Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

''Semua Utang itu Sudah Beres"

29 Agustus 1999 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SMASH telak bekas Jaksa Agung Andi Ghalib menghentikan permainan Baramuli. Di lapangan tenis Hotel Hilton, Jakarta, derai tawa keduanya segera terdengar. Kedua pria setengah baya itu menghapus peluh di jidat. Saat itu, hari masih pagi. Karyawan hotel bintang lima itu tampak baru berdatangan. Langit cerah. Udara segar. Tenis memang olahraga kesukaan Baramuli, bekas gubernur Sulawesi Utara-Tengah yang kini Ketua DPA itu. Olahraga itu dilakukannya secara rutin saban Selasa, Kamis, dan Sabtu—bersama klub spontan tenisnya, yang ia beri nama ''Baramu", barisan awet muda. Bugar di lapangan tenis, bugar pula saat bertempur dalam politik, juga bisnis. Ia lincah menangkis serangan lawan politiknya, juga bergairah menembakkan peluru ke seterunya. Belum lama ini, misalnya, Baramuli ''adu taring" dengan Marzuki Darusman, seteru lamanya di Golkar. Lalu sebuah berita hangat menyengatnya tiba-tiba: ia memiliki kredit macet lebih dari Rp 126 miliar di Bank Dagang Negara. Apa komentarnya tentang semua persoalan itu? Berikut petikan wawancara Rubi Kurniawan dari TEMPO pekan lalu, dalam dua kali kesempatan.

Bagaimana ceritanya Anda bisa dapat kredit macet Rp 19,1 miliar dan US$ 13,3 juta (total Rp 126 miliar)?

Ah, kau karang-karang lagi.

Kami punya bukti (TEMPO menunjukkan beberapa dokumen).

Dari mana kamu dapat ini (suaranya merendah)? Sudah pasti salah. Karena tiap tahun saya mendapat laporan sebagai pemegang saham. Saya tidak melihat itu bahwa ada utangnya dalam dolar.

Tapi, dari informasi yang kami dapatkan, tagihan itu masih ada....

Saya tidak tahu itu. Perusahaan Poleko itu sudah ada yang dijual. Silakan tanya saja ke BDN.

Tapi tagihan kepada Anda itu betul, kan?

Tidak, saya tidak pernah mendapat tagihan.

Kami punya bukti suratnya (TEMPO mengeluarkan kopi surat tagihan BDN ke Baramuli tertanggal 27 Juni 1997)

Ini surat sudah beres. PT Poleko Menthol Indonesia dan PT Osmo Semen Indonesia sudah beres.

Tapi, dari sumber kami, tagihan kredit macet ini belum terbayarkan?

Semua itu sudah beres. Lima tahun lalu sudah selesai dan dibayar habis. Poleko Menthol, saya tidak ingat. Tapi, kalau PT Rotan Sulawesi dan PT Osmo Semen, tidak ada lagi kredit macet. PT Poleko Yubarson Trading Coy, PT Polyub Swadaya Utama, dan PT Polwood Forest Industri sudah dijual.

Kapan ketiga perusahaan itu dijual?

Akhir 1997. Saya tidak tahu diambil oleh siapa. Perusahaan itu dijual karena manajemennya kurang baik.

Apa yang menyebabkan kredit di perusahaan-perusahaan itu macet?

Karena keadaan (suaranya kembali merendah). Keadaan ekonomi kan rusak.

Mengapa utang dari perusahaan itu jauh melebihi dari modal yang dimilikinya?

Utangnya akumulatif, ditambah bunga. Makanya akhirnya dijual.

Tapi, sewaktu kredit di perusahaan itu macet, Anda masih berada di perusahaan itu?

Sebagai pemegang saham saja. Saya sudah lima tahun tidak memegang manajemen.

Apakah perusahaan tersebut dilepas karena ada utang sebesar itu?

Oh, tidak, kan perusahaan itu berjalan normal.

Ini soal lain. Mengapa, sih, Anda ngotot sekali mendukung Habibie menjadi presiden?

Singkat saja, kalau saya lebih baik dari Habibie, saya yang mau jadi calon presiden. Tapi, karena dia lebih baik dari saya, saya mendukung dia menjadi calon presiden.

Sejak kapan Anda mengenal Habibie?

Sudah lama, sejak masih di Ujungpandang.

Bagaimana seandainya Habibie tidak sampai jadi presiden?

Ya, habis sudah.

Kalau ternyata nanti yang jadi presiden adalah Megawati, bagaimana posisi Anda?

Ya, biasa saja. Saya tetap bisa bekerja secara legal konstitusional.

Soal dukungan kepada Habibie, Anda kabarnya di Golkar bersemangat sekali meredam orang yang bersuara berbeda?

Tidak perlu (meredam). Orang yang hidup dalam dunia politik itu semuanya orang keras. Kalau tidak keras, ya, tidak akan bisa bersaing.

Dalam pertemuan pengurus Golkar di rumah Habibie, katanya, Anda sempat ditunjuk-tunjuk Marzuki Darusman?

Apa, ditunjuk-tunjuk? Berani apa...? (sambil ketawa). Itu tidak benar. Kalau tunjuk-tunjuk begini, bolehlah (sambil memperagakan jarinya diacung-acungkan ke atas). Kalau ditunjuk-tunjuk begini, tidak boleh (sambil memperagakan jarinya yang ditunjukkan ke orang).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus