjodoh dengan kebutuhan Terawan yang tengah mengembangkan Cell Cure Center di RSPAD. “Saya jadi staf ahli beliau sejak 2017,” ucapnya. Taruna juga menanggapi tentang perlunya memperbaiki uji kompetensi dokter hingga gugatan IDI dan sejumlah organisasi profesi kedokteran menyangkut kepengurusan KKI.

Pemerintah berencana mempermudah izin bagi dokter berkewarganegaraan asing berpraktik di Indonesia. Bagaimana Konsil Kedokteran Indonesia merespons wacana ini?

Konsil Kedokteran Indonesia sampai sekarang belum ada keputusan, aturan, dan pembicaraan untuk membahas secara khusus tentang dokter asing. Menurut laporan Kementerian Kesehatan, kita masih akan kekurangan sekitar 160 ribu dokter sampai tahun 2030. Kita kekurangan dokter secara keseluruhan.

Berapa idealnya jumlah dokter di Indonesia?

Idealnya, menurut standar WHO, sebesar 0,4 persen dari populasi. Artinya, empat dokter per 1.000 orang. Jumlah dokter kita masih 250-an ribu.

Sejauh mana pembicaraan di lingkup internal Konsil mengenai hal ini?

Yang dibahas adalah kita mengikuti Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), yang akan berlaku pada 2025. Ada pula kerja sama dengan negara-negara Pasifik serta Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Kalau kita izinkan mereka (dokter asing) masuk, akan terjadi persaingan. Tentu kami tidak mau kawan-kawan dokter kedodoran. Jadi wacana tentang itu sudah dimunculkan supaya para dokter siap.

Benarkah Konsil sedang menyiapkan regulasi dan menunggu aturan turunan Undang-Undang Cipta Kerja perihal perizinan praktik bagi dokter asing?

Kami harus mengikuti semua aturan. Tapi tentu nanti ada aturan penjelasannya. Nanti juga akan dibahas secara bertahap dengan melibatkan semua stakeholder, seperti kolegium dan organisasi profesi, misalnya IDI, Persatuan Dokter Gigi Indonesia. Sebelum sampai ke situ, KKI akan mengeluarkan peraturan Konsil. Selama ini, kami mengacu pada Undang-Undang Praktik Kedokteran dan Undang-Undang Pendidikan Kedokteran. Undang-Undang Praktik Kedokteran dibuat pada 2004, tentu suasananya sekarang sudah berbeda.

Apa saja yang akan diatur dalam peraturan Konsil yang baru?

Antara lain adaptasi dokter spesialis warga negara Indonesia. Banyak dokter Indonesia, seperti saya, lulus spesialisasi dari luar negeri dan ingin mengabdi kembali di Indonesia. Tapi dia harus mengikuti program adaptasi di rumah-rumah sakit pendidikan yang menempel pada universitas. Mereka tidak dibayar selama adaptasi. Nanti, dengan aturan yang baru, adaptasinya bisa dilakukan di pusat-pusat layanan kesehatan masyarakat. Bisa ditugasi ke daerah, jadi tidak harus di Ibu Kota dan kota-kota besar. Ini untuk kepentingan rakyat, apalagi di saat pandemi seperti sekarang. Kementerian Kesehatan juga akan membayarkan honor seperti standar dokter spesialis.

Berapa dokter Indonesia di luar negeri yang ingin kembali ke Tanah Air?

Ada ratusan dokter. Sebetulnya dokter-dokter di luar negeri, seperti saya, lebih senang di sana karena lebih dihargai. Mereka sudah belajar cukup lama, punya lisensi dari luar negeri dan pengalaman, lalu mau kembali ke sini untuk mengabdi. Mungkin ada jiwa nasionalismenya. Mereka juga ingin dilegalkan.

Seberapa penting rencana mempermudah izin bagi dokter berkewarganegaraan asing berpraktik di Indonesia?

Ini sebuah keharusan. MEA sudah ditandatangani. Jadi kita harus mengikutinya. Kalau tidak, kita akan dikenai sanksi. Tapi masih ada waktu untuk mempersiapkan diri.

Menurut Kementerian Kesehatan, Indonesia kehilangan devisa hingga Rp 100 triliun karena banyak masyarakat berobat ke luar negeri. Apakah alasan ini yang mendasari rencana mempermudah izin praktik dokter asing?

Saya kira ke depan bukan hanya ekonomi yang menjadi patokan kami. Tapi yang paling utama adalah cita-cita kami agar dokter dan dokter gigi Indonesia menjadi tuan di negeri sendiri. Para dokter Indonesia secara prinsip sebetulnya sudah sangat berkualitas, punya keterampilan luar biasa, memiliki empati, dan memahami aspek sosial-budaya masyarakat. Saya juga sebagai seorang dokter Indonesia tidak mau kawan-kawan mengalami masalah kalau perdagangan bebas ini sudah dibuka dari segi barang dan jasa. Jadi kami ingin tetap ada aspek perlindungan untuk dokter sekaligus masyarakat Indonesia karena dokter bagian dari masyarakat.

Anda telah bertahun-tahun menjadi dokter di Amerika Serikat. Apa yang membuat banyak pasien Indonesia memilih berobat ke luar negeri?

Saya kira ada faktor subyektif dari pasien. Hak dia mau berobat ke dokter siapa. Tentu kalau mau berobat ke luar negeri itu umumnya orang yang mampu. Berobat ke Singapura, Malaysia, Jepang, atau Amerika Serikat harganya pasti lebih mahal. Jadi faktor pertama tergantung kemampuan finansial pasien. Lalu ada faktor psikologis. Pasien-pasien ini mungkin lebih nyaman ditangani dokter di luar negeri dan itu sangat subyektif. Kita enggak bisa mengukurnya.

Apakah para pasien Indonesia tersebut menganggap kualitas dokter di negara lain lebih baik sehingga memilih berobat ke luar negeri?

Saya sangat percaya bahwa kualitas dokter kita bagus. Dokter kita mau belajar. Kalau model lama, perlu tujuh tahun untuk jadi dokter. Empat tahun pendidikan praklinis, kemudian dua-tiga tahun pendidikan koas. Lalu ada pendidikan intensif satu tahun. Jadi cukup lama. Kalau melihat kualitas dalam konteks itu, tentu mereka sudah belajar pengetahuan, keterampilan, dan sikap berinteraksi dengan pasien. Belum lagi nanti keahlian tambahan, keahlian spesialis. Kita sudah memiliki ahli-ahli yang luar biasa. Saya melihat kualitas individu dokter Indonesia tidak perlu diragukan. Bahkan banyak dokter Indonesia berpraktik di beberapa negara, seperti Singapura dan Malaysia, atau di California seperti saya.

Ketua Konsil Kedokteran Prof. Dr. Taruna Ikrar, M.Biomed, PhD di Kantor Puslitbangkes Kemenkes, Jakarta, Rabu, 11 November 2020./TEMPO/M Taufan Rengganis

Bagaimana Anda menilai kualitas pelayanan dokter di Indonesia?

Dokter di Amerika, misalnya, lebih banyak dihitung dalam proses pembayarannya berdasarkan waktu, yaitu per jam, bukan per pasien. Dalam konteks itu, mereka bisa punya waktu lebih panjang untuk berinteraksi dengan pasien dan itu dihitung sebagai remunerasi atau honor. Kalau di Indonesia dihitung per pasien sehingga dokter-dokter kita mungkin pasiennya banyak lalu menanganinya cepat-cepat. Mungkin itu jadi faktor juga. Kami sedang mengeksplorasi apa sebetulnya masalahnya.

Dalam kurun sampai 2025, apakah kualitas dokter Indonesia bisa digenjot agar mampu berkompetisi dengan dokter asing?

Saya yakin dokter Indonesia memiliki kemampuan luar biasa dalam konteks pengetahuan dan beradaptasi. Yang penting kawan-kawan dokter minimal sadar ada tantangan seperti itu. Tentu diharapkan nanti organisasi profesi, kolegium, universitas, dan institusi pendidikan menyiapkan para dokter untuk berkompetisi secara bebas karena ini sudah menjadi kesepakatan bangsa kita dengan bangsa lain.

Apakah masih banyak dokter di Indonesia yang resistan terhadap rencana pemerintah mempermudah izin praktik bagi dokter asing?

Ini kan baru wacana. Seperti halnya kita belum menghadapi sesuatu, misalnya, mau ikut ujian kan cemas. Ini semacam ujian juga. Ada yang lulus, ada yang tidak. Jadi saya kira bukan resistan. Mereka masih waswas, kita semua masih waswas.

Kapan dokter asing bisa mulai berpraktik di Indonesia?

Itu tergantung sekali dengan kondisi Indonesia. Selama ini, ada beberapa dokter asing yang melakukan praktik di Indonesia secara sementara. Mereka menggunakan surat tanda registrasi sementara. Gunanya untuk transfer pengetahuan. Contohnya, ada seorang dokter dari Jerman atau Eropa mau praktik di Indonesia selama beberapa bulan. Mereka harus mendapatkan surat izin praktik dulu. KKI memberikan surat tanda registrasi sementara. Masa berlakunya ada yang satu bulan atau tiga bulan, tergantung kebutuhan. Tapi dokter-dokter asing ini menempel pada universitas karena tujuannya untuk transfer pengetahuan dan keterampilan. Tapi kalau praktik secara legal, di luar buka papan praktik, belum ada.

Dalam rencana revisi Undang-Undang Praktik Kedokteran, sejumlah fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat ingin uji kompetensi dokter dan dokter gigi dipermudah. Apakah hal itu memungkinkan?

Saya kira bukan dipermudah. Contohnya, sekarang ada 2.000-an dokter yang belum lulus uji kompetensi. Ada beberapa kasus dokter yang ujian berkali-kali. Kenapa tidak lulus? Apakah karena dokter tersebut tidak belajar ataukah ujiannya yang terlalu susah atau ada faktor lain? Sebetulnya uji kompetensi itu tetap perlu ada untuk membuat dokter tetap mempertahankan kemampuannya. Tapi sistemnya yang diperbaiki. Sekarang tinggal mencari apa masalahnya.

Untuk bersaing dengan dokter asing, bukankah seharusnya uji kompetensi justru diperketat sesuai dengan standar internasional?

Uji kompetensi dalam bentuk uji tulis itu kan pengetahuan. Tapi ada faktor lain yang kita butuhkan, yaitu keterampilan. Ada juga sikap, etika, empati. Jadi kita bisa merasakan apa yang dirasakan pasien dan bagaimana bisa membantunya. Dalam konteks empati, apalagi budaya, kemungkinan dokter asing akan kalah. Itu keunggulan dokter Indonesia yang bersinggungan dengan pasien dalam waktu lama. Saya kira kita tidak perlu takut (terhadap dokter asing). Yang terpenting adalah kita atur ujian kompetensi itu bisa membuat keterampilan dokter bisa bagus. Sekarang fakta yang sangat nyata adalah kita masih kekurangan dokter. Apalagi dokter spesialis.

Anda memiliki pengalaman praktik sebagai dokter di California, Amerika Serikat. Bagaimana uji kompetensi dokter di sana?

Di Amerika Serikat, orang dari negara mana pun bisa berpraktik dan menjadi dokter. Amerika telah membuka diri untuk menerima dokter asing sejak puluhan tahun lalu. Itu salah satu faktor untuk membuat Amerika tidak kekurangan dokter. Tapi semua dokter harus ikut seleksi United States Medical Licensing Examination (US MLE). Itu sebetulnya uji kompetensi. Lalu ada yang namanya continuing medical education atau pendidikan kedokteran berkelanjutan.

Apa saja yang diujikan dalam US MLE?

Ada tiga level. Ada ujian pengetahuan dasar, tentang biomolekuler, dan sebagainya. Lalu ada ujian dalam bentuk yang sangat spesifik tentang skill rumah sakit. Ketiga, ujian pasien. Setelah lulus, dokter bisa bertugas di rumah sakit. Dokter itu sudah mendapat residensi dan bisa langsung ke bagian anak, penyakit dalam, penyakit jantung, dan sebagainya.

Siapa yang menentukan rumah sakit tempat residensi dokter tersebut?

Dokternya sendiri. Dia dibayar, lho. Lumayan bayarannya, sekitar US$ 7.000 per bulan. Kalau dirupiahkan kan lumayan. Itu baru dokter residen. Mereka sudah dianggap dokter, sudah dikasih lisensi untuk menangani pasien. Itu bisa dari mana pun, termasuk Indonesia. Banyak dokter Indonesia di Amerika.

IDI dan sejumlah asosiasi profesi kedokteran menggugat Presiden Joko Widodo dan Menteri Terawan ke Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta dan meminta surat keputusan pengangkatan anggota KKI dibatalkan. Tanggapan Anda?

Intinya kami sebagai orang yang ditugaskan, dilantik, disumpah, disahkan, kami ikhlas bekerja. Kami siap menjalankan tugas. Tapi apa yang terjadi setelah itu, berdasarkan keputusan negara, kami juga akan legowo menerima keputusannya. Secara prinsip, kami menghargai sumpah yang telah kami ucapkan di depan Presiden dan akan kami maksimalkan. Bayangkan dalam waktu dua bulan ini kami kerja keras. Saya menandatangani 22 ribu surat tanda registrasi untuk izin membuka praktik bagi dokter.

Sejak anggota KKI dilantik pada 11 Agustus lalu, IDI dan asosiasi profesi kedokteran sudah menyatakan penolakan. Anda pernah menjalin komunikasi dengan mereka?

Kami mengusahakan. Dalam setiap kesempatan, kami mengundang mereka. Kami sudah berkomunikasi.

Bagaimana tanggapan mereka?

Mereka mengatakan bahwa dalam pihak mereka tidak merasa terwakili (di KKI). Jadi tetap menuntut itu. Kalau saya kan perwakilan dari Kementerian Kesehatan.

Bukankah anggota KKI sudah termasuk perwakilan semua organisasi profesi kedokteran?

Ini ada aspek politis juga mungkin. Karena sifatnya demikian, kami, 17 anggota KKI, sepakat untuk kasus ini yang menanggapi adalah Ketua Konsil Kedokteran Indonesia Putu Moda Arsana.


TARUNA IKRAR 

Tempat dan tanggal lahir: Makassar, 15 April 1969 • Pendidikan: Sarjana Sains Universitas Hasanuddin, Makassar (1994); Dokter dari Universitas Hasanuddin, Makassar (1997); Magister Ilmu Biomedik, Spesialisasi Farmakologi, Universitas Indonesia (2003); PhD bidang Ilmu Biomedik, Niigata University, Jepang (2008); Postdoktoral di Departemen Neurosains, University of California, Amerika Serikat (2010) • Karier: Adjunct Professor di Departemen Neurologi, Universitas Hasanuddin (sejak 2016); Dokter dan Staf Ahli RSPAD Gatot Soebroto dan Cell Cure Center (sejak 2017); Dekan dan Profesor Ilmu Biomedik, International School of Biomedical Sciences, Pacific Health Sciences University (sejak 2017); Peneliti Vaksin Ilmiah dan Klinis Aivita Biomedical Inc (sejak 2017); Pendiri dan Chief Scientific Officer Human Immortality LLC (sejak 2018); Ketua Konsil Kedokteran (2020-2025) • Organisasi: Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (2000-2003), Anggota Dewan Pakar Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (2016-2022)


Anda masuk KKI atas rekomendasi Menteri Terawan. Bagaimana ceritanya Anda mendapatkan rekomendasi itu?

Sebetulnya secara fungsional saya konsultan Menteri Kesehatan. Saya konsultan untuk bidang penelitian, teknologi kesehatan, dan globalisasi. Kalau di RSPAD Gatot Soebroto, saya staf ahli beliau. Itu jabatan fungsional.

Sejak kapan Anda menjadi konsultan Menteri Terawan?

Sejak beliau dilantik, Menteri Kesehatan meminta saya untuk membantunya. Dengan demikian wajarlah saya mewakili beliau.

Bagaimana dengan posisi Anda sebagai staf ahli di RSPAD Gatot Soebroto?

Beliau yang menghubungi saya langsung. Beliau meminta saya membantu Kementerian Kesehatan. Ternyata bantuan itu yang paling utama diarahkan untuk membantu di KKI. Karena itu, saya mewakili Kementerian Kesehatan di KKI.

Sejak kapan Anda mengenal Menteri Terawan?

Saya jadi staf ahli beliau sejak 2017. Mungkin salah satu alasan beliau menarik saya karena saya pakar di bidang neurosains. Saya sudah belajar dan menggeluti riset di bidang itu selama puluhan tahun. Beliau saat itu sedang mengembangkan Cell Cure Center di RSPAD. Ternyata spesifikasi keilmuan saya ke arah sana. Jadi cocoklah.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus