Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

BP Migas Wassalam

Dianggap pro-asing dan sarat korupsi, Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi dibubarkan. Pengalihan kewenangan tak akan banyak mengubah keadaan.

18 November 2012 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kardaya Warnika sedang memacu mobilnya dari kawa­san T.B. Simatupang, Jakarta Selatan, ke arah Semanggi, Jakarta Pusat, saat telepon selulernya bersenandung, Selasa siang pekan lalu. Panggilan itu membuat Kepala Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) periode 2005-2008 ini membanting setirnya menuju bilangan Kuningan, Jakarta Selatan. Di sana sang penelepon, seorang investor minyak dan gas asal Australia, sudah menunggu.

Sang pemodal rupanya sedang panik. Ia mengadu, sejam sebelumnya, rapat bersama para pejabat BP Migas untuk membahas rencana investasinya sebesar US$ 600 juta atau sekitar Rp 6 triliun tiba-tiba dihentikan. Penyebabnya adalah drama yang berlangsung di Jalan Medan Merdeka Barat, tempat Mahkamah Konstitusi membacakan putusan bahwa keberadaan BP Migas bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.

Belum sepenuhnya paham apa yang terjadi, investor itu bertanya kepada para petinggi BP Migas yang hadir, kapan rapat berikutnya bisa dilakukan. Tapi yang ditanya tak kalah bingungnya, sehingga tak bisa memberi jawaban pasti. "Mereka bilang tidak tahu. Semua karyawan BP Migas seperti panik," kata Kardaya menirukan sang investor kepada Tempo di Jakarta, Kamis pekan lalu.

Kardaya menuturkan bukan hanya satu pengusaha yang meminta penjelasannya soal pembubaran BP Migas. Pengusaha-pengusaha lain, baik asing maupun lokal, juga bertanya kepada pensiunan Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi ini tentang apa yang sedang terjadi dan bagaimana selanjutnya.

"Begitu BP Migas dibubarkan, geger industri energi, terutama minyak dan gas," ujar Kardaya. "Yang dari luar negeri pun banyak yang telepon, karena jaringan televisi internasional langsung memberitakan."

Didirikan pemerintah pada 16 Juli 2002, BP Migas memegang kewenangan sebagai pembina dan pengawas kontraktor kontrak kerja sama dalam menjalankan eksplorasi, eksploitasi, serta pemasaran minyak dan gas Indonesia. Pembentukan lembaga itu menyusul terbitnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Posisinya melakukan fungsi yang sebelumnya dijalankan Pertamina, sesuai dengan aturan lama, yakni Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1971.

Sesuai dengan undang-undang baru itu, Pertamina beralih menjadi PT Pertamina (Persero). Mereka harus pula melepaskan peran gandanya sebagai pelaku sekaligus regulator dalam bisnis minyak dan gas, yang dianggap sebagai biang maraknya korupsi dan obral konsesi ladang-ladang minyak di perusahaan itu.

Peran regulator dan pengawas di sektor hulu diserahkan kepada BP Migas. Adapun fungsi pengelolaan di hilir dimainkan oleh Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), yang dibentuk pada 2004.

Pengalihan kewenangan itu tak diterima begitu saja. Tak lama setelah itu, sejumlah lembaga dan perorangan berhimpun dan melayangkan permohonan judicial review ke Mahkamah Konstitusi atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001.

Salah satu penggugat adalah Serikat Pekerja Pertamina, yang menuding peraturan baru itu lebih berpihak pada kepentingan asing dan tak prorakyat. Mereka menyoroti banyaknya ladang minyak yang dikuasai perusahaan asing dan penjualan jatah minyak pemerintah yang tak selalu jatuh ke tangan Pertamina.

Gugatan itu mentok. Para hakim Mahkamah Konstitusi, yang ketika itu dipimpin Jimly Asshiddiqie, menolak permohonan kelompok tersebut melalui sidang pada Selasa, 21 Desember 2004. Tapi gerilya untuk menolak sistem baru pengelolaan kekayaan alam ini tak berhenti.

Permohonan serupa kembali diajukan tahun ini oleh 12 organisasi kemasyarakatan, yang kebanyakan berbasis Islam. Mereka maju bersama 30 perorangan, seperti Hasyim Muzadi, Komaruddin Hidayat, Marwan Batubara, Fahmi Idris, Salahuddin Wahid, Laode Ida, Henry Yosodiningrat, dan A.M. Fatwa. Ada pula organisasi Solidaritas Juru Parkir, Pedagang Kaki Lima, Pengusaha, dan Karyawan di antara para pemohon.

Mereka menilai Undang-Undang Migas membuka liberalisasi karena sangat dipengaruhi pihak asing, juga penuh dengan praktek korupsi yang merugikan negara berpuluh triliun rupiah. Modusnya beragam, mulai manipulasi klaim cost recovery oleh para kontraktor minyak dan gas, selisih penghitungan rupa-rupa pajak, hingga praktek suap di balik penunjukan agen penjualan gas.

Gugatan kedua ini menuai hasil. Sembilan hakim konstitusi yang dipimpin Moh. Mahfud Md. mengabulkan permohonan. Hanya hakim konstitusi Harjono yang menyatakan berbeda pendapat, karena menganggap para pemohon tak punya posisi legal yang jelas (lihat "Hanya Berbekal Doa").

Dia juga tak setuju dengan logika dan dalil-dalil yang digunakan untuk menyatakan bahwa keberadaan BP Migas bertentangan dengan konstitusi dan, karena itu, harus dibubarkan. Kerugian akibat korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan seperti ditudingkan para pemohon kepada BP Migas belum dibuktikan. "Hal yang sangat keliru ialah putusan berdasarkan adanya frasa ’yang berpotensi melanggar konstitusi pun bisa diputus oleh Mahkamah sebagai perkara konstitusionalitas’."

Raden Priyono juga mengaku tak habis mengerti terhadap putusan terbaru Mahkamah Konstitusi itu. "Katanya MK hanya bisa sekali menguji undang-undang. Kenapa atas Undang-Undang Minyak dan Gas ini bisa berulang?" Ketua BP Migas yang menggantikan Kardaya sejak 2008 itu berkeluh kesah saat ditemui Rabu pekan lalu.

l l l

Waktu menunjukkan pukul 10.30 tatkala para karyawan di kantor BP Migas di Wisma Mulia, Jakarta Selatan, mendengar kabar dari Mahkamah Konstitusi, Selasa pekan lalu. Pemimpin tertinggi mereka, Priyono, kebetulan sedang ikut rapat kerja di Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat.

Seketika kepanikan melanda. Ada karyawan yang mulai menangis memikirkan kemungkinan yang akan terjadi pada karier mereka. Sebagian yang lain bergunjing tentang apa yang harus dilakukan untuk merespons eksekusi mati bagi lembaga tempat mereka bekerja.

Melihat situasi itu, sejam kemudian Wakil Kepala BP Migas Johannes Widjonarko berkeliling menemui 600 lebih karyawan tetap dan 600-an lagi pegawai pendukung operasional kantornya. Ia turun dari ruangannya di lantai 40, masuk ke setiap lantai hingga 20 level di bawahnya, tempat BP Migas bermarkas. Dia menenangkan anak buahnya dengan mengatakan bahwa ia dan pemimpin lain akan memastikan semua hak karyawan tak terabaikan.

Sekembali dari DPR, Priyono meminta semua pegawai dikumpulkan. Di ruang pertemuan berkapasitas seribuan orang itu, dia kembali meredam kegundahan yang merebak di lembaga tersebut. Malamnya, ia meluncur ke kantor Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menemui Menteri Jero Wacik.

"Pertemuan baru selesai pukul 2 pagi. Saya hanya berpesan satu hal kepada Pak Menteri, agar nasib dan hak karyawan saya diperhatikan," kata Priyono. "Saya tak pernah menyangka MK akan memutuskan seperti itu."

Dia juga mempersoalkan putusan Mahkamah yang tak memberi ruang dan masa peralihan setelah BP Migas dinyatakan inkonstitusional. Putusan yang berlaku serta-merta, ujar dia, juga berakibat pada kevakuman posisi regulator dan pengawas di bisnis ini. "Kami sudah tanda tangan 353 kontrak, jadi ilegal. Kerugiannya sekitar US$ 70 miliar," katanya.

Kekacauan juga bakal terjadi lantaran semua proses yang sedang berjalan dan 20 rencana pengembangan usaha yang akan diteken sampai akhir Desember nanti terpaksa terhenti. Salah satunya pengembangan train ketiga di ladang gas BP Tangguh, yang beberapa waktu lalu disetujui Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di London. "Harus ada yang bertanggung jawab untuk eksekusi," ujar Priyono.

Deputi Pengendalian Operasi BP Migas Gde Pradnyana memperkirakan kerugian negara mencapai Rp 1 triliun per hari akibat putusan ini. "Dalam setahun pendapatan sektor migas Rp 365 triliun. Jadi kalau dirata-rata Rp 1 triliun per hari," ucapnya.

Pernyataan bernada ancaman itu cepat dibantah Mahfud Md. Ia menegaskan, pilihan hukum yang tersedia setelah putusan itu amat jelas, yakni tugas dan fungsi BP Migas dikembalikan kepada pemerintah. "Pakai peralihan atau tidak, akhirnya ke pemerintah juga, sampai ada undang-undang baru. Itu pun kalau lembaga legislatif mau membuatnya," katanya.

Mahfud juga menyangkal anggapan soal kerugian Rp 1 triliun per hari seperti disampaikan Gde Pradnyana. "Itu tidak benar," ujarnya. "MK menetapkan bahwa kontrak-kontrak yang sedang berlangsung dapat terus berlaku. Hanya, kedudukan hukum BP Migas berpindah ke pemerintah. Di mana masalahnya?" ia balik bertanya.

"Tak ada alasan untuk memperpanjang BP Migas." Mahfud menolak menjawab mengenai spekulasi yang menghubungkan tindakannya itu sebagai upaya mencari popularitas terkait dengan kabar rencana untuk maju sebagai calon presiden pada 2014.

Kepastian segera diberikan pula oleh Presiden Yudhoyono dengan menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 95 mengenai Pengalihan/Pelaksanaan Tugas dan Fungsi Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas. "Pada prinsipnya, kami menentukan bahwa eks BP Migas pada masa transisi. Kedudukannya berada di bawah Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik," kata Yudhoyono dalam keterangan pers di kantor kepresidenan, Rabu sore pekan lalu.

"Semua pekerjaan operasional yang sedang dijalankan sebagai bentuk kerja sama BP Migas dan dunia usaha tetap berjalan sebagaimana mestinya," ujarnya. "Ini pasti, dan tidak perlu membuat kecemasan, kebingungan, ataupun ketidakpastian."

Hari berikutnya, giliran Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Rudi Rubiandini yang memberikan jaminannya atas nasib pegawai BP Migas. Berdiri di hadapan ratusan karyawan yang dikumpulkan di lantai 9 gedung City Plaza, dia membacakan keputusan pemerintah yang mengalihkan status mereka menjadi satuan kerja sementara pelaksana kegiatan usaha hulu migas di bawah Kementerian Energi.

"Seluruh pejabat dan pekerja BP Migas sebagaimana poin sebelumnya diberi gaji, tunjangan jabatan, dan fasilitas lainnya sesuai dengan ketentuan berlaku sebelum pengalihan," kata Rudi. Ucapan itu langsung disambut tepuk tangan karyawan yang hadir.

Semua urusan dan kelengkapan administrasi pun sudah disiapkan. Tapi, ujar dia, "Mohon maaf, logo BP Migasnya sementara tidak ada." Yang tak disebut-sebut dalam pengumuman sore itu adalah posisi Priyono di lembaga peralihan itu. Agaknya, dialah satu-satunya orang yang benar-benar kehilangan jabatan dan kekuasaan setelah pu­tusan mengejutkan pada Selasa siang itu.

Y. Tomi Aryanto, Jobpie S., Agoeng W., Bernadette Christina, Rosalina, Aryani K.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus