Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Raden Priyono sedang mengikuti rapat kerja di gedung Dewan Perwakilan Rakyat ketika putusan Mahkamah Konstitusi yang menamatkan riwayat Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) diketuk. Ia mengaku terperanjat karena tak menyangka lembaga yang dipimpinnya dibubarkan seketika tanpa ada masa peralihan.
Sebagai Kepala BP Migas yang mendapat dukungan 45 dari 52 suara di Komisi Energi DPR, meÂngalahkan Hadi Purnomo dan Evita H. Legowo, Priyono dikenal ulet. Beberapa kali dia berani menentang Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, yang saat itu dijabat Darwin Zahedy Saleh. Ada seloroh, untuk menyingkirkan Priyono, BP Migas harus dihabisi.
Mantan Direktur Pembinaan Hulu Migas Kementerian ESDM itu memang tak berkutik menghadapi putusan Mahkamah Konstitusi, kendati tak sepenuhnya rela. "Kami mempertanyakan juga, siapa di balik ini," katanya saat ditemui tim Tempo di kantornya di Wisma Mulia, Jakarta Selatan, Rabu pekan lalu. Apa penilaian Anda terhadap putusan MK yang didasari gugatan sejumlah organisasi agama?
Ini juga menjadi pertanyaan besar buat saya. Kalau yang memprotes adalah Ikatan Ahli Teknik Perminyakan atau asosiasi profesi yang terkait dengan perminyakan dan perdagangan, itu oke. Ini yang minta judicial review kan ormas-ormas Islam. Saya sudah cek di hadis-hadis, tak ada soal BP Migas disebut. Jadi apa kaitan mereka dengan BP Migas? Kami mempertanyakan juga, sebenarnya siapa sih di balik yang protes ini. Kompetensi mereka jauh sekali dengan bisnis yang kami kelola. BP Migas itu dieksekusi tanpa pernah dihadirkan. Saya tidak pernah diundang secara formal untuk menjelaskan di Mahkamah Konstitusi.BP Migas dianggap terlalu liberal dan pro-asing?
Bagaimana bisa disebut liberal? BP Migas itu bekerja berdasarkan aturan perundangan. Namanya saja badan pelaksana, tidak bisa bikin kebijakan sendiri. Dasar kerjanya aturan yang ditetapkan pemerintah. Kalau mengenai kontraktor asing atau berpihak pada asing, yang mengundang orang asing itu siapa? Kan itu zamannya Pak Kurtubi, saat semua asing datang. Kami cuma kebagian belakangan.
Ada lebih dari 70 persen kontrak bagi hasil dengan asing? Iya, karena dia (Kurtubi) yang mengundang. Tolong dicatat itu. Itu zamannya Pertamina. Di era BP Migas, perusahaan asing yang masuk baru tahap eksplorasi, belum ada yang produksi. Jadi, lebih tepat mempermasalahkan Pak Kurtubi, kenapa dulu mengundang asing. Kenapa dulu lahan Pertamina tidak dikerjakan sendiri? Di Arun, di Balikpapan, di Sumatera Selatan. Kenapa jatuh ke asing? Padahal itu semua milik Pertamina. Seharusnya Pak Kurtubi mempertanggungjawabkan itu pada generasi muda.Di antara para pemohon dan yang setuju pembubaran BP Migas, ada juga mereka yang dulu ikut merancang Undang-Undang Migas Tahun 2001?
Ya, ini terjadi kelucuan. Srimulat sudah mati, tapi ternyata sekarang berpindah tempat. Banyak tokoh ini membuat kelucuan yang melebihi Srimulat. Ini saya sebagai pengamat. Ke mana pun Pak Kurtubi perang, saya siap mendampingi, supaya datanya dibaca dengan benar. Karena fakta di lapangan saja beliau tidak tahu, bagaimana bisa jadi pengamat?Salah satu alasan yang kerap diangkat adalah soal penjualan gas ke Cina yang kelewat murah?
Tolong ditegaskan, itu adalah keputusan Ibu Megawati, yang sangat benar pada saat itu. Dan waktu itu sudah untung. Alhamdulillah kalau sekarang ada renegosiasi. Soal harga, kita harus melihat pada saat itu harganya memang sebesar itu.Ada klaim bahwa cost recovery selalu naik, padahal produksi minyak turun terus?
Itu tidak benar. Karena mereka hanya membandingkannya dengan produksi minyak. Lihat juga produksi gas yang naik terus, dong. Jadi ini data yang dibelokkan.Menurut Anda, siapa di balik putusan ini? Apa karena Anda kerap berlawanan dengan Jero Wacik?
Oh, sama sekali tidak. Saya dengan Pak Jero Wacik akrab sekali. Isu itu sengaja ditiupkan, supaya orang tidak melihat ada pihak lain. Tanya saja pada pasar.Apakah Pertamina?
Ya, bisa. Yang punya kepentingan pada produksi minyak dan gaslah. Apakah importir crude, apakah pedagang gas. Pokoknya yang punya kepentingan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo